Allah Ta'ala berfirman: "Tetapi tidak, demi Tuhanmu. Mereka belum sebenarnya
beriman sebelum mereka meminta keputusan kepadamu -tentang- perkara-perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak menaruh keberatan dalam hatinya
terhadap putusan yang engkau berikan itu dan mereka tunduk dengan penyerahan
yang bulat-bulat." (an-Nisa': 65)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya ucapan kaum
mu'minin, apabila mereka diseru kepada jalan Allah dan RasulNya untuk memberikan
hukum diantara mereka itu iaiah mereka itu mengucapkan: "Kita semua mendengarkan
dan mentaati." Mereka itu adalah orang-orang yang berbahagia." (an-Nur: 51)
Keterangan:Setiap orang sudah pasti mengerti bahwa
Islam adalah agama yang sudah cukup lengkap hukum-hukumnya serta
peraturan-peraturannya. Dalam segala macam persoalan Islam sudah menyediakan
hukum yang wajib diterapkan untuknya itu, mulai dari hal yang sekecil-kecilnya
seperti berkawan, adab pergaulan, berumah tangga dan lain-lain, juga sampai yang
sebesarnya, misalnya menegakkan tertib hukum, mengatur keamanan dalam negara dan
sebagainya. Dalam hal perselisihan antara orang seorang, antara golongan satu
dengan lainnya, bahkan antara bangsa dengan lain bangsapun tercantum pula
hukumnya. Jadi kita sebagai penganut agama Islam berkewajiban mengamalkan
hukum-hukum itu tanpa membantah sama sekali, jika memang benar-benar nyata hukum
itu dari Tuhan dan RasulNya dan bukan semata-mata dibuat-buat sendiri oleh
manusia yang gemar pada kebid'ahan, jelasnya orang-orang yang mengada-adakan
hukum dari kehendaknya sendiri dan dikatakan bahwa itulah hukum agama dari
Tuhan. Sementara itu segala persoalan yang terjadi, maka untuk menerapkan
hukumnya jangan menggunakan hukum yang selain dari Tuhan dan RasulNya. Jadi
persoalan itu kita cocokkan sesuai dengan hukum yang ada dalam agama Islam.
Manakala kita mengerjakan kebalikannya, tentulah salah, yaitu persoalan yang ada
itu kita carikan hukumnya dalam agama yang kiranya dapat sesuai dengan kehendak
atau kemauan hawa nafsu kita sendiri, atau disesuaikan dengan kemauan orang lain
yang kita anggap terhormat agar mendapatkan pujian atau sekedar harta
daripadanya. Oleh sebab itu jikalau hukum agama itu diibaratkan sebagai kepala
atau kaki, sekiranya kita ingin membeli kopyah -peci- atau sepatu, hendaknya
kopyah dan sepatu itu yang kita cocokkan dengan kepala atau kaki kita dan tidak
sebaliknya, yakni kepala atau kaki yang kita cocokkan dengan kopyah atau sepatu
tersebut. Kalau kekecilan, kepala dan kaki diperkecilkan dan kalau kebesaran,
lalu kepala atau kaki dipukuli agar bengkak sehingga cocok dengan kopyah atau
sepatu yang berukuran besar tadi. Ringkasnya dalam segala hal, jangan sampai
hukum agama yang dikalahkan, sebaliknya itulah yang justeru wajib dimuliakan dan
dijunjung setinggi-tingginya, sebab memang datangnya dari Tuhan Rabbul 'Alamin.
Semogalah kita dapat melaksanakan yang sedemikian ini, sehingga berbahagialah
hidup kita sejak di dunia sampai di akhirat nanti. Amin. Dalam bab ini ada
beberapa Hadis, diantaranya ialah hadits Abu Hurairah yang tercantum dalam
permulaan bab sebelum ini -lihat hadits no.156- dan ada pula Hadits-hadits yang
lainnya.
168. Dari Abu Hurairah r.a.katanya: "Ketika ayat ini turun pada
Rasulullah s.a.w. yaitu -yang artinya-: Bagi Allah adalah apa-apa yang ada di
dalam langit dan apa yang ada di bumi. Jikalau engkau semua terangkan apa-apa
yang dalam hatimu alau jikalau engkau semua sembunyikan itu, sesungguhnya Allah
akan memperhitungkan semuanya," sampai akhir ayat. Dikala itu, maka hal yang
sedemikian tadi dirasa amat berat oleh para sahabat Rasulullah s.a.w. Mereka
lalu mendatangi Rasulullah s.a.w. kemudian mereka berjongkok di atas lutut
mereka lalu berkata: "Ya Rasulullah, kita telah dipaksakan untuk melakukan
amalan-amalan yang kita semua juga kuat melaksanakannya, yaitu shalat, puasa,
jihad dan sedekah. Tetapi kini telah diturunkan kepada Tuan sebuah ayat dan kita
rasanya tidak kuat melaksanakannya. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adakah
engkau semua hendak mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh dua golongan
ahlul kitab -kaum Nasrani dan Yahudi- yang hidup sebelummu semua ini, yaitu
ucapan: "Kita mendengar tetapi kita menyalahi." Tidak boleh sedemikian itu,
tetapi ucapkanlah: "Kita mendengar dan kita mentaati. Kita memohonkan
pengampunan padaMu, ya Tuhan kita, dan kepadaMulah tempat kembali." Setelah kaum
-sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w.- membaca itu, lagi pula lidah-lidah mereka
telah tunduk -tidak bisa berkata sesuatu-, lalu Allah Ta'ala menurunkan lagi
sesudah itu ayat -yang artinya-: "Rasul itu mempercayai apa yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, begitu pula orang-orang yang beriman. Semuanya percaya
kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, dan rasul-rasulNya. Mereka
berkata: "Kita tidak membeda-bedakan seorangpun diantara rasul-rasul Allah itu."
Mereka berkata lagi: "Kita mendengar dan kita mentaati. Kita memohonkan
pengampunan daripadaMu, ya Tuhan kita dan kepadaMulah tempat kembali."
Selanjutnya setelah mereka telah melaksanakan sebagaimana isi ayat di atas itu,
lalu Allah 'Azzawajalla menurunkan lagi ayat -yang artinya-: "Allah tidak
melaksanakan -memerintahkan- kewajiban kepada seorang, -melainkan- hanyalah
sekedar kekuatannya -kesanggupannya- belaka, bermanfaat untuknya apa-apa yang ia
lakukan -berupa pahala- dan berbahaya pula atasnya apa-apa yang ia lakukan
-berupa dosa-. Ya Tuhan kita, janganlah Engkau menghukum kita atas sesuatu yang
kita lakukan karena kelupaan atau kekhilafan -yang tidak disengaja-." Beliau
s.a.w. bersabda: "Benar -kita telah melaksanakan-." "Ya Tuhan kita, janganlah
Engkau pikulkan kepada kita beban yang berat, sebagaimana yang telah Engkau
pikulkan kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kita." Beliau bersabda:
"Benar." "Ya Tuhan kita, janganlah Engkau pikulkan kepada kita sesuatu yang kita
tidak kuat melaksanakannya." Beliau bersabda: "Benar." "Dan berilah maaf dan
pengampunan, belas kasihanlah kita. Engkau pelindung kita, maka tolonglah kita
terhadap kaum kafirin itu." Beliau bersabda: "Benar." (Ayat di atas dari surat
al-Baqarah 286). (Riwayat Muslim)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar