Allah Ta'ala
berfirman: "Tiada sesuatupun binatang yang bergerak di bumi itu, kecuali atas
tanggungan Allah jualah keadaan rezekinya." (Hud: 6)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Berikanlah sedekah itu kepada kaum fakir yang terikat dalam
menjalankan jihad fisabilillah, mereka tidak dapat berjalan keliling negeri.
Orang-orang yang tidak mengetahui akan mengira bahwa mereka itu adalah
orang-orang yang kaya karena bersikap ta'affuf -enggan meminta-minta-. Engkau
dapat mengenal mereka itu dengan tanda-tandanya yakni bahwa mereka itu tidak mau
meminta kepada para manusia secara berulang kali -yakni menyangat-nyangatkan
permintaannya-." (al-Baqarah: 273)
Juga Allah Ta'ala
berfirman: "Dan mereka -hamba-hamba Allah yang berbakti- itu apabila menafkahkan
hartanya, maka mereka itu tidak melampaui batas -terlalu boros- dan tidak pula
bersikap kikir, tetapi pertengahan antara keduanya itu." (al-Furqan: 67)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia itu melainkan supaya
menyembah padaKu. Aku tidak hendak meminta rezeki kepada mereka dan Aku tidak
hendak meminta supaya mereka memberi makanan kepadaKu." (adz-Dzariyat:
56-57)
Adapun
Hadits-haditsnya, maka sebagian besar telah diuraikan dalam kedua bab yang ada
di muka. Di antaranya yang belum terdapat di muka ialah:
520. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Bukannya yang dinamakan kaya itu
karena banyaknya harta, tetapi yang dinamakan kaya -yang sebenarnya- ialah
kayanya jiwa." (Muttafaq 'alaih)
521. Dari Abdullah
bin 'Amr radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sungguh
berbahagialah orang yang masuk Agama Islam dan diberi rezeki cukup serta
dikaruniai sifat qana'ah oleh Allah dengan apa-apa yang direzekikan kepadanya
itu." (Riwayat Imam Muslim)
522. Dari Hakim bin
Hizam r.a., katanya: "Saya meminta kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau
memberikan sesuatu padaku, lalu saya meminta lagi pada beliau, kemudian
beliaupun memberikan pula sesuatu padaku, selanjutnya beliau bersabda: "Hai
Hakim, sesungguhnya harta ini adalah sebagai benda yang kehijau-hijauan -yakni
enak dirasakan dan nyaman dipandang juga manis-. Maka barangsiapa yang
mengambilnya itu dengan jiwa kedermawanan -dari orang yang memberikannya serta
memintanya itu dengan tidak memaksa-, tentulah harta itu memperoleh berkah
Tuhan, tetapi barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa kelobaan -atau
ketamakan-, maka tidak memperoleh berkah Tuhan dalam harta tadi. Ia adalah
sebagai seorang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang. Tangan yang bagian atas
-yang memberi- adalah lebih mulia daripada yang bagian bawah -yang diberi-."
Hakim lalu berkata: "Ya Rasulullah, demi Zat yang mengutus Tuan dengan membawa
kebenaran, saya tidak akan suka lagi menerima sesuatu dari seorangpun
sepeninggal Tuan nanti, sehingga saya akan berpisah dengan dunia -yakni sampai
mati-." Abu Bakar r.a. pernah mengundang Hakim karena hendak memberikan sesuatu
padanya, tetapi Hakim menolak untuk menerima sesuatupun dari pemberian itu.
Seterusnya Umar r.a. pernah pula memanggilnya untuk memberikan sesuatu pada
Hakim itu, tetapi ia juga enggan menerima pemberian tadi. Abu Bakar dan Umar
radhiallahu 'anhuma itu memanggil di kala keduanya menjabat sebagai khalifah
secara bergantian. Umar lalu berkata: "Hai sekalian kaum Muslimin, saya
mempersaksikan kepadamu semua atas diri Hakim ini, bahwasanya saya menawarkan
padanya akan haknya yang saya wajib membagikan untuknya dari harta rampasan,
tetapi ia enggan mengambil haknya itu. Hakim memang tidak pernah menerima
sesuatu pemberian dari seorangpun setelah wafatnya Nabi s.a.w., sehingga ia
meninggal dunia. (Muttafaq 'alaih)
523. Dari Abu
Burdah dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Kita semua keluar bersama
Rasulullah s.a.w. dalam melakukan sesuatu peperangan. Kita semua ada enam orang
banyaknya -yakni yang menyertai Nabi s.a.w. itu-, diantara kita ada seekor unta
yang kita gunakan untuk ganti berganti menaikinya. Maka berlobang-lobanglah
kaki-kaki kita, juga kakikupun berlobang-lobang pula dan jatuhlah kuku-kukuku.
Oleh sebab itu kita lalu membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita itu
dan dengan demikian peperangan itu dinamakan perang Dzatu riqa' -mempunyai
beberapa balutan kain-, karena kita membalutkan beberapa helai kain pada
kaki-kaki kita tadi." Abu Burdah berkata: "Abu Musa menceritakan hadits ini,
kemudian ia merasa tidak senang dalam menguraikannya itu dan ia mengatakan: "Apa
yang dapat saya lakukan dengan menyebut-nyebutkannya itu?" Abu Burdah
melanjutkan katanya: "Seolah-olah Abu Musa itu tidak senang kalau menyebutkan
sesuatu amalannya, lalu disiar-siarkannya." (Muttafaq 'alaih) Maksudnya: Oleh
sebab adanya bala' sampai kaki-kaki menjadi rusak dan kuku-kuku lepas itu adalah
semata-mata urusan antara manusia dengan Tuhan, maka menurut anggapan Abu Musa
r.a. tidak perlu diterang-terangkan, supaya tidak dianggap sebagai memamerkan
jasa atau amalan."
524. Dari 'Amr bin
Taghlib -dengan fathahnya ta' mutsannat di atas dan sukunnya ghain mu'jamah dan
kasrahnya fam- r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. didatangi -memperoleh- harta
atau rampasan, lalu beliau s.a.w. membagikan itu. Ada beberapa orang yang beliau
beri dan ada pula beberapa orang yang beliau tinggalkan -yakni tidak diberi
bagian-. Kemudian sampailah suatu berita kepada beliau bahwa orang-orang yang
tidak diberi itu sama mencela cara beliau membagikan tadi. Beliau s.a.w. lalu
bertahmid kepada Allah lalu memujiNya, kemudian bersabda: "Amma ba'du."
Sesungguhnya saya memberikan bagian kepada golongan -beberapa orang-, karena
saya mengetahui keluh kesah dalam hati mereka itu serta sesambatan mereka yang
amat sangat, sedang segolongan lain saya serahkan kepada Allah, karena Allah
telah memberikan kekayaan bathin dan kebaikan dalam hati mereka ini, diantara
mereka ini adalah 'Amr bin Taghlib." 'Amr bin Taghlib berkata: "Demi Allah, saya
amat gembira mendengar pujian beliau s.a.w. itu pada saya, sehingga karena
gembiranya, maka saya tidak suka andaikata kalimat Rasulullah s.a.w. yang
ditujukan kepada saya itu ditukar dengan ternak-ternak merah -sebagai kiasan
sebaik-baik harta bagi bangsa Arab-." (Riwayat Bukhari)
525. Dari Hakim bin
Hizam r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tangan yang bagian atas -yang
memberi- adalah lebih mulia daripada tangan yang bagian bawah -yang diberi-. Dan
dahulukanlah dalam pemberian itu kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu
-yakni yang wajib dinafkahi-. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar
kebutuhan -yakni keadaan diri sendiri dan keluarga sudah dicukupi-. Barangsiapa
yang enggan meminta, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan
barangsiapa tidak membutuhkan pemberian manusia, maka Allah akan memberikan
kekayaan padanya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari, sedang
lafaznya Imam Muslim adalah lebih ringkas lagi.
526. Dari Abu Abdir
Rahman, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb radhiallahu
'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua
mempersangatkan dalam meminta sesuatu, sebab demi Allah, tidaklah seorang dari
engkau semua itu meminta sesuatu, kemudian karena permintaannya itu lalu dapat
mengeluarkan sesuatu pemberian daripadaku untuknya, sedangkan saya tidak senang
dengan cara memintanya, selanjutnya lalu diberkahi untuk orang tadi dalam
apa-apa yang saya berikan." (Riwayat Muslim) Maksudnya bahwa rezeki yang berasal
dari meminta, apabila rezeki itu menjadi bertambah banyak dan kekal karena
dibuat berusaha umpamanya, maka yang diminta dengan baik yakni tidak seolah-olah
memaksa adalah lebih baik dan lebih banyak berkahnya dari yang diminta dengan
nada yang seolah-olah memaksa.
527. Dari Abu Abdir
Rahman, yaitu 'Auf bin Malik al-Asyja'i r.a., katanya: "Kita semua ada di sisi
Rasulullah s.a.w. dan kita ada sembilan, delapan atau tujuh orang, kemudian
beliau s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?"
Padahal kita semua baru beberapa hari saja melakukan pembai'atan pula pada
beliau itu, oleh sebab itu kita berkata: "Kita semua telah membai'at Tuan, ya
Rasulullah." Kemudian beliau s.a.w. bersabda lagi: "Tidakkah engkau semua
berbai'at kepada Rasulullah?" Kita lalu membeberkan tangan-tangan kita dan kita
berkata: "Kita semua dulu sudah berbai'at kepada Tuan, ya Rasulullah dan
sekarang kita berbai'at lagi dalam hal apakah?" Beliau s.a.w. lalu bersabda:
"Hendaklah engkau semua menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan jangan
menyekutukan sesuatu denganNya, tetapi tetaplah mengerjakan shalat lima waktu
dan sampai engkau semua mendengarkan serta melakukan ketaatan," lalu beliau
memperlahankan suaranya dan bersabda dengan berbisik: "Dan jangan meminta
sesuatu apapun dari orang-orang." Maka sungguh saya pernah melihat ada orang
yang termasuk golongan orang-orang di atas itu, ketika cemetinya jatuh, ia tidak
meminta seorang supaya diambilkan cemetinya tadi." (Riwayat Muslim)
528. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya
permintaan itu menghinggapi seorang diantara engkau semua -yakni orang yang
senantiasa mempunyai tabiat suka meminta-minta itu tidak akan berhenti-,
sehingga ia menemui Allah Ta'ala -yaitu pada hari kiamat nanti- sedang di
wajahnya itu tidak terdapat sepotong dagingpun -jadi dalam keadaan sangat hina
dina-." (Muttafaq 'alaih)
529. Dari Ibnu Umar
r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, sedang di kala itu beliau
berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri
dari meminta: "Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang
bagian bawah. Tangan yang bagian atas itu adalah yang menafkahkan -yakni yang
memberikan sedekah, sedang tangan yang bagian bawah adalah yang meminta-."
(Muttafaq 'alaih)
530. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya menjadi banyak apa yang
dimilikinya -jadi sudah cukup tetapi terus saja meminta-minta-, maka
sebenarnyalah orang itu meminta bara api. Maka dari itu baiklah ia memilih
hendak mempersedikitkan atau memperbanyakkan -siksanya-." (Riwayat Muslim)
Keterangan:
Hadis di atas dapat
diartikan bahwa orang sebagaimana yang tersebut itu yakni yang meminta-minta
lebih dari keperluannya atau untuk mencari yang sebanyak-banyaknya akan disiksa
dalam neraka dan oleh Rasulullah s.a.w. dikiaskan sebagai orang-orang yang
meminta bara api. Tetapi dapat pula diartikan dengan makna yang sebenarnya
menurut lahiriyah sabda beliau s.a.w., yaitu bahwa bara api akan dimasukkan
dalam seterika dan kepada orang sebagaimana di atas itu akan diseterikakan pada
punggung dan lambungnya, seperti juga keadaan orang yang sudah berkewajiban
zakat, namun enggan mengeluarkan atau menunaikan kewajiban zakatnya. Demikianlah
yang diuraikan oleh al-Qadhi'Iyadh dalam menafsiri hadits di atas.
531. Dari Samurah
bin Jundub r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya permintaan
adalah suatu cakaran yang seorang itu mencakarkan sendiri ke arah mukanya,
kecuali jikalau seorang itu meminta kepada sultan -penguasa negara- atau ia
meminta untuk sesuatu keperluan yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
shahih.
532. Dari Ibnu
Mas'ud r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dihinggapi
oleh kemelaratan, lalu diturunkannya kepada manusia -yakni meminta tolong kepada
sesama manusia agar dihilangkan kemelaratannya itu-, maka tentu tidak akan
tertutuplah kemelaratannya tadi. Tetapi barangsiapa menurunkannya kepada Allah
-yakni mohon kepadaNya agar dihilangkan kemelaratannya-, maka bersegeralah Allah
akan memberinya rezeki yang kontan -cepat diberikannya- atau rezeki yang
dilambatkan memberikannya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi
dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Meminta kepada Sultan
itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut pautnya dengan
soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya
atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk
kepentingan umat dan masyarakat.
533. Dari Tsauban
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan
kepada saya bahwa ia tidak akan meminta apapun dari para manusia dan saya
memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga?" Saya berkata: "Saya." Maka
Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada siapa saja.
Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad shahih.
534. Dari Abu Bisyr
yaitu Qabishah bin al-Mukhariq r.a., katanya: "Saya mempunyai beban sesuatu
tanggungan harta -hamalah-, lalu saya datang kepada Rasulullah s.a.w. untuk
meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau s.a.w. bersabda:
"Berdiamlah di sini dulu sampai ada harta sedekah -zakat- yang datang pada kita,
maka dengan harta itu kita akan menyuruh guna diberikan padamu," selanjutnya
beliau s.a.w. bersabda: "Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak boleh
dilakukan kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: seorang
yang mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, maka bolehlah ia
meminta sehingga memperoleh sejumlah harta yang diperlukan tadi, kemudian
menahan diri -jangan meminta-minta lagi-. Juga seorang yang mendapatkan sesuatu
bencana, sehingga menyebabkan kemusnahan hartanya -lalu menjadi miskin-, maka
bolehlah ia meminta, sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi
keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. Demikian pula seorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada
tiga orang dari golongan orang-orang yang berakal di kalangan kaumnya
mengatakan: "Benar-benar si Fulan itu telah dihinggapi oleh kemelaratan," maka
orang semacam itu bolehlah meminta sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk
menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya." Adapun selain tiga macam orang tersebut di atas, maka
permintaannya itu, hai Qabishah adalah merupakan suatu perbuatan dosa yang
dimakan oleh orang yang memintanya tadi dengan memperoleh dosa." (Riwayat
Muslim) Alhamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran
ataupun pertengkaran lain-lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang
bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang
menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri.
Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah. Aljaihah ialah sesuatu
bencana yang mengenai harta seorang -sehingga ia menjadi miskin-. Alqiwam dengan
kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan
seorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya.
Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang
yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Alfaqah ialah kekafiran.
Alhija ialah akal.
535. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang miskin itu
orang yang berkeliling mendatangi orang banyak -keluar masuk dari rumah ke
rumah, dari pintu ke pintu- lalu ditolak ketika meminta sebiji atau dua biji
kurma atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin yang
sebenarnya ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi
kebutuhannya, tidak pula diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui
tentu ia akan diberi sedekah bahkan tidak pula ia suka berdiri lalu
meminta-minta sesuatu kepada orang-orang." (Muttafaq 'alaih)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar