Sabtu, 23 Mei 2015

Bab 61. Melarang Sifat Bakhil Dan Kikir

Allah Ta'ala berfirman: "Adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, juga mendustakan dengan apa-apa yang baik -keterangan agama dan lain-lain-, maka Kami memudahkan untuknya dalam menempuh jalan kesukaran -maksudnya ialah kejahatan, kesengsaraan dan akhirnya menuju ke neraka-. Hartanya tidaklah akan berguna untuknya apabila ia telah jatuh -binasa-." (al-Lail: 8-11)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan barangsiapa yang terpelihara dari kekikiran jiwanya, maka mereka itulah orang-orang yang berbahagia." (at-Taghabun: 16)

Adapun Hadits-haditsnya, maka sebagian besar daripadanya telah diuraikan dalam bab di muka sebelum ini.

561. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua -yakni jauhkanlah dirimu semua- dari perbuatan penganiayaan -zhalim-, sebab sesungguhnya menganiaya itu akan merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat. Takutlah engkau semua dari perbuatan kikir, sebab sesungguhnya kikir itu telah membinasakan orang-orang -yakni umat- yang sebelummu. Kikir itulah yang menyebabkan mereka suka mengalirkan darah-darah sesama mereka dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan pada mereka." (Riwayat Muslim)

Sumber:
continue reading Bab 61. Melarang Sifat Bakhil Dan Kikir

Bab 60. Murah Hati Dan Dermawan Serta Membelanjakan Dalam Arah Kebaikan Dengan Percaya Penuh Kepada Allah Ta'ala

Allah Ta'ala berfirman: "Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka Allah akan menggantinya." (Saba': 39)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan barang-barang baik -dari rezeki- yang engkau semua nafkahkan itu adalah untuk dirimu sendiri dan engkau semua tidak menafkahkannya melainkan karena mengharapkan keridhaan Allah, juga barang-barang baik yang engkau semua nafkahkan itu, niscaya akan dibalas kepadamu dan tidaklah engkau semua dianiaya." (al-Baqarah: 272)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan barang-barang baik yang berupa apapun juga yang engkau semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 273)

542. Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikarunia oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak -kebenaran- dan seorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua orang atau dua golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula." (Muttafaq 'alaih)

Artinya ialah bahwa seorang itu tidak patut dihasudi atau iri kecuali dalam salah satu kedua perkara di atas itu.

543. Dari Ibnu Mas'ud r.a. pula katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah diantara engkau semua yang harta orang yang mewarisinya itu dianggap lebih disukai daripada hartanya sendiri?" Para sahabat menjawab: "Ya Rasulullah, tiada seorangpun dari kita ini, melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hartanya sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa-apa yang ditinggalkan olehnya -setelah matinya." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:
Maksudnya yang telah terdahulu digunakannya, misalnya yang dipakai untuk makan minumnya, pakaiannya, perumahannya atau yang diberikan untuk sedekah atau lain-lain yang berupa pertolongan kesosialan. Selebihnya tentulah akan ditinggalkan, jika telah meninggal dunia. Oleh sebab itu hadits di atas secara tidak langsung memberikan sindiran kepada kita kaum Muslimin agar harta yang ada di tangan kita yang sebenarnya hanya titipan dari Allah Ta'ala itu, supaya gemar kita nafkahkan untuk jalan kebaikan, semasih kita hidup di dunia ini. Dengan demikian kemanfaatannya akan dapat kita rasakan setelah kita ada di akhirat nanti.

544. Dari 'Adi bin Hatim r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua dari siksa api neraka, sekalipun dengan menyedekahkan potongan kurma." (Muttafaq 'alaih)

545. Dari Jabir r.a., katanya: "Tiada pernah sama sekali Rasulullah s.a.w. itu dimintai sesuatu, kemudian beliau berkata: "Jangan." (Muttafaq 'alaih)

546. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seharipun yang sekalian hamba berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun. Seorang diantara keduanya itu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menafkahkan itu akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan -tidak suka menafkahkan hartanya- itu kerusakan -yakni hartanya menjadi habis-." (Muttafaq 'alaih)

547. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman -dalam hadits Qudsi-: "Belanjakanlah -hartamu-, pasti engkau diberi nafkah -harta oleh Tuhan-." (Muttafaq 'alaih)

548. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah di dalam Islam itu amalan yang terbaik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Engkau memberikan makanan serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui." (Muttafaq 'alaih)

549. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada empat puluh macam amalan dan setinggi-tingginya adalah meminjamkan kambing -untuk diambil susunya-. Tiada seorang yang mengamalkan dengan satu perkara daripada empat puluh macam perkara itu, melainkan Allah Ta'ala akan memasukkannya dalam syurga." (Riwayat Bukhari) Keterangan hadits ini sudah terdahulu dalam bab Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan -lihat hadits no.138-.

550. Dari Abu Umamah Shuday bin 'Ajlan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak engkau berikan kepada siapapun-, maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut syariat engkau tidak dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan nafkah- kepada orang yang wajib engkau nafkahi. Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah -yakni yang memberi itu lebih baik daripada yang meminta-." (Riwayat Muslim)

551. Dari Anas r.a., katanya: "Tiada pernah Rasulullah s.a.w. itu diminta untuk kepentingan Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Sesungguhnya  pernah ada seorang lelaki datang kepada beliau s.a.w., kemudian beliau memberinya sekelompok kambing yang ada diantara dua gunung -yakni karena banyaknya hingga seolah-olah memenuhi dataran yang ada diantara dua gunung-. Orang itu lalu kembali kepada kaumnya kemudian berkata: "Hai kaumku, masuklah engkau semua dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan sesuatu pemberian sebagai seorang yang tidak takut akan kemiskinan." Sekalipun lelaki itu masuk Islam dan tiada yang dikehendaki olehnya melainkan harta dunia, tetapi tidak lama kemudian Agama Islam itu baginya adalah lebih ia cintai daripada dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya ini -yakni Islamnya amat baik dan sebenar-benarnya-." (Riwayat Muslim)

552. Dari Umar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membagikan suatu pembagian, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya selain yang Tuan beri itulah yang lebih berhak daripada mereka yang Tuan beri itu." Beliau lalu bersabda: "Sebenarnya mereka itu -yakni yang diberi- memberikan pilihan kepadaku, apakah mereka itu meminta padaku dengan jalan yang tidak baik -seolah memaksa-maksa-, kemudian saya memberikan sesuatu pada mereka ataukah mereka menyuruh saya untuk berlaku kikir, sedangkan saya ini bukanlah seorang yang kikir." (Riwayat Muslim)

553. Dari Jubair bin Muth'im r.a. bahwasanya ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama Nabi s.a.w. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa orang A'rab -penduduk pedalaman- meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau itu dipaksanya sampai kesebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar selendangnya -yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya-. Selanjutnya Nabi s.a.w. berdiri -sambil memegang kendali untanya- lalu bersabda: "Berikanlah padaku selendangku. Andaikata saya mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri pohon ini, sesungguhnya semuanya itu akan saya bagikan kepadamu, selanjutnya engkau semua tidak akan menganggap saya sebagai seorang kikir, pendusta atau pengecut." (Riwayat Bukhari)

554. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seorang itu merendahkan diri karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (Riwayat Muslim)

555. Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya memberitahukan kepadamu semua akan suatu Hadis, maka peliharalah itu: Tidaklah harta seorang itu akan menjadi berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya, melainkan Allah menambahkan kemuliaan padanya, juga tidaklah seorang hamba itu membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan," atau sabda beliau s.a.w. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas. "Saya akan memberitahukan lagi kepadamu semua suatu hadits maka peliharalah itu: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu: Seorang hamba yang dikarunia rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui pula haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah tingkat yang seutama-utamanya, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian orang itu benar keniatannya, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta, niscaya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu -dalam hal kebaikan-, maka orang tadi karena keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia dengan orang yang akan dicontohnya. Ada pula seorang hamba yang dikarunia harta tetapi tidak dikarunia ilmu pengetahuan, kemudian ia menubruk -mempergunakan- hartanya dalam hal-hal yang tidak dimakluminya -secara awur-awuran atau sembarangan dan boros- serta ia tidak pula bertaqwa kepada Tuhannya dan tidak suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak pula mengetahui hak-hak Allah dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah dalam tingkat yang seburuk-buruknya, juga seorang hamba yang tidak dikarunia harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta sesungguhnya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh si Fulan -yang memboroskan hartanya tersebut dalam hal keburukan-, maka orang itu karena keniatannya adalah sama dosanya antara ia sendiri dengan orang yang akan dicontohnya itu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

556. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya para sahabat sama menyembelih kambing -lalu mereka sedekahkan kecuali belikatnya-, kemudian Nabi s.a.w. bertanya: "Bagian apakah yang tertinggal dari kambing itu?" Aisyah menjawab: "Tidak ada yang tertinggal daripadanya, melainkan belikatnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya semua anggotanya itu masih tertinggal, kecuali belikatnya yang tidak." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih. Maknanya ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda beliau s.a.w. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya -sebab disedekahkan- kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya -karena dimakan sendiri-.

557. Dari Asma' binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepadaku: "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu -yakni engkau tidak diberi rezeki lagi-." Dalam riwayat lain disebutkan: "Nafkahkanlah, atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan padamu. Jangan pula engkau mencegah -menahan untuk memberikan sesuatu-, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu." (Muttafaq 'alaih)

558. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang kikir dan orang yang suka menafkahkan itu adalah seperti dua orang lelaki yang di tubuhnya ada dua buah baju kurung dari besi -masing-masing sebuah-, antara dua susunya dengan tulang lehernya. Adapun orang yang suka menafkahkan, maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau mencukupi seluruh kulitnya sampai-sampai menutupi tulang-tulang jari-jarinya, bahkan menutupi pula bekas-bekasnya -ketika berjalan-. Adapun orang kikir maka tidaklah ia menginginkan hendak menafkahkan sesuatu, melainkan makin melekatlah setiap kolongan -ruang kosong- itu pada tempatnya. Ia hendak meluaskan kolongan tadi, tetapi tidak dapat melebar." (Muttafaq 'alaih) Aljubbah atau Addir'u artinya baju kurung. Artinya ialah bahwa seorang yang suka membelanjakan itu setiap ia menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya.

559. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersedekah dengan sesuatu senilai sebiji buah kurma yang diperolehnya dari hasil kerja yang baik -bukan haram- dan memang Allah itu tidak akan menerima kecuali yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan kanannya -sebagai kiasan kekuasaanNya-, kemudian memperkembangkan pahala sedekah tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seorang dari engkau semua memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung -yakni memenuhi lembah gunung karena banyaknya-." (Muttafaq 'alaih) Alfaluwwu dengan fathahnya fa' dan dhammahnya lam serta syaddahnya wawu, ada juga yang mengucapkan dengan kasrahnya fa', sukunnya lam serta diringankannya wawu yakni wawunya tidak disyaddahkan -dan berbunyi Alfilwu-, artinya anak kuda.

Keterangan:
Hadis di atas menurut uraian Imam al-Maziri diartikan sebagai perumpamaan yakni yang lazim berlaku di kalangan bangsa Arab. Misalnya dalam percakapan mereka sehari-hari untuk memudahkan pengertian. Jadi seperti sedekah yang benar-benar diterima oleh Allah, lalu dikatakan "diterima dengan tangan kanannya," juga seperti perlipat gandaan pahala, dikatakan dengan "perawatan atau pemeliharaan yang sebaik-baiknya." Imam Tirmidzi berkata: "Para alim-ulama ahlus sunnah wal jama'ah berkata: "Kita semua mengimankan apapun yang terkandung dalam hadits itu dan tidak perlu kita fahamkan sebagai perumpamaan, namun demikian kitapun tidak akan menanyakan dan tidak pula memperdalamkan: "Jadi bagaimana wujud sebenarnya?" Misalnya mengenai tangan kanan Tuhan, perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan olehNya dan lain-lain sebagainya."

560. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika ada seorang lelaki berjalan di suatu tanah lapang -yang tidak berair-, lalu ia mendengar suatu suara dalam awan: "Siramlah kebun si Fulan itu!" Kemudian menyingkirlah awan itu menuju ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas tanah lapang berbatu hitam itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak aliran airnya itu mengambil air hujan itu seluruhnya, kemudian orang tadi mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seorang lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat keruknya. Orang itu bertanya kepada pemilik kebun: "Hai hamba Allah, siapakah nama Anda?" Ia menjawab: "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa Anda tanya nama saya?" Orang itu menjawab: "Sesungguhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah air yang turun daripadanya. Suara itu berkata: "Siramlah kebun si Fulan itu! Nama itu sesuai benar dengan nama Anda. Sebenarnya apakah yang Anda lakukan?" Pemilik kebun menjawab: "Adapun Anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya selalu melihat -memperhatikan benar-benar- jumlah hasil yang keluar dari kebun ini. Kemudian saya bersedekah dengan sepertiganya, saya makan bersama keluarga saya yang sepertiganya dan saya kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula -untuk bibit-bibitnya-." (Riwayat Muslim)

Sumber:
continue reading Bab 60. Murah Hati Dan Dermawan Serta Membelanjakan Dalam Arah Kebaikan Dengan Percaya Penuh Kepada Allah Ta'ala

Bab 59. Anjuran Untuk Makan Dari Hasil Usaha Sendiri Dan Menahan Diri Dari Meminta Serta Menuntut Agar Diberi

Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau shalat telah diselesaikan, maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari keutamaan Allah," hingga habisnya ayat. (al-Jumu'ah: 10)

537. Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya -untuk mengikat- lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali -di negerinya- dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya, kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya -menjaga harga diri dari meminta-minta-, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya." (Riwayat Bukhari)

538. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya jikalau seseorang dari engkau semua itu mencari sebongkokan kayu bakar dan diletakkan di atas punggungnya, itu adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada seseorang, kemudian orang yang dimintai itu memberinya atau menolak permintaannya." (Muttafaq 'alaih)

539. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Adalah Nabi Dawud 'alaihis-salam itu tidak suka makan sesuatu, kecuali dari hasil usaha tangannya sendiri -yakni hasil kerjanya sendiri-." (Riwayat Bukhari)

540. Dari Abu Hurairah r.a. pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Nabi Zakariya 'alaihis-salam itu adalah seorang tukang kayu." (Riwayat Muslim)

541. Dari al-Miqdad bin Ma'dikariba r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang itu makan sesuatu makanan, sekalipun sedikit, yang lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud 'alaihis-salam itu juga makan dari hasil usaha tangannya sendiri." (Riwayat Bukhari)

Sumber:
continue reading Bab 59. Anjuran Untuk Makan Dari Hasil Usaha Sendiri Dan Menahan Diri Dari Meminta Serta Menuntut Agar Diberi

Bab 58. Boleh Menerima Pemberian Tanpa Meminta Atau Mengintai -Mengharap-harapkan-

536. Dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, yaitu Abdullah bin Umar dari Umar radhiallahu 'anhum, katanya: "Rasulullah s.a.w. memberikan sesuatu pemberian kepada saya, lalu saya berkata: "Berikanlah itu kepada orang yang lebih membutuhkan padanya daripada saya sendiri." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Ambil sajalah pemberian ini, jikalau ada sesuatu yang datang dari harta ini, sedangkan engkau tidak mengharap-harapkan dan tidak pula memintanya -padahal engkau diberi dengan keikhlasan hati-, maka ambillah itu. Jadikanlah itu sebagai hartamu -yang sah-. Jikalau engkau suka, makanlah ia dan jikalau engkau suka maka bersedekahlah dengannya. Tetapi jikalau tidak demikian -artinya datangnya harta itu dengan sebab diharap-harapkan untuk diberi atau karena diminta-, maka janganlah engkau memperturutkan hawa nafsumu -yakni melakukan itu dan kalau diberi jangan pula menerimanya-."' Salim berkata: "Maka Abdullah tidak pernah meminta sesuatu apapun dari orang lain dan tidak pernah pula menolak sesuatu pemberian, jikalau ia diberi. (Muttafaq 'alaih)

Sumber:
continue reading Bab 58. Boleh Menerima Pemberian Tanpa Meminta Atau Mengintai -Mengharap-harapkan-

Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap Berusaha-, 'Afaf -Enggan Meminta-minta-, Berlaku Sederhana Dalam Kehidupan Dan Berbelanja, Serta Mencela Meminta Tanpa Darurat

Allah Ta'ala berfirman: "Tiada sesuatupun binatang yang bergerak di bumi itu, kecuali atas tanggungan Allah jualah keadaan rezekinya." (Hud: 6)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Berikanlah sedekah itu kepada kaum fakir yang terikat dalam menjalankan jihad fisabilillah, mereka tidak dapat berjalan keliling negeri. Orang-orang yang tidak mengetahui akan mengira bahwa mereka itu adalah orang-orang yang kaya karena bersikap ta'affuf -enggan meminta-minta-. Engkau dapat mengenal mereka itu dengan tanda-tandanya yakni bahwa mereka itu tidak mau meminta kepada para manusia secara berulang kali -yakni menyangat-nyangatkan permintaannya-." (al-Baqarah: 273)

Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka -hamba-hamba Allah yang berbakti- itu apabila menafkahkan hartanya, maka mereka itu tidak melampaui batas -terlalu boros- dan tidak pula bersikap kikir, tetapi pertengahan antara keduanya itu." (al-Furqan: 67)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia itu melainkan supaya menyembah padaKu. Aku tidak hendak meminta rezeki kepada mereka dan Aku tidak hendak meminta supaya mereka memberi makanan kepadaKu." (adz-Dzariyat: 56-57)

Adapun Hadits-haditsnya, maka sebagian besar telah diuraikan dalam kedua bab yang ada di muka. Di antaranya yang belum terdapat di muka ialah:

520. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Bukannya yang dinamakan kaya itu karena banyaknya harta, tetapi yang dinamakan kaya -yang sebenarnya- ialah kayanya jiwa." (Muttafaq 'alaih)

521. Dari Abdullah bin 'Amr radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam dan diberi rezeki cukup serta dikaruniai sifat qana'ah oleh Allah dengan apa-apa yang direzekikan kepadanya itu." (Riwayat Imam Muslim)

522. Dari Hakim bin Hizam r.a., katanya: "Saya meminta kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau memberikan sesuatu padaku, lalu saya meminta lagi pada beliau, kemudian beliaupun memberikan pula sesuatu padaku, selanjutnya beliau bersabda: "Hai Hakim, sesungguhnya harta ini adalah sebagai benda yang kehijau-hijauan -yakni enak dirasakan dan nyaman dipandang juga manis-. Maka barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa kedermawanan -dari orang yang memberikannya serta memintanya itu dengan tidak memaksa-, tentulah harta itu memperoleh berkah Tuhan, tetapi barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa kelobaan -atau ketamakan-, maka tidak memperoleh berkah Tuhan dalam harta tadi. Ia adalah sebagai seorang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang. Tangan yang bagian atas -yang memberi- adalah lebih mulia daripada yang bagian bawah -yang diberi-." Hakim lalu berkata: "Ya Rasulullah, demi Zat yang mengutus Tuan dengan membawa kebenaran, saya tidak akan suka lagi menerima sesuatu dari seorangpun sepeninggal Tuan nanti, sehingga saya akan berpisah dengan dunia -yakni sampai mati-." Abu Bakar r.a. pernah mengundang Hakim karena hendak memberikan sesuatu padanya, tetapi Hakim menolak untuk menerima sesuatupun dari pemberian itu. Seterusnya Umar r.a. pernah pula memanggilnya untuk memberikan sesuatu pada Hakim itu, tetapi ia juga enggan menerima pemberian tadi. Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma itu memanggil di kala keduanya menjabat sebagai khalifah secara bergantian. Umar lalu berkata: "Hai sekalian kaum Muslimin, saya mempersaksikan kepadamu semua atas diri Hakim ini, bahwasanya saya menawarkan padanya akan haknya yang saya wajib membagikan untuknya dari harta rampasan, tetapi ia enggan mengambil haknya itu. Hakim memang tidak pernah menerima sesuatu pemberian dari seorangpun setelah wafatnya Nabi s.a.w., sehingga ia meninggal dunia. (Muttafaq 'alaih)

523. Dari Abu Burdah dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Kita semua keluar bersama Rasulullah s.a.w. dalam melakukan sesuatu peperangan. Kita semua ada enam orang banyaknya -yakni yang menyertai Nabi s.a.w. itu-, diantara kita ada seekor unta yang kita gunakan untuk ganti berganti menaikinya. Maka berlobang-lobanglah kaki-kaki kita, juga kakikupun berlobang-lobang pula dan jatuhlah kuku-kukuku. Oleh sebab itu kita lalu membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita itu dan dengan demikian peperangan itu dinamakan perang Dzatu riqa' -mempunyai beberapa balutan kain-, karena kita membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita tadi." Abu Burdah berkata: "Abu Musa menceritakan hadits ini, kemudian ia merasa tidak senang dalam menguraikannya itu dan ia mengatakan: "Apa yang dapat saya lakukan dengan menyebut-nyebutkannya itu?" Abu Burdah melanjutkan katanya: "Seolah-olah Abu Musa itu tidak senang kalau menyebutkan sesuatu amalannya, lalu disiar-siarkannya." (Muttafaq 'alaih) Maksudnya: Oleh sebab adanya bala' sampai kaki-kaki menjadi rusak dan kuku-kuku lepas itu adalah semata-mata urusan antara manusia dengan Tuhan, maka menurut anggapan Abu Musa r.a. tidak perlu diterang-terangkan, supaya tidak dianggap sebagai memamerkan jasa atau amalan."

524. Dari 'Amr bin Taghlib -dengan fathahnya ta' mutsannat di atas dan sukunnya ghain mu'jamah dan kasrahnya fam- r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. didatangi -memperoleh- harta atau rampasan, lalu beliau s.a.w. membagikan itu. Ada beberapa orang yang beliau beri dan ada pula beberapa orang yang beliau tinggalkan -yakni tidak diberi bagian-. Kemudian sampailah suatu berita kepada beliau bahwa orang-orang yang tidak diberi itu sama mencela cara beliau membagikan tadi. Beliau s.a.w. lalu bertahmid kepada Allah lalu memujiNya, kemudian bersabda: "Amma ba'du." Sesungguhnya saya memberikan bagian kepada golongan -beberapa orang-, karena saya mengetahui keluh kesah dalam hati mereka itu serta sesambatan mereka yang amat sangat, sedang segolongan lain saya serahkan kepada Allah, karena Allah telah memberikan kekayaan bathin dan kebaikan dalam hati mereka ini, diantara mereka ini adalah 'Amr bin Taghlib." 'Amr bin Taghlib berkata: "Demi Allah, saya amat gembira mendengar pujian beliau s.a.w. itu pada saya, sehingga karena gembiranya, maka saya tidak suka andaikata kalimat Rasulullah s.a.w. yang ditujukan kepada saya itu ditukar dengan ternak-ternak merah -sebagai kiasan sebaik-baik harta bagi bangsa Arab-." (Riwayat Bukhari)

525. Dari Hakim bin Hizam r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tangan yang bagian atas -yang memberi- adalah lebih mulia daripada tangan yang bagian bawah -yang diberi-. Dan dahulukanlah dalam pemberian itu kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu -yakni yang wajib dinafkahi-. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar kebutuhan -yakni keadaan diri sendiri dan keluarga sudah dicukupi-. Barangsiapa yang enggan  meminta, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan barangsiapa tidak membutuhkan pemberian manusia, maka Allah akan memberikan kekayaan padanya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari, sedang lafaznya Imam Muslim adalah lebih ringkas lagi.

526. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua mempersangatkan dalam meminta sesuatu, sebab demi Allah, tidaklah seorang dari engkau semua itu meminta sesuatu, kemudian karena permintaannya itu lalu dapat mengeluarkan sesuatu pemberian daripadaku untuknya, sedangkan saya tidak senang dengan cara memintanya, selanjutnya lalu diberkahi untuk orang tadi dalam apa-apa yang saya berikan." (Riwayat Muslim) Maksudnya bahwa rezeki yang berasal dari meminta, apabila rezeki itu menjadi bertambah banyak dan kekal karena dibuat berusaha umpamanya, maka yang diminta dengan baik yakni tidak seolah-olah memaksa adalah lebih baik dan lebih banyak berkahnya dari yang diminta dengan nada yang seolah-olah memaksa.

527. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu 'Auf bin Malik al-Asyja'i r.a., katanya: "Kita semua ada di sisi Rasulullah s.a.w. dan kita ada sembilan, delapan atau tujuh orang, kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Padahal kita semua baru beberapa hari saja melakukan pembai'atan pula pada beliau itu, oleh sebab itu kita berkata: "Kita semua telah membai'at Tuan, ya Rasulullah." Kemudian beliau s.a.w. bersabda lagi: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Kita lalu membeberkan tangan-tangan kita dan kita berkata: "Kita semua dulu sudah berbai'at kepada Tuan, ya Rasulullah dan sekarang kita berbai'at lagi dalam hal apakah?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Hendaklah engkau semua menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan jangan menyekutukan sesuatu denganNya, tetapi tetaplah mengerjakan shalat lima waktu dan sampai engkau semua mendengarkan serta melakukan ketaatan," lalu beliau memperlahankan suaranya dan bersabda dengan berbisik: "Dan jangan meminta sesuatu apapun dari orang-orang." Maka sungguh saya pernah melihat ada orang yang termasuk golongan orang-orang di atas itu, ketika cemetinya jatuh, ia tidak meminta seorang supaya diambilkan cemetinya tadi." (Riwayat Muslim)

528. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya permintaan itu menghinggapi seorang diantara engkau semua -yakni orang yang senantiasa mempunyai tabiat suka meminta-minta itu tidak akan berhenti-, sehingga ia menemui Allah Ta'ala -yaitu pada hari kiamat nanti- sedang di wajahnya itu tidak terdapat sepotong dagingpun -jadi dalam keadaan sangat hina dina-." (Muttafaq 'alaih)

529. Dari Ibnu Umar r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, sedang di kala itu beliau berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri dari meminta: "Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah. Tangan yang bagian atas itu adalah yang menafkahkan -yakni yang memberikan sedekah, sedang tangan yang bagian bawah adalah yang meminta-." (Muttafaq 'alaih)

530. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya menjadi banyak apa yang dimilikinya -jadi sudah cukup tetapi terus saja meminta-minta-, maka sebenarnyalah orang itu meminta bara api. Maka dari itu baiklah ia memilih hendak mempersedikitkan atau memperbanyakkan -siksanya-." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hadis di atas dapat diartikan bahwa orang sebagaimana yang tersebut itu yakni yang meminta-minta lebih dari keperluannya atau untuk mencari yang sebanyak-banyaknya akan disiksa dalam neraka dan oleh Rasulullah s.a.w. dikiaskan sebagai orang-orang yang meminta bara api. Tetapi dapat pula diartikan dengan makna yang sebenarnya menurut lahiriyah sabda beliau s.a.w., yaitu bahwa bara api akan dimasukkan dalam seterika dan kepada orang sebagaimana di atas itu akan diseterikakan pada punggung dan lambungnya, seperti juga keadaan orang yang sudah berkewajiban zakat, namun enggan mengeluarkan atau menunaikan kewajiban zakatnya. Demikianlah yang diuraikan oleh al-Qadhi'Iyadh dalam menafsiri hadits di atas.

531. Dari Samurah bin Jundub r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya permintaan adalah suatu cakaran yang seorang itu mencakarkan sendiri ke arah mukanya, kecuali jikalau seorang itu meminta kepada sultan -penguasa negara- atau ia meminta untuk sesuatu keperluan yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

532. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dihinggapi oleh kemelaratan, lalu diturunkannya kepada manusia -yakni meminta tolong kepada sesama manusia agar dihilangkan kemelaratannya itu-, maka tentu tidak akan tertutuplah kemelaratannya tadi. Tetapi barangsiapa menurunkannya kepada Allah -yakni mohon kepadaNya agar dihilangkan kemelaratannya-, maka bersegeralah Allah akan memberinya rezeki yang kontan -cepat diberikannya- atau rezeki yang dilambatkan memberikannya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Meminta kepada Sultan itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut pautnya dengan soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk kepentingan umat dan masyarakat.

533. Dari Tsauban r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan kepada saya bahwa ia tidak akan meminta apapun dari para manusia dan saya memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga?" Saya berkata: "Saya." Maka Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada siapa saja. Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad shahih.

534. Dari Abu Bisyr yaitu Qabishah bin al-Mukhariq r.a., katanya: "Saya mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, lalu saya datang kepada Rasulullah s.a.w. untuk meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau s.a.w. bersabda: "Berdiamlah di sini dulu sampai ada harta sedekah -zakat- yang datang pada kita, maka dengan harta itu kita akan menyuruh guna diberikan padamu," selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak boleh dilakukan kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: seorang yang mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, maka bolehlah ia meminta sehingga memperoleh sejumlah harta yang diperlukan tadi, kemudian menahan diri -jangan meminta-minta lagi-. Juga seorang yang mendapatkan sesuatu bencana, sehingga menyebabkan kemusnahan hartanya -lalu menjadi miskin-, maka bolehlah ia meminta, sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Demikian pula seorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada tiga orang dari golongan orang-orang yang berakal di kalangan kaumnya mengatakan: "Benar-benar si Fulan itu telah dihinggapi oleh kemelaratan," maka orang semacam itu bolehlah meminta sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya." Adapun selain tiga macam orang tersebut di atas, maka permintaannya itu, hai Qabishah adalah merupakan suatu perbuatan dosa yang dimakan oleh orang yang memintanya tadi dengan memperoleh dosa." (Riwayat Muslim) Alhamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran ataupun pertengkaran lain-lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri. Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah. Aljaihah ialah sesuatu bencana yang mengenai harta seorang -sehingga ia menjadi miskin-. Alqiwam dengan kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan seorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya. Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Alfaqah ialah kekafiran. Alhija ialah akal.

535. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang miskin itu orang yang berkeliling mendatangi orang banyak -keluar masuk dari rumah ke rumah, dari pintu ke pintu- lalu ditolak ketika meminta sebiji atau dua biji kurma atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya, tidak pula diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui tentu ia akan diberi sedekah bahkan tidak pula ia suka berdiri lalu meminta-minta sesuatu kepada orang-orang." (Muttafaq 'alaih)

Sumber:
continue reading Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap Berusaha-, 'Afaf -Enggan Meminta-minta-, Berlaku Sederhana Dalam Kehidupan Dan Berbelanja, Serta Mencela Meminta Tanpa Darurat

Bab 56. Keutamaan Lapar, Hidup Sederhana, Cukup Dengan Sedikit Saja Dalam Hal Makan, Minum, Pakaian Dan Lain-lain Dari Ketentuan-ketentuan Badan Serta Meninggalkan Kesyahwatan-kesyahwatan (Keinginan-keinginan Jasmaniyah)

Allah Ta'ala berfirman: "Kemudian mereka digantikan oleh sesuatu angkatan -kaum atau golongan- yang meninggalkan shalat dan memperturutkan keinginan nafsu, maka oleh sebab itu, mereka akan menemui kebinasaan. Kecuali orang yang bertaubat dan beriman serta beramal shalih, maka mereka itu akan memasuki syurga dan tidak dianiaya sedikitpun." (Maryam: 59-60)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Kemudian keluarlah ia -yakni Qarun- pada kaumnya dengan perhiasannya -yang indah-indah. Orang yang menghendaki kehidupan dunia berkata: "Wahai, kiranya kita mempunyai seperti apa yang diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia mempunyai bagian keuntungan yang besar -yakni bernasib baik sekali. Tetapi orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan berkata: "Celaka engkau semua itu, pahala dari Allah adalah lebih baik untuk orang yang beriman dan beramal shalih." (al-Qashash: 79-80)

Juga Allah Ta'ala berfirman: "Kemudian pada hari itu -yakni hari kiamat, sesungguhnya engkau semua akan ditanya tentang kesenangan -dunia." (at-Takatsur: 8)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Barangsiapa yang menginginkan kehidupan yang sekarang, maka Kami segerakan -memberikan- kepadanya apa yang Kami kehendaki, untuk orang yang Kami sukai, kemudian Kami jadikan untuknya neraka jahannam, ia masuk ke dalamnya dalam keadaan tercela dan dihalaukan -terusir." (al-Isra': 18)

Ayat-ayat dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi.

489. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Tidak pernah kenyang keluarga Muhammad s.a.w. itu dari roti gandum selama dua hari terus menerus, keadaan sedemikian ini sampai beliau s.a.w. dicabut ruhnya." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan: "Tidak pernah kenyang keluarga Muhammad s.a.w. itu sejak beliau datang di Madinah dari makanan gandum selama tiga hari berturut-turut, sehingga beliau dicabut ruhnya -wafat."

490. Dari Urwah dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Aisyah pernah berkata: "Demi Allah, hai anak saudaraku, sesungguhnya kita melihat ke bulan sabit, kemudian timbul pula bulan sabit, kemudian timbul pula bulan sabit. Jadi tiga bulan sabit yang berarti dalam dua bulan lamanya, sedang di rumah-rumah keluarga Rasulullah s.a.w. tidak pernah ada nyala api." Saya -yakni Urwah- berkata: "Hai bibi, maka apakah yang dapat menghidupkan Anda sekalian?" Aisyah radhiallahu 'anha menjawab: "Dua benda hitam, yaitu kurma dan air belaka, hanya saja Rasulullah s.a.w. mempunyai beberapa tetangga dari kaum Anshar, mereka itu mempunyai beberapa ekor unta manihah,[49] lalu mereka kirimkanlah air susunya itu kepada Rasulullah s.a.w. kemudian memberikan minuman itu kepada kita." (Muttafaq 'alaih)

491. Dari Said al-Maqburi dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia berjalan melalui kaum yang di hadapan mereka itu ada seekor kambing yang sedang dipanggang. Mereka memanggilnya, tetapi ia enggan untuk ikut memakannya dan ia berkata: "Rasulullah s.a.w. keluar dari dunia -yakni wafat- dan tidak pernah kenyang dari roti gandum." (Riwayat Bukhari)

492. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. itu tidak pernah makan di atas meja sehingga beliau wafat, juga tidak pernah makan roti yang diperhaluskan buatannya sehingga beliau wafat." (Riwayat Bukhari)

Dalam riwayatnya Imam Bukhari yang lain disebutkan: "Juga beliau s.a.w. tidak pernah melihat kambing yang disamit dengan matanya sama sekali," disamit artinya dihilangkan bulu-bulunya lalu dibakar dengan kulitnya sekali. [50]

493. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Sungguh-sungguh saya pernah melihat Nabimu semua s.a.w. dan beliau tidak mendapatkan kurma bermutu rendahpun yang dapat digunakan untuk mengisi perutnya." (Riwayat Muslim) Daqal adalah kurma yang bermutu rendah.

494. Dari Sahal bin Sa'ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. tidak pernah melihat roti putih sama sekali sejak beliau di utus oleh Allah Ta'ala sehingga dicabut ruhnya oleh Allah Ta'ala. Kepada Sahal ini ditanyakan: "Apakah di zaman Rasulullah s.a.w. itu engkau semua tidak mempunyai alat pengayak?" Ia menjawab: "Rasulullah s.a.w. tidak pernah melihat alat pengayak itu sejak beliau diutus oleh Allah Ta'ala sehingga dicabut ruhnya oleh Allah Ta'ala." Kepadanya ditanyakan lagi: "Bagaimana caranya engkau semua makan gandum kalau tidak diayak?" Ia menjawab: "Kita semua menumbuknya dan meniupkannya, kemudian beterbanganlah benda-benda yang dapat terbang daripadanya itu lalu mana yang tertinggal, maka itulah yang kami basahi untuk dijadikan adukan tepung -untuk membuat roti." (Riwayat Bukhari) Ucapannya Annaqi dengan fathahnya nun dan kasrahnya qaf serta syaddahnya ya' yaitu roti yang berwarna putih dan itulah yang disebut darmak. Tsarrainahu dengan tsa' mutsallatsah kemudian ra' musyaddadah lalu ya' mutsannat di bawahnya, lalu nun, artinya kita basahi dan kita jadikan adukan tepung -guna membuat roti.

495. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. pada suatu hari atau suatu malam keluar, kemudian tiba-tiba bertemu dengan Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma, lalu beliau bertanya: "Apakah yang menyebabkan engkau berdua keluar ini?" Keduanya menjawab: "Karena lapar ya Rasulullah." Beliau lalu bersabda: "Adapun saya, demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya yang menyebabkan saya keluar ini adalah sesuatu yang juga menyebabkan engkau berdua keluar itu -yakni sama-sama lapar-, Ayolah pergi." Keduanya pergi bersama beliau s.a.w., lalu mendatangi seorang lelaki dari kaum Anshar, tiba-tiba lelaki itu tidak sedang di rumahnya. Ketika istrinya melihat Nabi s.a.w., lalu berkata: Marhaban wa ahlan. Selamat datang di rumah ini dan harap mendapatkan keluarga yang baik. Rasulullah s.a.w. lalu bertanya: "Di mana Fulan -suamimu?" Istrinya menjawab: "Ia pergi mencari air tawar untuk kita." Tiba-tiba di saat itu orang Anshar -suaminya itu- datang. Ia melihat kepada Rasulullah s.a.w. dan kedua orang sahabatnya, kemudian berkata: "Alhamdulillah. Tiada seorangpun yang pada hari ini mempunyai tamu-tamu yang lebih mulia daripada saya sendiri. Orang itu lalu pergi kemudian datang lagi menemui tamu-tamunya itu dengan membawa sebuah batang kurma -berlobang- berisikan kurma berwarna, kurma kering dan kurma basah. Iapun berkata: "Silahkanlah makan." Selanjutnya ia mengambil pisau, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jangan menyembelih yang mengandung air susu." Orang Anshar itu lalu menyembelih untuk tamu-tamunya itu, kemudian mereka makan kambing itu, juga kurma dari batang kurma tadi serta minum pulalah mereka. Setelah semuanya itu kenyang dan segar -tidak kehausan- lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya engkau semua akan ditanya dari kenikmatan yang engkau semua rasakan ini pada hari kiamat. Engkau semua dikeluarkan dari rumahmu oleh kelaparan. Kemudian engkau semua tidak kembali sehingga engkau semua memperoleh kenikmatan ini." (Riwayat Muslim) Ucapannya yasta'dzibu artinya mencari air tawar dan itulah air yang bagus. Al-'izdqu dengan kasrahnya 'ain dan sukunnya dzal mu'jamah, yaitu batang atau dahan -kurma dan lain-lain. Almudyatu dengan dhammahnya mim atau boleh pula dikasrahkan, yaitu pisau. Alhalub ialah binatang yang berisikan susu dalam teteknya. Pertanyaan mengenai kenikmatan ini adalah pertanyaan tentang banyak jumlahnya kenikmatan, bukan pertanyaan sebagai olok-olok dan penyiksaan. Wallahu a'lam. Adapun orang Anshar yang didatangi oleh Rasulullah s.a.w. serta kedua orang sahabatnya itu ialah Abul Haitsam bin at-Taihan. Demikianlah dalam sebuah Hadis yang dijelaskan menurut riwayat Tirmidzi dan lain-lain.

496. Dari Khalid bin Umar al-Adawi, katanya: "Utbah bin Ghazwan berkhutbah kepada kita dan ia adalah menjabat sebagai gubernur di Bashrah. Ia bertahmid kepada Allah serta memujiNya, kemudian berkata: "Amma ba'du, sesungguhnya dunia ini sudah memberitahukan akan kerusakannya dan akan menyingkir dengan cepatnya, maka daripadanya itu tidak akan tertinggal melainkan sisanya yang sedikit sekali, sebagaimana sisanya wadah yang dikumpulkan isinya itu oleh pemiliknya. Sesungguhnya engkau semua pasti berpindah dari dunia ini, ke perumahan yang tidak akan ada lenyapnya -yakni kekal. Maka dari itu berpindahlah dengan sebaik-baik bekal yang ada padamu semua. Sesungguhnya saja telah disebutkan kepada kita -oleh Nabi s.a.w.- bahwa sebuah batu yang dilemparkan dari tepi Jahanam itu lalu jatuh ke dalamnya sampai selama tujuhpuluh tahun, tetapi belum lagi mencapai dasarnya. Demi Allah, sesungguhnya Jahanam itu benar-benar akan dipenuhi, adakah engkau semua heran tentang itu? Juga sesungguhnya telah disebutkan kepada kita bahwasanya antara dua daun pintu dari beberapa daun pintu syurga itu adalah berjarak sejauh perjalanan empat puluh tahun. Sesungguhnya pula akan datang terhadap syurga itu suatu hari bahwa ia menjadi penuh padat karena sesaknya - yakni berjejal-jejal orang hendak memasukinya. Saya sendiri telah mengalami bahwa diri saya termasuk yang ketujuh dari tujuh orang yang menyertai Rasulullah s.a.w., yang kita tidak memiliki makanan apapun, melainkan daun-daunan pohon, sehingga banyaklah luka-luka yang timbul di rahang kita, kemudian saya mendapatkan selembar kain, lalu saya sobeklah kain itu untuk dibagikan antara saya sendiri dengan Sa'ad bin Malik, jadi saya bersarung dengan separuh kain itu dan Sa'ad juga bersarung dengan separuhnya lagi. Selanjutnya pada hari ini, seorang diantara kita berdua itu tidaklah menjabat melainkan sebagai seorang gubernur dari sebuah daerah dari sekian banyak daerah yang ada. Sesungguhnya saya mohon perlindungan kepada Allah kalau saya merasa dalam diri sendiri itu sebagai orang yang agung, sedang di sisi Allah hanyalah kecil belaka." (Riwayat Muslim) Ucapannya adzanat, dengan madnya alif, artinya memberitahukan. Shurmun dengan dhammahnya dhad yaitu putus atau lenyap Wallat hadzdzaa dengan ha' muhmalah yang difathahkan lalu dzal mu'jamah musyaddadah lalu alif mamdudah, artinya cepat. Ashshubabah dengan dhammahnya shad muhmalah, artinya sisa yang sedikit. Yatashabbuba dengan syaddahnya ba' sebelum ha' artinya mengumpulkannya. Alkazhizh, artinya yang banyak serta penuh padat. Qarihat dengan fathahnya qaf dan kasrahnya ra', artinya di tempat itu banyak luka-lukanya.

497. Dari Abu Musaal-Asy'ari r.a., katanya: "Aisyah radhiallahu 'anha mengeluarkan untuk kita -maksudnya agar kita dapat melihatnya- sebuah baju dan sarung kasar, lalu ia berkata: "Rasulullah s.a.w. dicabut ruhnya sewaktu mengenakan kedua pakaian ini." (Muttafaq 'alaih)

498. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: "Sesungguhnya saya itu pertama-tama orang Arab yang melempar dengan panahnya -untuk- fisabilillah. Kita semua waktu itu berperang beserta Rasulullah s.a.w. dan kita tidak mempunyai makanan sedikitpun melainkan daun pohon hublah dan daun pohon samurini, sehingga seorang dari kita itu sesungguhnya mengeluarkan kotoran besar sebagaimana keadaan kambing kalau mengeluarkan kotoran besarnya dan tidak dapat bercampur dengan lainnya -yakni bulat-bulat serta kering, karena tidak ada yang dimakan." (Muttafaq 'alaih) Alhublah dengan dhammahnya ha' dan sukunnya ba' muwah-hadah, juga samur adalah dua macam pohon-pohonan yang terkenal di daerah badiah yakni tanah Arab bagian pedalaman.

499. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad ini makanan sekadar menutup kelaparan." (Muttafaq 'alaih) Ahli lughat dan gharib -yakni yang memperbincangkan mufradat dari al-Quran dan al-Hadis- mengatakan, bahwa artinya qut ialah sesuatu yang dimakan untuk menutup sisa hidup.

500. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Demi Zat yang tiada Tuhan melainkan Dia, sesungguhnya bahwa saya menyandarkan hatiku ke bumi karena kelaparan dan sesungguhnya pula bahwa saya mengikatkan batu pada perut saya karena kelaparan. Sebenarnya saya pernah duduk-duduk pada suatu hari di jalanan orang-orang yang sama keluar melalui jalanan itu -untuk mencari nafkahnya masing-masing. Kemudian Nabi s.a.w. berjalan melalui tempat saya dan beliau tersenyum ketika melihat saya, karena mengetahui keadaan dan hal ihwal yang ada dalam wajahku dan diriku, kemudian beliau bersabda: "Abu Hir." Saya menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Mari ikut," dan beliau terus berlalu dan saya mengikutinya. Selanjutnya beliau masuklah di rumah keluarganya, saya mohon izin lalu beliau mengizinkan masuk untukku. Sayapun masuklah, di situ beliau menemukan susu dalam gelas. Beliau bertanya: "Dari manakah susu ini?" Keluarganya berkata: "Fulan atau Fulanah itu menghadiahkan untuk Tuan." Beliau bersabda: "Abu Hir." Saya menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda pula: "Susullah para ahlush shuffah, lalu panggillah mereka untuk datang padaku." Abu Hurairah berkata: "Ahlush shuffah itu adalah merupakan tamu-tamu Islam, karena tidak bertempat pada sesuatu keluarga, tidak pula berharta dan tidak berkerabat pada seorangpun. Jikalau ada sedekah -zakat- yang datang pada Nabi s.a.w. lalu sedekah -atau zakat- itu dikirimkan semuanya oleh beliau kepada mereka itu dan beliau sendiri tidak mengambil sedikitpun daripadanya, tetapi kalau beliau menerima hadiah, maka dikirimkanlah kepada orang-orang itu dan beliau sendiri mengambil sebagian daripadanya. Jadi beliau bersama-sama dengan para ahlush shuffah itu untuk menggunakannya." Perintah Nabi s.a.w. memanggil ahlush shuffah itu tidak mengenakkan hati saya dan oleh sebab itu saya berkata: "Apa hubungannya susu ini untuk diberikan -kepada- ahlush shuffah. Saya adalah lebih berhak untuk memperoleh susu ini dengan sekali minuman saja, agar saya dapat merasa kuat tubuhku." Kemudian, jikalau orang-orang itu datang, Nabi s.a.w. tentu menyuruh saya agar saya memberikan itu kepada mereka. Barangkali tidak akan dapat sampai padaku -yakni bahwa saya tidak memperoleh bagian- susu itu, tetapi juga tidak ada jalan lain kecuali mentaati Allah dan mentaati RasulNya s.a.w. Oleh karena itu mereka saya datangi dan saya panggillah semuanya. Mereka menghadap dan meminta izin, lalu Nabi s.a.w. mengizinkan mereka masuk, juga sama mengambil tempat duduk sendiri-sendiri dalam rumah. Beliau lalu bersabda: "Abu Hir." Saya menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Ambillah susu itu dan berikanlah kepada mereka." Abu Hurairah berkata: "Saya lalu mengambil gelas, kemudian saya berikan pada seorang dulu. Ia minum sampai kenyang minumnya lalu gelas dikembalikan. Seterusnya saya berikan kepada yang lain, ia pun minumlah sampai kenyang pula minumnya, lalu dikembalikanlah gelasnya, sehingga akhirnya sampai giliran saya memberikan itu kepada Nabi s.a.w., sedang orang-orang ahlush shuffah itu sudah puas minum semuanya. Beliau s.a.w. mengambil gelas lalu diletakkan di tangannya, kemudian beliau melihat saya dan tersenyum, kemudian bersabda: "Abu Hir." Saya menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda pula: "Sekarang tinggallah saya dan engkau -yang belum minum." Saya menjawab: "Benar Tuan, ya Rasulullah." Beliau bersabda: "Duduklah dan minumlah." Saya pun duduklah lalu saya minum. Beliau bersabda lagi: "Minumlah lagi." Sayapun minumlah. Beliau tidak henti-hentinya bersabda: "Minumlah lagi," sehingga saya berkata: "Tidak, demi Allah yang mengutus Tuan dengan benar, saya sudah tidak mendapatkan jalan lagi untuk minum itu -artinya sudah amat kenyang minumnya itu. Setelah itu beliau bersabda: "Kalau begitu, berikanlah saya gelas itu." Gelaspun saya berikan, kemudian beliau memuji kepada Allah Ta'ala dan membaca bismillah di permulaan minumnya lalu beliau minumlah sisanya itu." (Riwayat Bukhari)

501. Dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Sesungguhnya saya pernah mengalami diriku bahwa saya jatuh tersungkur antara mimbarnya Rasulullah s.a.w. dengan biliknya Aisyah radhiallahu 'anha sampai tidak sadarkan diri. Kemudian datanglah padaku seorang yang datang, lalu ia meletakkan kakinya di atas leher saya dan ia menyangka bahwa sesungguhnya saya adalah orang gila, padahal saya tidaklah kejangkitan penyakit gila, tetapi jatuh saya tadi hanyalah karena kelaparan." (Riwayat Bukhari)

502. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. wafat sedang baju besinya sedang digadaikan pada seorang Yahudi dengan nilai tiga puluh sha' -gantang- dari gandum." (Muttafaq 'alaih)

503. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. menggadaikan baju besinya dengan gandum dan saya berjalan ke tempat Nabi s.a.w. dengan membawa roti gandum dan lemak cair yang sudah berubah keadaannya. Sungguh-sungguh saya mendengar beliau s.a.w. bersabda: "Tiada sesuatupun pada pagi-pagi ini melainkan hanya segantang untuk para keluarga Muhammad dan tidak ada untuk sore harinya nanti kecuali segantang pula." Padahal seluruh keluarganya itu adalah sembilan rumah." (Riwayat Bukhari)

504. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Sungguh-sungguh saya telah melihat tujuh puluh orang dari golongan ahlush shuffah -kaum fakir miskin di Madinah, tiada seorangpun diantara mereka itu yang berselendang. Ada kalanya mengenakan sarung dan ada kalanya pula baju. Mereka mengikatkan itu pada leher-lehernya. Di antaranya ada yang sampai pada separuh kedua betisnya dan diantaranya ada yang sampai pada kedua mata kakinya, lalu dikumpulkan -kedua belahannya itu- karena enggan kalau sampai terlihat auratnya." (Riwayat Bukhari)

505. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Hamparan Rasulullah s.a.w. itu terbuat dari kulit dan isinya adalah sabut." (Riwayat Bukhari)

506. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita semua duduk-duduk bersama Rasulullah s.a.w., tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kaum Anshar, lalu ia memberi salam pada beliau itu. kemudian orang Anshar tadi menyingkir. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai saudara kaum Anshar, bagaimanakah keadaan saudaraku Sa'ad[51] bin Ubadah?" Orang itu menjawab: "Baik-baik saja." Beliau s.a.w, bersabda lagi: "Siapakah diantara engkau semua yang meninjaunya?" Kemudian beliau s.a.w. berdiri dan kitapun berdiri bersamanya dan kita berjumlah sepuluh orang lebih -tiga sampai sembilan. Kita semua yang pergi itu tidak berterompah -sandal-, tidak pula bersepatu, bersongkok ataupun bergamis, sedangkan kita berjalan di tempat yang tandus, hampir tidak ada tanamannya, sehingga datanglah kita di tempatnya. Kaumnya Sa'ad bin Ubadah lalu mundur dari sekelilingnya, sehingga mendekatlah Rasulullah serta semua sahabat yang menyertainya." (Riwayat Muslim)

507. Dari Imran bin al-Hushain radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sebaik-baik engkau sekalian adalah orang-orang yang sekurun -semasa- denganku, kemudian yang mengikutinya -yang datang sesudahnya- kemudian orang-orang yang mengikutnya." Imran berkata: "Saya tidak tahu, adakah Nabi s.a.w. mengucapkannya itu dua atau tiga kali." Nabi s.a.w. selanjutnya menyabdakan: "Kemudian akan datanglah sesudah mereka itu sesuatu kaum yang menjadi saksi, tetapi tidak dapat dipercaya kesaksiannya. Mereka juga berkhianat dan tidak dapat dipercaya amanatnya, demikian pula mereka bernazar, tetapi tidak suka memenuhi nazarnya dan tampaklah kegemukan dalam tubuh mereka. -yakni gemuk yang disebabkan karena terlampau banyak makan, minum dan bersenang-senang dan bukan gemuk karena kejadiannya memang gemuk." (Muttafaq 'alaih)

508. Dari Abu Umamah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak engkau berikan kepada siapapun, maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut syariat engkau tidak akan dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan nafkah- kepada orang yang wajib engkau nafkahi." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

509. Dari Ubaidullah bin Mihshan al-Anshari al-Khathmi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa diantara engkau semua telah merasa aman -dari musuhnya- dalam dirinya, sehat dalam tubuhnya, memiliki keperluan hidup -makan, minum, obat dan apa-apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya- pada hari itu, maka ia telah dikaruniai dunia dengan keseluruhan isinya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Sirbihi dengan kasrahnya sin muhmalah artinya ialah dirinya, ada yang mengatakan bahwa artinya itu ialah kaumnya.

510. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam serta diberi rezeki cukup dan diberi sifat qana'ah -suka menerima- dengan apa-apa yang telah dikaruniakan oleh Allah." (Riwayat Muslim)

511. Dari Abu Muhammad yaitu Fadhalah bin Ubaid al-Anshari r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Untung besarlah kehidupan seorang yang telah dikarunia petunjuk untuk memasuki Agama Islam, sedang hidupnya itu adalah dalam keadaan cukup dan pula ia bersifat qana'ah -suka menerima." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

512. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. dalam beberapa malam yang berturut-turut itu bermalam dalam keadaan terlipat -maksudnya terlipat perutnya karena lapar, sedang para keluarganya tidak mendapatkan sesuatu untuk makan malam, juga sebagian banyak roti yang dimakan itu adalah roti terbuat dari gandum." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

513. Dari Fadhalah bin Ubaid r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu apabila bershalat dengan para manusia, maka ada beberapa lelaki yang jatuh tersungkur dari berdiri mereka itu ketika dalam shalatnya, disebabkan karena kefakiran yang sangat -yakni karena sangatnya kelaparan sehingga tidak kuat berdiri-. Mereka itu adalah ahlush shuffah, sehingga orang A'rab -orang-orang Arab dari pedalaman- mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang gila. Kemudian apabila Rasulullah s.a.w. telah selesai bershalat, lalu menghadap ke arah mereka itu dan berkata: "Andaikata engkau semua mengetahui apa yang disediakan untukmu semua di sisi Allah Ta'ala, sesungguhnya engkau semua senang kalau engkau semua bertambah kefakiran dan hajatnya -dari sekarang ini. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih. Alkhashashab ialah kekurangan dan kelaparan yang sangat.

514. Dari Abu Karimah, yaitu al-Miqdad bin Ma'dikariba r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah seorang memenuhi sesuatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah sebenarnya seorang itu makan beberapa suapan yang dapat mendirikan -menguatkan- tulang rusuknya. Maka jikalau makanan itu harus diisikannya, maka sepertiga hendaklah untuk makanannya dan sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk pernafasannya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

515. Dari Abu Umamah, yaitu Iyas bin Tsa'laba al-Anshari al-Harits r.a., katanya: "Para sahabat Rasulullah s.a.w. pada suatu hari menyebut-nyebutkan di sisi beliau itu tentang hal dunia -yakni perihal kesenangan, kekayaan dan lain-lain. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua mendengar, tidakkah engkau semua mendengar bahwa badzadzah itu termasuk keimanan, bahwa badzadzah itu termasuk keimanan." Yakni taqahhul. (Riwayat Abu Dawud) Albadzadzah dengan ba' muwahhadah dan dua dzal yang mu'jamah artinya ialah keadaan yang serba kusut dan meninggalkan pakaian yang indah-indah. Adapun taqahhul, dengan qaf dan ha' maka para ahli Lughat mengatakan bahwa orang yang bertaqahhul ialah orang yang kering kulitnya karena keadaan hidupnya yang serba kasar dan meninggalkan kemewahan dalam segala hal.

516. Dari Abu Abdillah bin Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita dikirimkan oleh Rasulullah s.a.w. -ke medan peperangan- dan mengangkat Abu Ubaidah r.a. sebagai amir -panglima- untuk memimpin kita, guna menemui kafilah orang-orang Quraisy. Kita semua membawa bekal sebuah tempat berisi kurma dan kita tidak menemukan selain itu. Abu Ubaidah memberikan kita sekurma demi sekurma. Kepada kita ditanyakan -oleh orang lain: "Bagaimanakah engkau semua berbuat dengan sebiji kurma itu." Jawabnya: "Kita mengisapnya sebagaimana seorang anak bayi mengisap tetek. Kemudian kita minum air setelah itu. Keadaan sedemikian ini mencukupi kita untuk sehari itu sampai malam. Kita juga memukul daun-daunan dengan tongkat-tongkat kita, lalu kita basahi dengan air, kemudian kita makanlah itu. Seterusnya kita berangkat ke pantai laut, lalu tampaklah di atas kita di pantai laut tadi, seolah-olah seperti tumpukan pasir yang besar, lalu kitapun mendatanginya. Tiba-tiba yang tampak itu adalah seekor binatang yang dinamakan ikan lodan -hiu. Abu Ubaidah lalu berkata: "Bangkai," kemudian ia berkata lagi: "Oh tidak -maksud-nya tidak haram diambil dagingnya untuk dimakan-. Bahkan kita ini adalah utusan-utusan dari Rasulullah s.a.w. dan dalam berjuang fisabilillah. Engkau semua adalah dalam keadaan terpaksa. Maka dari itu makanlah olehmu semua." Kita semua berdiam -sambil makan ikan tersebut- dalam waktu sebulan lamanya dan jumlah kita seluruhnya adalah tiga ratus orang, sehingga kita semuapun menjadi gemuklah. Sesungguhnya saya melihat bahwa kita semua menciduk dari lobang matanya itu dengan beberapa gayung akan minyaknya dan kita memotong daripadanya itu beberapa potongan daging sebesar lembu atau kira-kira selembu-selembu besarnya. Sungguh-sungguh Abu Ubaidah menyuruh seorang dari kita sebanyak tiga belas orang, diperintah olehnya supaya duduk dalam lobang matanya dan supaya mengambil tulang rusuknya, lalu ditegakkan dan dimuatkan pada unta yang terbesar yang ada beserta kita. Ia berjalan di bawahnya. Kita juga mengambil bekal dari dagingnya yang telah dikeringkan -dijadikan dendeng. Setelah kita semua datang di Madinah, kita mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu kita ceritakanlah hal itu kepada beliau, lalu beliau bersabda: "Itu adalah rezeki yang dikeluarkan oleh Allah untukmu semua. Adakah engkau semua membawa sedikit dagingnya, supaya dapat memberikan sedekahnya untuk makanan kita?" Kita semua mengirimkan kepada Rasulullah s.a.w. sebagian dagingnya itu, kemudian beliau s.a.w. memakannya." (Riwayat Muslim) Aljirab ialah wadah dari kulit yang sudah dapat dimaklumi. Lafaz ini dibaca dengan kasrahnya jim atau boleh pula dengan fathahnya, tetapi dengan kasrah adalah lebih fashih. Namashshuha dengan fathahnya mim. Alkhabath ialah daun-daunan dari pohon yang dikenal dan dimakan oleh unta. Alkatsib ialah timbunan dari pasir. Alwaqbu dengan fathahnya wawu dan saknahnya qaf dan sesudahnya itu ialah ba' muwahhadah, ialah lobang mata. Alqilal ialah gayung. Aifidar dengan kasrahnya fa' dan fathahnya dal yaitu beberapa potong. Rahala ba'ira yaitu memberikan beban pada unta. Alwasyaiq dengan syin mu'jamah dan qaf ialah daging yang dipotong-potong untuk dikeringkan. Wallahu a'lam.

517. Dari Asma' binti Yazid radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ujung lengan baju gamisnya Rasulullah s.a.w. itu adalah sampai di pergelangan tangan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Arush-ghu dengan menggunakan shad dan Arrus-ghu dengan menggunakan sin, juga boleh, artinya ialah pergelangan antara tapak tangan dengan lengan tangan bagian bawah. [Baca Status Hadits Disini]

518. Dari Jabir r.a., katanya: "Sesungguhnya kita semua pada hari khandak -menggali tanah untuk perlindungan diri sebelum timbulnya peperangan dan peperangan di waktu itu disebut perang khandak, artinya parit-, kita semua menggali. Kemudian pada penggalian itu terhalang oleh adanya gumpaian tanah yang keras. Para sahabat sama-sama mendatangi Nabi s.a.w., lalu berkata: "Tanah keras ini menghalang-halangi untuk kelanjutan penggalian parit." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Saya akan turun." Selanjutnya beliau s.a.w. terus berdiri, sedang perut beliau itu diikat di situ dengan sebuah batu -karena kelaparan. Kita semua memang sudah selama tiga hari itu tidak merasakan rasa makanan apapun. Nabi s.a.w. lalu mengambil cangkul, terus memukulnya, maka kembalilah tanah keras itu bagaikan tumpukan pasir yang hancur lebur. Kemudian saya berkata: "Ya Rasulullah, berilah saya izin untuk pulang ke rumah." Seterusnya saya lalu berkata kepada istriku: "Saya telah melihat sesuatu dalam diri Nabi s.a.w. -yakni pengganjalan perut dengan batu itu- yang tidak dapat disabarkan lagi. Maka adakah engkau mempunyai sesuatu -yang dapat dimakan?" Istrinya menjawab: "Saya mempunyai gandum dan kambing perempuan. Kambing itu lalu saya sembelih, sedang istriku menumbuk gandum, sehingga dagingnya itu kita letakkan dalam periuk. Kemudian saya mendatangi Nabi s.a.w., sedangkan adukan makanan itu telah pecah -yakni sudah lumat dan halus- dan kuali yang ada diantara batu-batu itu telah hampir masak isinya. Saya berkata kepada beliau s.a.w.: "Saya mempunyai sedikit makanan ya Rasulullah, maka dari itu silakan Tuan berdiri -yakni pergi ke tempat saya- bersama seorang atau dua orang saja. Beliau bertanya: "Berapa banyaknya itu?" Saya menyebutkan sebagaimana adanya -yakni kambing dengan gandum yang cukup untuk beberapa orang saja. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Banyak itu dan enak sekali, katakanlah kepada istrimu, janganlah diangkat dulu periuknya, juga jangan pula diambil roti itu dari dapur, sehingga saya datang nanti." Seterusnya beliau s.a.w. bersabda: "Berdirilah engkau semua," maka berdirilah semua kaum Muhajirin dan Anshar -yang ikut membuat parit-. Saya masuk kepada istriku lalu saya berkata: "Celaka ini. Nabi s.a.w. datang dengan semua kaum Muhajirin dan Anshar, jadi semua yang menyertainya." Istrinya berkata: "Adakah beliau menanyakan banyaknya makanan?" Saya berkata: "Ya." [52] Seterusnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Masuklah engkau sekalian dan jangan berjejal-jejalan." Beliau s.a.w. mulai memotong roti dan diberikanlah pula di situ dagingnya dan selalu menutupi periuk dan dapur itu apabila beliau mengambil daripadanya dan mendekatkan kepada sahabat-sahabatnya itu, kemudian ditariklah kualinya itu -sesudah diambilkan isinya. Tidak henti-hentinya beliau s.a.w. memotong roti itu dan menciduk kuah sehingga sekalian sahabatnya itu kenyang semua dan masih ada pula sisanya dalam kuali. Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Makanlah ini dan berikanlah hadiah -kepada orang-orang lain seperti tetangga, sebab sesungguhnya para manusia itu terkena bencana kelaparan-. (Muttafaq 'alaih) 

Dalam riwayat lain disebutkan: Jabir berkata: "Ketika parit digali, maka saya melihat adalah kelaparan yang sangat dalam diri Nabi s.a.w. Lalu saya kembali ke tempat istriku dan saya berkata: "Adakah engkau mempunyai sesuatu yang dapat dimakan? Karena sesungguhnya saya melihat adanya kelaparan yang sangat dalam diri Rasulullah s.a.w." Istriku lalu mengeluarkan sebuah wadah yang di dalamnya ada segantang gandum, sedang kita juga mempunyai seekor binatang kambing kecil yang telah lulut. Binatang itu lalu saya sembelih dan istriku menumbuk gandum. Istriku telah selesai pekerjaannya sebagaimana sayapun selesai pula, lalu saya potonglah dalam kualinya, kemudian saya kembali menuju ke tempat Rasulullah s.a.w. Istriku berkata: "Jangan engkau membuat aku tampak celaka, -sebab hanya mempunyai makanan sedikit dan ini menunjukkan kemiskinannya- kepada Rasulullah s.a.w. dan orang-orang yang menyertainya nanti." Selanjutnya saya lalu mendatangi Nabi s.a.w. dan saya membisikinya. Saya berkata: "Ya Rasulullah, kita menyembelih seekor kambing kecil untuk makanan kita dan saya juga telah menumbuk segantang gandum. Maka dari itu, silakan Tuan datang di tempat saya bersama beberapa orang saja yang akan menyertai Tuan." Tiba-tiba Nabi s.a.w. berteriak dan bersabda: "Hai sekalian penggali parit, sesungguhnya Jabir telah membuat sesuatu hidangan yang akan disuguhkan kepada kita. Maka marilah kita semua ke rumahnya." Kemudian Nabi s.a.w. bersabda -kepada Jabir-: "Janganlah sekali-kali engkau turunkan kualimu dan jangan pula dijadikan roti dulu adukan gandummu itu, sehingga saya datang." Saya datang ke rumah dan Nabi s.a.w. juga datang sambil menyuruh orang-orang banyak datang pula ke situ. Begitulah saya akhirnya datang di tempat istriku. Istriku berkata: "Bagaimana engkau ini, bagaimana engkau ini," maksudnya istrinya itu menyalahkan suaminya, mengapa membawa orang-orang sebanyak itu. Saya berkata: "Saya telah mengerjakan semua yang engkau katakan." Istriku lalu mengeluarkan adukan gandum kita, lalu Nabi s.a.w. berludah di dalamnya dan mendoakan keberkahannya, kemudian menuju ke tempat kuah kita, lalu berludah pula di situ dan juga mendoakan keberkahannya, kemudian bersabda: "Panggillah seorang tukang membuat roti, supaya ia dapat menolong membuat roti bersamamu -dan yang disuruh ini adalah istri Jabir- dan pula ciduklah dari kualimu, tetapi janganlah kuali itu diturunkan." Orang-orang yang datang di saat itu adalah sebanyak seribu orang. Saya bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya orang-orang itu semuanya dapat makan, sehingga mereka meninggalkannya dan pergi dari rumah saya itu, sedang sesungguhnya kuali kita masih tetap berbunyi karena isinya yang mendidih sebagaimana tadinya- sebelum diambil isinya oleh orang-orang banyak, juga sesungguhnya adukan roti kita masih tetap menjadi roti -sebanyak asalnya."

Keterangan:
Ucapannya: Aradhat kud-yatun, dengan dhammahnya kaf dan sukunnya dal dan dengan ya' yang mutsannat di bawahnya, artinya ialah segumpal tanah yang keras dan tebal yang tidak dapat dicairkan oleh kapak. Atkatsib asalnya ialah tumpukan pasir dan yang dimaksudkan di sini ialah telah menjadi tanah yang halus, itulah artinya lafaz ah-yala. At-atsafiyyu ialah batu-batu yang di atasnya itu diletakkan kuali untuk memasak. Tadhaghatbu artinya berjejal-jejalan. Almaja'ah ialah kelaparan, dengan fathahnya mim. Al-khamash dengan fathahnya kha' mu'jamah dan mim, artinya ialah lapar. Inkafa'tu artinya saya balik dan kembali. Albuhaimah dengan dhammahnya ba' adalah tash-ghirnya lafaz bahmah, yaitu kambing betina, yakni al'anaq dengan fathahnya 'ain. Addajin yaitu binatang yang sudah lulut di rumah. Assur ialah makanan yang diundanglah untuk memakannya itu beberapa orang dan kata ini adalah dari bahasa Persi - Iran. Hayyahalan artinya marilah. Ucapannya bika wa bika artinya bahwa istrinya itu membantah suaminya serta memakinya karena ia meyakinkan bahwa makanan yang dimilikinya itu tentu tidak cukup untuk orang-orang sebanyak itu. Jadi wanita itu merasa malu dan agaknya tersamarlah untuknya apa yang dijadikan kemuliaan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi-Nya s.a.w. dari mu'jizat yang nyata dan pertanda yang jelas itu. Basaqa sama dengan basbaqa atau bazaqa yakni meludah dan ini ada tiga lughatnya, amada dengan fathahnya mim yakni sengaja atau bermaksud Iqdabl artinya ciduklah, sedang atmiqdahab artinya ciduk atau gayung, tagbitbtbu artinya bahwa karena mendidihnya itu keluarlah suaranya. Wallahu a'lam.

519. Dari Anas r.a., katanya: "Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim: "Saya mendengar suara Rasulullah s.a.w. itu lemah sekali dan saya mengetahui bahwa beliau adalah dalam keadaan lapar. Maka dari itu, apakah engkau tidak mempunyai sesuatu untuk dimakan?" Ummu Sulaim lalu mengeluarkan beberapa bulatan dari gandum, kemudian ia mengambil kerudungnya, kemudian ia melipatkan roti dengan sebagian kerudung tadi, lalu memasukkannya di bawah bajuku dan mengembalikannya padaku dengan sebagian lagi -maksudnya bahwa Ummu Sulaim itu melipat roti dengan sebagian kerudung dan dengan sebagiannya lagi dilipatkan untuk Anas-. Seterusnya Ummu Sulaim menyuruh saya -Anas- untuk menemui Rasulullah s.a.w., lalu saya pergi dan saya menemui Rasulullah s.a.w. sedang duduk di dalam masjid disertai oleh orang-orang banyak. Seterusnya lalu saya berdiri di muka orang-orang itu, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau diutus oleh Abu Thalhah." Saya menjawab: "Ya." Beliau bersabda lagi: "Apakah untuk sesuatu makanan?" Saya menjawab: "Ya." Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang ada di masjid: "Berdirilah engkau semua dan berangkatlah." Saya juga berangkat mengikuti mereka itu, sehingga datanglah saya kepada Abu Thalhah, lalu saya memberitahukan padanya -bahwa Nabi s.a.w. mengajak orang banyak. Abu Thalhah berkata: "Hai Ummu Sulaim. Rasulullah s.a.w. telah datang dengan orang-orang banyak, sedangkan kita tidak mempunyai sesuatu untuk memberi makanan kepada mereka semuanya itu." Istrinya berkata: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui itu." Abu Thalhah lalu berangkat sehingga bertemu dengan Rasulullah s.a.w., kemudian berhadapanlah Rasulullah s.a.w. dengannya sehingga keduanya itu masuk rumah. Selanjutnya Rasulullah bersabda: "Bawa saya kemari apa yang engkau punyai, hai Ummu Sulaim." Wanita itu datang dengan roti tersebut di atas, lalu Rasulullah s.a.w. menyuruh supaya dipotong-potongkan dan Ummu Sulaim memeraskan di atas roti itu suatu tempat berisi samin, maka itulah yang merupakan lauknya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda sekehendak yang beliau sabdakan, selanjutnya lalu bersabda pula: "Izinkanlah masuk sepuluh orang." Orang sepuluh itu diizinkan masuk lalu mereka semuanya makan sehingga kenyang, lalu keluarlah setelah itu. Seterusnya beliau bersabda lagi: "Izinkanlah masuk sepuluh orang lagi." Orang sepuluh itu diizinkan lalu mereka makan sehingga kenyang kemudian keluarlah mereka itu pula. Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Izinkanlah masuk sepuluh orang lagi." Demikianlah sehingga seluruh kaum -yakni yang menyertai Nabi s.a.w. dari masjid- dapat makan sehingga kenyang semuanya, sedangkan jumlah kaum itu ada tujuh puluh atau delapan puluh orang." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka tidak henti-hentinya beliau s.a.w. memasukkan sepuluh orang dan mengeluarkan sepuluh orang, sehingga tidak seorangpun yang tertinggal, melainkan ia tentu telah makan sehingga kenyang, kemudian dikumpulkanlah kelebihan makanan itu, tetapi tiba-tiba banyaknya makanan tersebut adalah sama seperti keadaan ketika orang-orang banyak belum makan daripadanya itu."

Dalam riwayat lain disebutkan pula: "Maka makanlah orang-orang itu sepuluh orang demi sepuluh orang, sehingga yang sedemikian itu dilaksanakan untuk sebanyak delapan puluh orang. Kemudian Nabi s.a.w. makanlah setelah orang-orang itu semuanya, juga semua keluarga rumah dan mereka masih meninggalkan sisa pula." Dalam riwayat lain lagi dikatakan: "Kemudian mereka masih meninggalkan sisa yang cukup untuk disampaikan kepada tetangganya."

Dalam riwayat lainnya lagi dikatakan: Dari Anas r.a., katanya: "Saya datang kepada Rasulullah s.a.w. pada suatu hari, kemudian saya menemui beliau s.a.w. itu sedang duduk dengan sahabat-sahabatnya dan di perutnya diikatkanlah dengan suatu ikatan -seperti batu dan lain-lain untuk menahan lapar-. Lalu saya bertanya kepada salah seorang sahabatnya: "Mengapa Rasulullah s.a.w. mengikat perutnya." Orang-orang sama berkata: "Karena lapar." Oleh sebab itu saya lalu pergi kepada Abu Thalhah, yaitu suaminya Ummu Sulaim binti Milhan, kemudian saya berkata: "Aduh bapak, saya sungguh-sungguh telah melihat Rasulullah s.a.w. mengikat perutnya dengan suatu ikatan, lalu saya bertanya kepada sebagian sahabat-sahabatnya dan mereka mengatakan bahwa hal itu karena beliau lapar." Abu Thalhah lalu masuk menemui ibuku -yakni Ummu Sulaim, kemudian bertanya: "Adakah sesuatu yang dapat dimakan?" Ummu Sulaim menjawab: "Ya, ada. Saya mempunyai beberapa potong roti dan beberapa buah kurma. Jika Rasulullah s.a.w. datang ke tempat kita sendirian, tentu dapatlah kita mengenyangkan beliau itu, tetapi jikalau beliau datang dengan disertai orang lain, maka makanan kita terlampau sedikit untuk dimakan orang-orang itu." Seterusnya Anas menyebutkan kelengkapan hadits ini.
 

Catatan Kaki:

[49] Mengenai pengertian apa yang disebul unta "manihah", harap dilihat dalam hadits no.138

[50] Ini adalah yang biasa dimakan oleh golongan kaum hartawan yang gemar berfoya-foya.

[51] Sahabat Sa'ad bin Mu'az al-Anshari, yakni dari golongan kaum Anshar r.a. ini adalah pemimpin atau kepala suku atau kabilah Aus. Nama kun-yahnya ialah Abu 'Amr. Dialah yang tercantumkan dalam sebuah hadits shahih yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w., yaitu: "Arasynya Allah yang Maha Pengasih telah bergoncang dengan sebab kematian Sa'ad bin Mu'az." Dalam hal ini ada beberapa ahli syair yang menggubahnya, diantaranya ialah yang berbunyi: Tiada bergoncanglah arasy Allah sebab kematian seorang yang meninggal dunia. Yang pernah kita dengar perihal itu, melainkan sebab kematian Sa'ad yaitu Abu 'Amr. Demikianlah yang dapat dikutip dari hamisy alau pinggir sebagian naskah asli, diturun dari tulisan yang mulia Imam Nawawi sendiri, penyusun kitab ini rahimahul Laahu Ta'ala (Semoga Allah Ta'ala mengaruniakan kerahmatan kepadanya).

[52] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa setelah Jabir r.a. berkata: "Ya," yang maksudnya Nabi s.a.w. telah diberitahu bahwa makanan yang dapat disediakan itu hanya cukup untuk seorang dua orang saja. Tetapi tiba-tiba yang diajak beliau s.a.w., adalah semua sahabat Muhajirin dan Anshar yang semuanya dalam keadaan lapar. Istrinya lalu berkata: "Kalau begitu, Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui. Kita telah memberitahukan apa yang dapat kita sediakan." Dengan kata-kata istrinya, kesedihan Jabir r.a. yang sangat itu menjadi lapang.

Sumber:
continue reading Bab 56. Keutamaan Lapar, Hidup Sederhana, Cukup Dengan Sedikit Saja Dalam Hal Makan, Minum, Pakaian Dan Lain-lain Dari Ketentuan-ketentuan Badan Serta Meninggalkan Kesyahwatan-kesyahwatan (Keinginan-keinginan Jasmaniyah)

Daftar Isi