Sabtu, 16 Mei 2015

Bab 43. Memuliakan Ahli Baitnya Rasulullah s.a.w. Dan Menerangkan Keutamaan Mereka

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah menghendaki akan menghilangkan kotoran daripadamu semua, hai ahlul bait -yakni keluarga Rasulullah- dan membersihkan engkau semua dengan sebersih-bersihnya." (al- Ahzab: 33)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan barangsiapa yang memuliakan tanda-tanda suci -agama Allah-, maka sesungguhnya yang sedemikian itu adalah menunjukkan ketaqwaan hati." (al-Haj:32)

Keterangan:
Ahli bait Rasulullah s.a.w., yang di dalamnya termasuk pula zurriyah atau keturunannya dan yang dalam hukum Agama Islam sama sekali tidak boleh diberi sedekah dan merekapun haram pula menerimanya apabila diberi, di negeri kita pada umumnya diberi nama "Sayyid" bagi yang lelaki dan "Sayyidah" bagi yang wanita. Golongan sayyid atau sayyidah itu adalah dari keturunan Sayidina Hasan r.a. Adapun jika dari keturunan Sayidina Husain r.a., maka diberi nama "Syarif" bagi yang lelaki dan "Syarifah" bagi yang perempuan. Makna sebenarnya, sayyid adalah pemuka dari kata Saada Yasuudu, artinya mengepalai atau mengetuai, sedang Syarif artinya adalah orang yang mulia dari kata Syarufe Yasyrufu, maknanya mulia. Dalam hadits yang tertera di bavvah ini tercantum suatu anjuran kepada kita semua, agar kita memuliakan kepada golongan mereka, tetapi ini tidak bererti bahwa kita tidak perlu memuliakan kepada golongan selain mereka itu. Perihal penghormatan terhadap siapa pun juga manusianya, tetap wajib. Jadi dalam hal penghormatan sama sekali tidak ada diskriminasi atau perbedaan, baik mengenai caranya, menemui atau berhadapan dengannya dan lain-lain lagi. Jadi jikalau diantara golongan mereka ada yang meminta supaya dimuliakan lebih dari golongan selain mereka, maka hal itu tidak dapat dibenarkan, sebab manusia yang termulia di sisi Allah hanyalah yang terlebih ketaqwaannya kepada Allah Ta'ala itu belaka. Sebagian golongan ada yang menggunakan ayat di bawah ini sebagai nash atau dalil bahwa Nabi Muhammad s.a.w. menyuruh umatnya agar keturunan beliau s.a.w. lebih dimuliakan, lebih dihormati dan dialu-alukan daripada golongan lainnya. Ayat yang digunakan pedoman itu ialah yang berbunyi: "Katakanlah -wahai Muhammad-! Untuk ajakan itu, aku tidak meminta upah atau bayaran kepadamu semua, melainkan kekasih sayangan terhadap keluarga". (asy-Syura:23) Oleh sementara golongan, keluarga yang wajib dikasih sayangi ialah keluarga Rasulullah s.a.w., dengan makna bahwa mereka yang diberi nama Sayyid, Sayyidah, Syarif atau Syarifah itu wajib lebih dimuliakan dan dihormati melebihi yang lain. Jadi makna Alqurbaa dikhususkan kepada keturunan Sayidina Hasan dan Sayidina Husain radhiallahu 'anhuma yang keduanya itu putera Sayidina Ali r.a. dan istrinya bernama Sayidatina Fathima radhiallahu 'anha yakni puteri Rasulullah s.a.w. Tetapi beberapa ahli tafsir menjelaskan bahwa makna dari lafaz Alqurbaa itu bukan dikhususkan untuk golongan  keturunan Sayidina Hasan serta Sayidina Husain r.a. itu saja. Baiklah kita meneliti sejenak apa yang dijelaskan dalam Ash-Shawi, sebuah hasyiyah dari Tafsir Jalalain dan hasyiyah atau kupasan tersebut ditulis oleh Imam Ahmad ash-Shawi al-Maliki. Di antara kupasannya mengenai lafaz Alqurbaa beliau berkata:

"Para ahli tafsir sama berselisih pendapat dalam memberikan makna ayat ini," yang dimaksudkan ialah "kasih sayang pada keluarga, sehingga jumlah pendapat itu menjadi tiga macam. Selanjutnya secara ringkasnya beliau menyatakan:
  1. Kekeluargaan.
  2. Kerabat atau rasa kefamilian antara seluruh kaum muslimin.
  3. Mentaqarrubkan atau mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan amal perbuatan yang baik dan diridhai olehNya.
Jadi kalau yang digunakan menurut bagian (a) yakni yang pertama, maka benarlah bahwa zurriyah Nabi s.a.w. itulah yang dimaksudkan, sebagaimana juga tertera dalam hadits di bawah ini, yaitu no.345. Namun demikian, kalau ada yang mengatakan bahwa golongan mereka itu adalah manusia suci dari dosa, ataupun sudah pasti masuk syurga, atau pada akhir hayatnya pasti memperoleh husnul khatimah atau lain-lain yang bukan-bukan, maka sama sekali tidak dapat diterima, sebab, memang tidak ada keterangan dalam al-Quran atau hadits yang terjamin kebenarannya, sebab suci atau terjaga dari dosa (ma'shum minadz-dzunub) hanyalah para Nabi 'alaihimush shalatu wassalam, sedangkan masuk syurga ataupun memperoleh husnul khatimah adalah semata-mata di dalam ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesudah kita meninjau salah satu kitab tafsir yang ditulis oleh angkatan tua, kini marilah kita meneliti apa yang ditulis oleh salah seorang ahli tafsir dari angkatan sekarang atau dalam abad kita ini, yaitu seorang Sayyid juga yang bernama Sayid Quthb dalam kitabnya yang bernama Fi-Zhilalil Quran yang artinya "Di bawah naungan al-Quran." Keringkasan dari uraian beliau itu adalah sebagai berikut: "Dalam menyampaikan agama Allah yakni Agama Islam kepada umatnya yang dimulainya dengan golongan kaum Quraisy, Nabi s.a.w. mendapat banyak tantangan dan permusuhan, beliau s.a.w. disakiti dan lain-lain. Padahal yang melakukan penganiayaan sedemikian itu adalah kaumnya sendiri, kaum Quraisy yang terdiri dari berbagai bathn atau perkampungan, padahal dalam setiap bathn dari golongan kaum Quraisy itu beliau pasti mempunyai ikatan kekeluargaan. Jadi yang diharapkan oleh beliau s.a.w. hendaklah mempunyai rasa kasih sayang sebab toh juga masih ada ikatan kekeluargaan yakni Alqurbaa. Sayid Quthb tidak memberikan ulasan selain yang diringkaskan di atas itu. Wallahu A'lam bish-shawaab.

345. Dari Yazid bin Hayan, katanya: "Saya berangkat bersama Hushain bin Sabrah dan Umar bin Muslim ke tempat Zaid bin Arqam r.a. Ketika kita sudah duduk-duduk di dekatnya, lalu Hushain berkata padanya: "Hai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak sekali. Engkau dapat kesempatan melihat Rasulullah s.a.w., mendengarkan Hadisnya, berperang besertanya dan juga bershalat di belakangnya. Sungguh-sungguh engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak sekali. Cobalah beritahukan kepada kita apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah s.a.w. Zaid lalu berkata: "Hai anak saudaraku, demi Allah, sungguh usiaku ini telah tua dan janji kematianku hampi tiba, juga saya sudah lupa akan sebagian apa yang telah pernah saya ingat dari Rasulullah s.a.w. Maka dari itu, apa yang saya beritahukan kepadamu semua, maka terimalah itu, sedang apa yang tidak saya beritahukan, hendaklah engkau semua jangan memaksa-maksakan padaku untuk saya terangkan." Selanjutnya ia berkata: "Rasulullah s.a.w. pernah berdiri berkhutbah di suatu tempat berair yang disebut Khum, terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau s.a.w. lalu bertahmid kepada Allah serta memujiNya, lalu menasihati dan memberikan peringatan, kemudian bersabda: "Amma Ba'du, ingatlah wahai sekalian manusia, sesungguhnya saya ini adalah seorang manusia, hampir sekali saya didatangi oleh utusan Tuhanku -yakni malaikatul maut-, kemudian saya harus mengabulkan kehendakNya -yakni diwafatkan. Saya meninggalkan untukmu semua dua benda berat -agung- yaitu pertama Kitabullah yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Maka ambillah amalkanlah -dengan berpedoman kepada Kitabullah itu dan peganglah ia erat-erat." Jadi Rasulullah s.a.w. memerintahkan untuk berpegang teguh serta mencintai benar-benar kepada kitabullah itu. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Dan juga ahli baitku. Saya memperingatkan kepadamu semua untuk bertaqwa kepada Allah dalam memuliakan ahli baitku, sekali lagi saya memperingatkan kepadamu semua untuk bertaqwa kepada Allah dalam memuliakan ahli baitku." Hushain lalu berkata kepada Zaid: "Siapakah ahli baitnya itu, hai Zaid. Bukankah istri-istrinya itu termasuk dari golongan ahli baitnya?" Zaid menjawab: "Ahli baitnya Rasulullah s.a.w. ialah Ahli keluarga keturunan -Ali, Alu Aqil, Alu Ja'far dan Alu Abbas-." Hushain mengatakan: "Semua orang dari golongan mereka ini diharamkan menerima sedekah." Zaid berkata: "Ya, benar." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: "Ingatlah dan sesungguhnya saya meninggalkan kepadamu semua dua benda berat -agung-, pertama ialah Kitabullah. Itu adalah tali agama Allah. Barangsiapa yang mengikutinya ia dapat memperoleh petunjuk, sedang barangsiapa yang meninggalkan -mengabaikan- padanya, ia akan berada dalam kesesatan." Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Abu Bakar as-Shiddiq r.a. dalam sebuah hadits mauquf 'alaih, bahwasanya dia berkata: "Intailah Muhammad s.a.w. dalam ahli baitnya." (Riwayat Bukhari) Maknanya Urqubuhu ialah jagalah dan hormati serta memuliakanlah ia, dengan menghormati serta memuliakan ahli baitnya Rasulullah s.a.w. itu. Wallahu a'lam.

Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar Isi