Allah Ta'ala
berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad dalam membela agama Kami, maka pasti
akan Kami tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya Allah itu
beserta orang-orang yang berbuat kebaikan." (al-Ankabut: 69)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datanglah keyakinan -kematian-
itu padamu." (al-Hijr: 99)
Lagi Allah Ta'ala
berfirman: "Dan ingatlah akan nama Tuhanmu serta beribadahlah kepada-Nya dengan
sepenuh hati," yakni hentikanlah segala pemikiran yang lain, sehingga
semata-mata hanya menghadap kepadaNya." (al-Muzzammil: 8)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu,
iapun pasti akan mengetahuinya." (az-Zalzalah: 7)
Juga Allah Ta'ala
berfirman: "Dan apa saja -perbuatan baik- yang engkau sekalian berikan
-persiapkan- untuk dirimu sendiri, nanti pasti akan engkau sekalian dapati di
sisi Allah, keadaannya adalah lebih baik dan lebih besar pahalanya dan mohonlah
pengampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi
Penyayang." (al-Muzzammil: 20)
Lagi firman Allah
Ta'ala: "Dan apa saja kebaikan yang engkau sekalian kerjakan, maka sesungguhnya
Allah itu Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 215)
Ayat-ayat dalam bab
ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:
95. Pertama: Dari
Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah
Ta'ala berfirman -dalam hadits qudsi : "Barangsiapa memusuhi kekasihKu, maka Aku
memberitahukan padanya bahwa ia akan Kuperangi -Kumusuhi. Dan tidaklah seorang
hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat Kucintai lebih daripada
apabila ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya. Dan tidaklah seorang
hambaKu itu mendekatkan padaKu dan melakukan hal-hal yang sunnah sehingga
akhirnya Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah yang
sebagai telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, Akulah matanya yang ia
gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang ia gunakan untuk mengambil dan
Akulah kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Andaikata ia meminta sesuatu
padaKu, pastilah Kuberi dan andaikata memohonkan perlindungan padaKu, pastilah
Kulindungi." (Riwayat Bukhari) Makna lafaz Aadzantuhu, artinya: "Aku (Tuhan)
memberitahukan kepadanya (yakni orang yang mengganggu kekasihKu itu) bahwa Aku
memerangi atau memusuhinya, sedang lafaz Ista'aadzanii, artinya "Ia memohonkan
perlindungan padaKu. Ada yang meriwayatkan dengan ba', lalu berbunyi Ista'aadza
bii dan ada yang meriwayatkan dengan nun, lalu berbunyi Ista'aadzanii.
Keterangan:
Yang perlu kita
resapkan dalam hadits ini ialah:
-
Di atas itu, Hadis Qudsi namanya.
-
Kekasih Allah ialah orang yang amat taqwa kepadaNya dan orang yang memusuhi kekasih Allah ini pasti akan rusak binasa sebab dimusuhi oleh Allah.
-
Jadi bila hendak mendekat pada Allah, lebih dulu penuhilah kewajiban-kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah pada kita itu,
-
Maka kalau orang itu sudah benar-benar dekat pada Allah semua pendengarannya, penglihatannya, pengambilannya dan perjalanannya selalu diberi petunjuk oleh Allah sehingga cahaya Tuhan selalu ada di kanan kirinya.
96. Kedua: Dari
Anas r.a. dari Nabi s.a.w. dalam sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya
'Azzawajalla, firmanNya -ini juga hadits Qudsi : "Jikalau seorang hamba itu
mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia
mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu
mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas-gegas."
(Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Hadis yang
tercantum di atas itu adalah sebagai perumpamaan belaka, baik bagi Allah atau
bagi hambaNya. Jadi maksudnya ialah barangsiapa yang mengerjakan ketaatan kepada
Allah sekalipun sedikit, maka Allah akan menerima serta memperlipat-gandakan
pahalanya, juga pelakunya itu diberi kemuliaan olehNya selama di dunia sampai di
akhirat. Makin besar dan banyak ketaalannya, makin pula besar dan
bertambah-tambah pahalanya. Manakala cara melakukan ketaatan itu dengan
perlahan-lahan, Allah bukannya memperlahan atau memperlambatkan pahalanya,
tetapi bahkan dengan segera dinilai pahalanya itu dengan penilaian yang luar
biasa tingginya. Demikianlah tujuan dan makna yang tersirat dalam isi hadits
tersebut. Wallahu A'lam bish-shawaab.
97. Ketiga: Dari
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua
macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebagian besar manusia
yaitu kesehatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Lafaz Maghbuun
dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, yaitu membeli sesuatu dengan
harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan berlipat-lipat dari
yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli seratus rupiah,
tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban itu dapat berarti
menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya, misalnya sesuatu
itu dapat dijual dengan harga lima puluh rupiah, tetapi hanya dijual dengan
harga lima rupiah saja. Orang mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi
berakal oleh Rasulullah s.a.w. diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesehatan
tubuh dan kelapangan waktu yakni waktu tidak ada pekerjaan apa-apa yang
diumpamakan sebagai pokok harta atau kapital untuk berdagang itu, sedang
ketaatan kepada Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan. Namun
demikian sebagian besar umat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki
dua macam kapital dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu,
padahal sudah jelas pokok kapitalnya ialah kesehatan dan kelapangan waktu dan
yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang
akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada Allah
itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula
yang menyebabkan akan dapat memperoleh laba yang besar sekali di sisi Allah dan
yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh
sebagian besar umat manusia sewaktu mereka hidup di dunia ini. Barulah orang itu
mengerti besarnya kenikmatan sehat dan lapang waktu itu, apabila telah sakit dan
banyak kesibukan, sehingga banyak kewajiban-kewajiban terhadap agama menjadi
kocar-kacir dan terbengkalai atau sama sekali ditinggalkan. Semoga kita semua
dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.
98. Keempat: Dari
Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. berdiri untuk beribadah
dari sebagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya
(Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah,
sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan
yang kemudian?" Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah aku tidak senang untuk
menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?" (Muttafaq 'alaih) Ini adalah
menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab
shahih -Bukhari dan Muslim- dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.
Keterangan:
Dalam mengulas apa
yang dikatakan oleh Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha bahwa Rasuiullah s.a.w. itu
sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu atau
belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan uraiannya sebagai
berikut: "Sebenarnya tiada seorangpun yang dalam hatinya terlintas suatu
persangkaan bahwa dosa-dosa yang diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah
diampuni yakni mengenai diri Nabi s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan
yang biasa kita jalankan ini, baik yang dengan sengaja atau cara apapun. Itu
sama sekali tidak, sebab Rasulullah s.a.w., juga semua Nabiyullah 'alaihimus
shalatu wassalam itu adalah terpelihara dan terjaga dari semua kemaksiatan dan
dengan sendirinya tidak ada dosanya sama sekali (ma'shum minadzdzunub). Semoga
kita semua dilindungi oleh Allah dari memiliki persangkaan yang jelas salahnya
sebagaimana di atas. Jadi tujuannya hanyalah sebagai mempertunjukkan kepada
seluruh umat, betapa besarnya kewajiban setiap manusia, yang di dalamnya
termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w. untuk memaha agungkan, memaha besarkan
kepadaNya serta senantiasa mensyukuri kenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa
yang dilakukan oleh manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa
yang diamalkannya itu, masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan
kenikmatan yang dilimpahkan oleh Nya kepada manusia tersebut. Maka dari itu
hak-hak Allah yang wajib kita penuhi sebagai imbalan karuniaNya itu, masih belum
sesuai dengan amalan baik yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah
amat banyak sekali. Jadi lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya,
maka memerlukan adanya pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan
sebagaimana halnya Rasulullah Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus
shalatu wassalam itu."
99. Kelima: Dari
Aisyah radhiallahu 'anha juga bahwasanya ia berkata: "Rasulullah itu apabila
masuk hari sepuluh -diakhir bulan Ramadhan-, maka ia menghidup-hidupkan malamnya
dan membangunkan istrinya dan bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat
pinggangnya." Yang dimaksudkan ialah: Hari sepuluh artinya sepuluh hari yang
terakhir dari bulan Ramadhan -jadiantara tanggal 21 Ramadhan sampai habisnya
bulan itu. Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya maksudnya sebagai sindiran
menyendiri dari kaum wanita - yakni tidak berkumpul dengan istri-istrinya, ada
pula yang memberi pengertian bahwa maksudnya itu ialah amat giat untuk
beribadah. Dikatakan: Saya rnengeraskan ikat pinggangku untuk perkara ini,
artinya: Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan menghabiskan segala waktu
untuk merampungkannya.
100. Keenam: Dari
Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min yang kuat
adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang
lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan. Berlombalah untuk
memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena oleh sesuatu
musibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya mengerjakan begini,
tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi berkatalah: "Ini adalah takdir
Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya," sebab
sesungguhnya ucapan "andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat
Muslim)
101. Ketujuh: Dari
Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ditutupilah
-dinaungi- neraka dengan berbagai kesyahwatan -keinginan- dan ditutupilah
-dinaungi- syurga itu dengan berbagai hal yang tidak disenangi." (Muttafaq
'alaih).
Dalam sebuah
riwayat, dari Muslim disebutkan dengan menggunakan kata huffat sebagai ganti
kata hujibat, sedang artinya adalah sama, yaitu bahwa antara seorang dengan
neraka (atau syurga) itu ada tabirnya, maka jikalau tabir ini dilakukannya,
tentulah ia masuk ke dalamnya.
102. Kedelapan:
Dari Abu Abdillah, yaitu Hudzaifah bin al-Yaman al-Anshari yang terkenal sebagai
penyimpan rahasia Rasullah s.a.w., radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya bershalat
beserta Nabi s.a.w. pada suatu malam maka beliau membuka -dalam rakaat pertama-
dengan surat al-Baqarah. Saya berkata: "Beliau ruku' pada ayat keseratus,
kemudian berlalulah." Saya berkata: "Beliau bershalat dengan bacaan tadi itu
dalam satu rakaat, kemudian berlalu." Selanjutnya saya berkata: "Beliau ruku'
dengan bacaan di atas itu, kemudian membuka -dalam rakaat kedua - dengan surat
an-Nisa' lalu membacanya, kemudian membuka lagi -sebagai lanjutannya- surat ali
Imran, kemudian membacanya. Beliau s.a.w. membacanya itu dengan rapi sekali
-tidak tergesa-gesa- jikalau melalui ayat yang di dalamnya mengandung
pentasbihan -memahasucikan- beliaupun mengucapkan tasbih, jikalau melalui ayat
yang mengandung suatu permohonan, beliaupun memohon, jikalau melalui ayat yang
menyatakan berta'awwudz -mohon perlindungan kepada Allah dari sesuatu yang tidak
baik, beliaupun berta'awwudz -mohon perlindungan. Kemudian beliau s.a.w. ruku'
dan di situ beliau mengucapkan: Subhana rabbiyal 'azhim. Ruku'nya adalah
seumpama saja dengan berdirinya -yakni perihal lamanya hampir sama-, selanjutnya
beliau mengucapkan: Sami'allahuliman hamidah. Rabbana lakal hamd, lalu berdiri
dengan berdiri yang lama mendekati ruku'nya tadi. Seterusnya beliau bersujud
lalu mengucapkan: Subhana rabbial a'la, maka -lama waktu- sujudnya itu mendekati
pula akan berdirinya." (Riwayat Muslim)
103. Kesembilan:
Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya bershalat beserta Rasulullah s.a.w. pada
suatu malam, maka beliau memperpanjangkan berdirinya, sehingga saya bersengaja
-berniat- untuk melakukan sesuatu yang tidak baik." Ia ditanya: "Dan apakah hal
yang tidak baik yang engkau sengajakan itu?" Ibnu Mas'ud r.a. menjawab: "Saya
bersengaja -berniat- hendak duduk saja dan meninggalkan beliau -tidak terus
berma'mum padanya." (Muttafaq 'alaih)
104. Kesepuluh:
Dari Anas r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Mengikuti kepada seorang mayit
itu tiga hal, yaitu keluarganya, hartanya serta amalnya. Kemudian kembalilah
yang dua macam dan tertinggallah yang satu. Kembalilah keluarga serta hartanya
dan tertinggallah amalnya." (Muttafaq 'alaih)
105. Kesebelas:
Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Syurga itu lebih dekat
pada seorang diantara engkau sekalian daripada ikat terompah -sandal-nya
-sandalnya-, nerakapun demikian pula." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Maksud hadits di
atas itu ialah bahwa untuk mencapai syurga atau neraka itu mudah sekali. Jika
seorang ingin mendapatkan syurga tentulah wajib mempunyai kesengajaan -niat dan
usaha- yang benar, melakukan ketaatan dan kebaktian kepada Tuhan, melaksanakan
semua perintah dan menjauhi semua laranganNya, tetapi jika ingin memasuki neraka
-semoga kita dilindungi Allah dari siksa neraka itu, tentulah dengan jalan
mengikuti apa saja yang menjadi kehendak hawa nafsu, menuruti kemauan syaitan
dan melakukan apa saja yang berupa kemaksiatan dan kemungkaran.
106. Keduabelas:
Dari Abu Firas yaitu Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami, pelayan Rasulullah s.a.w. dan
ia termasuk pula dalam golongan ahlussuffah -yakni kaum fakir miskin- r.a.
katanya: "Saya bermalam beserta Rasulullah s.a.w., kemudian saya mendatangkan
untuknya dengan air wudhu'nya serta hajatnya -maksudnya pakaian dan lain-lain.
Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Memintalah padaku!" Saya berkata: "Saya
meminta kepada Tuan untuk menjadi kawan Tuan di dalam syurga." Beliau s.a.w.
bersabda lagi: "Apakah tidak ada yang selain itu?" Saya menjawab: "Sudah, itu
sajalah." Beliau lalu bersabda: "Kalau begitu tolonglah aku -untuk melaksanakan
permintaanmu itu- dengan memaksa dirimu sendiri untuk memperbanyak bersujud
-maksudnya engkaupun harus pula berusaha untuk terlaksananya permintaan tersebut
dengan jalan memperbanyak menyembah Allah -dengan shalat-." (Riwayat Muslim)
107. Ketigabelas:
Dari Abu Abdillah, juga dikatakan dengan nama Abu Abdir Rahman yaitu Tsauban,
hamba sahaya Rasulullah s.a.w. r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Hendaklah engkau memperbanyak bersujud, sebab sesungguhnya engkau
tidaklah bersujud kepada Allah sekali sujud, melainkan dengannya itu Allah
mengangkatmu satu derajat dan dengannya pula Allah menghapuskan satu kesalahan
dari dirimu." (Riwayat Muslim)
108. Keempatbelas:
Dari Abu Shafwan yaitu Abdullah bin Busr al-Aslami r.a., katanya: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Sebaik-baik manusia ialah orang yang panjang usianya dan baik
kelakuannya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah
Hadis hasan.
109. Kelimabelas:
Dari Anas r.a., katanya: "Pamanku, yaitu Anas bin an-Nadhr r.a. tidak mengikuti
peperangan Badar, kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya tidak mengikuti
pertama-tama peperangan yang Tuan lakukan untuk memerangi kaum musyrikin.
Jikalau Allah mempersaksikan saya -menakdirkan saya ikut menyaksikan dan
berperang- dalam memerangi kaum musyrikin -pada waktu yang akan datang-,
sesungguhnya Allah akan memperlihatkan apa yang akan saya perbuat. Ketika pada
hari peperangan Uhud, kaum Muslimin menderita kekalahan, lalu Anas -bin
an-Nadhr- itu berkata: "Ya Allah, saya mohon keuzuran -pengampunan- padaMu
daripada apa yang dilakukan oleh mereka itu -yang dimaksudkan ialah
kawan-kawannya karena meninggalkan tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh Nabi
s.a.w.- juga saya berlepas diri -maksudnya tidak ikut campur tangan- padaMu
daripada apa yang dilakukan oleh mereka -yang dimaksudkan ialah kaum musyrikin
yang memerangi kaum Muslimin. Selanjutnya iapun majulah, lalu Sa'ad bin Mu'az
menemuinya. Anas bin an-Nadhr berkata: "Hai Sa'ad bin Mu'az, marilah menuju
syurga. Demi Tuhan yang menguasai Ka'bah (Baitullah), sesungguhnya saya dapat
menemukan bau harum syurga itu dari tempat di dekat Uhud." Sa'ad berkata: "Saya
sendiri tidak sanggup melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Anas itu, ya
Rasulullah." Anas -yang merawikan Hadis ini yakni Anas bin Malik kemanakan Anas
bin an-Nadhr- berkata; "Maka kami dapat menemukan dalam tubuh Anas bin an-Nadhr
itu delapan puluh buah lebih pukulan pedang ataupun tusukan tombak ataupun
lemparan panah. Kita menemukannya telah terbunuh dan kaum musyrikin telah pula
mencabik-cabiknya. Oleh sebab itu seorangpun tidak dapat mengenalnya lagi,
melainkan saudara perempuannya saja, karena mengenal jari-jarinya." Anas -perawi
hadits ini- berkata: "Kita sekalian mengira atau menyangka bahwasanya ayat ini
turun untuk menguraikan hal Anas bin an-Nadhr itu atau orang-orang yang seperti
dirinya, yaitu ayat -yang artinya-: "Di antara kaum mu'minin itu ada beberapa
orang yang menepati apa yang dijanjikan olehnya kepada Allah," sampai seterusnya
ayat tersebut. (Muttafaq 'alaih) Lafaz Layuriannallah, diriwayatkan dengan
dhammahnya ya' dan kasrahnya ra', artinya: Sesungguhnya Allah akan
memperlihatkan yang sedemikian itu -apa-apa yang dilakukannya- kepada orang
banyak. Diriwayatkan pula dengan fathah keduanya -ya' dan ra'nya- dan maknanya
sudah jelas -yaitu: Sesungguhnya Allah akan melihat apa-apa yang dilakukan
olehnya. Jadi membacanya ialah: Layara-yannallah. Wallahu 'alam.
Keterangan:
Anas bin an-Nadhr
r.a. mengatakan kepada Rasulullah s.a.w. bahwa dalam peperangan yang pertama
yakni perang Badar tidak ikut, kemudian dalam peperangan kedua, yakni perang
Uhud ikut menyertai pasukan umat Islam melawan kaum kafirin dan musyrikin.
Kemudian ia berkata di hadapan Rasulullah s.a.w. sebagai janjinya, andaikata ia
mengikuti, niscaya Allah akan menampakkan apa yang hendak dilakukan olehnya atau
Allah pasti mengetahui apa yang hendak diperbuatnya. Ia mengatakan sebagaimana
di atas itu setelah selesai perang Badar dan belum lagi terjadi perang Uhud.
Yang hendak diperbincangkan di sini ialah mengenai kata-kata Anas tersebut
berbunyi Maa ashna-'u, artinya: Apa-apa yang akan saya lakukan. Mengapa ia tidak
berkata saja: Aku akan bertempur mati-matian sampai titik darah yang
penghabisan, sebagaimana yang biasa dikatakan oleh orang-orang di zaman kita
sekarang ini. Nah, inilah yang perlu kita bahas sekedarnya. Al-lmam al-Qurthubi
dalam mengupas kata-kata Anas r.a. yaitu Maa ashna-'u itu menjelaskan demikian:
Ucapan Sayidina Anas r.a., juga sekalian para sahabat Rasulullah s.a.w. selalu
mengandung makna yang dalam. Anas r.a. misalnya, dalam menyatakan janjinya akan
mengikuti peperangan bila nanti terjadi peperangan lagi dengan hanya mengatakan:
Maa ashna-'u, itu mempunyai kandungan bermacam-macam, umpamanya:
-
Ia tidak memiliki sifat kesombongan dan ketakaburan dan oleh sebab itu tidak mengatakan bahwa ia akan berjuang mati-matian sampai hilangnya jiwa yang dimilikinya dan amat berharga itu. Orang yang sombong itu umumnya tidak menepati janji yang diucapkan. Kadang-kadang baru melihat musuh sudah lari terbirit-birit atau sebelum melihatnya saja sudah tidak tampak hidungnya.
-
Anas r.a. sengaja memperkokohkan ucapannya sendiri dan benar-benar dipenuhi. Diri dan jiwanya akan betul-betul dikurbankan untuk meluhurkan kalimat Allah yakni agama Islam dengan jalan melawan musuh yang sengaja menyerbu negara dan hendak melenyapkan agama yang diyakini kebenarannya itu.
-
Ia hendak berusaha keras memenangkan peperangan dan mencurahkan segala daya dan kekuatannya tanpa ada ketakutan sedikitpun akan tibanya ajal, sebab setiap manusia pasti mengalami kematian, hanya waktunya yang berbeda-beda.
-
Ia takut kalau-kalau apa yang hendak dilakukan nanti itu belum memadai apa yang diucapkan, sebab mengingat bahwa segala gerakan hati dapat saja diubah-ubah oleh Allah Ta'ala. Mungkin hari ini putih, tetapi besoknya sudah menjadi hitam. Itulah yang dikuatirkan olehnya, sehingga semangatnya yang asalnya menyala-nyala, tiba-tiba mengendur tanpa disadari. Selanjutnya setelah terjadi perang Uhud ia menunjukkan perjuangan yang sebenar-benarnya, sampai-sampai terciumlah olehnya bau-bauan dari syurga dan akhirnya ia gugur sebagai pahlawan syahid fisabilillah. Untuk menegaskan janji Anas r.a. inilah Allah Ta'ala berfirman dalam al-Quran: Artinya: "Di kalangan kaum mu'minin itu ada beberapa orang (seperti sahabat Anas) yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah dan sungguh-sungguh memenuhi janjinya itu. Diantara mereka ada yang menemui ajalnya -sebagai pahlawan syahid- dan ada juga yang masih menanti-nantikan -yakni ingin mendapatkan kematian syahid dan oleh sebab itu tidak mundur setapakpun menghadapi musuh. Itulah orang-orang mu'min yang tidak berubah pendiriannya sedikitpun." (al- Ahzab: 23)
110. Keenambelas:
Dari Abu Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Anshari al-Badri r.a., katanya: "Ketika
ayat sedekah turun, maka kita semua mengangkat sesuatu di atas punggung-punggung
kita -untuk memperoleh upah dari hasil mengangkatnya itu untuk disedekahkan.
Kemudian datanglah seorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak benar
jumlahnya. Orang-orang sama berkata: "Orang itu adalah sengaja berpamer saja
-memperlihatkan amalannya kepada sesama manusia dan tidak karena Allah Ta'ala
melakukannya. Ada pula orang lain yang datang kemudian bersedekah dengan barang
sesha' -dari kurma. Orang-orang sama berkata: "Sebenarnya Allah pastilah tidak
memerlukan makanan sesha'nya orang ini." Selanjutnya turun pulalah ayat -yang
artinya: "Orang-orang yang mencela kaum mu'minin yang memberikan sedekah dengan
sukarela dan pula mencela orang-orang yang tidak mendapatkan melainkan menurut
kadar kekuatan dirinya," dan seterusnya ayat itu -yakni firmanNya: "Lalu mereka
memperolok-olokkan mereka. Allah akan memperolok-olokkan para pencela itu dan
mereka yang berbuat sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih."
(at-Taubah: 79) (Muttafaq 'alaih) Nuhamilu dengan dhammahnya nun dan menggunakan
ha' muhmalah, artinya ialah setiap orang dari kita sekalian mengangkat di atas
punggung masing-masing dengan memperoleh upah dan upah itulah yang
disedekahkannya.
111. Ketujuhbelas:
Dari Said bin Abdul Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khawlani dari
Abu Zar, yaitu Jundub bin Junadah r.a. dari Nabi s.a.w., dalam sesuatu -hadits-
yang diriwayatkan dari Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahwasanya Allah berfirman -ini
adalah hadits Qudsi: "Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan pada
diriku sendiri akan menganiaya -berbuat zhalim- dan menganiaya -perbuatan
zhalim- itu Kujadikan haram diantara engkau sekalian. Maka dari itu, janganlah
engkau sekalian saling menganiaya. Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu
tersesat, kecuali orang yang Kuberi petunjuk. Maka itu mohonlah petunjuk padaKu,
engkau semua tentu Kuberi petunjuk itu. Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu
lapar, kecuali orang yang Kuberi makan. Maka mohonlah makan padaKu, engkau semua
tentu Kuberi makanan itu. Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu telanjang,
kecuali orang yang Kuberi pakaian. Maka mohonlah pakaian padaKu, engkau semua
tentu Kuberi pakaian itu. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu
berbuat kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku inilah yang mengampunkan
segala dosa. Maka mohon ampunlah padaKu, pasti engkau semua Kuampuni. Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu tidak dapat membahayakan Aku. Maka
andaikata dapat, tentu engkau semua akan membahayakan Aku. Lagi pula engkau
semua itu tidak dapat memberikan kemanfaatan padaKu. Maka andaikata dapat, tentu
engkau semua akan memberikan kemanfaatan itu padaKu. Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula -awal diciptakan- hingga yang paling
akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu
seperti hati seorang yang paling taqwa dari antara engkau semua, hal itu tidak
akan menambah keagungan sedikitpun pada kerajaanKu. Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula -awal diciptakan- hingga yang paling
akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu
seperti hati seorang yang paling curang dari antara engkau semua, hal itu tidak
akan dapat mengurangi keagungan sedikitpun pada kerajaanKu. Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula -awal diciptakan- hingga yang paling
akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama berdiri di suatu
tempat yang tinggi di atas bumi, lalu tiap seorang meminta sesuatu padaKu dan
tiap-tiap satu Kuberi menurut permintaannya masing-masing, hal itu tidak akan
mengurangi apa yang menjadi milikKu, melainkan hanya seperti jarum bila
dimasukkan ke dalam laut -jadi berkurangnya hanyalah seperti air yang melekat
pada jarum tadi. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya semua itu adalah
amalan-amalanmu sendiri. Aku menghitungnya bagimu lalu Aku memberikan
balasannya. Maka barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji kepada
Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, hendaklah jangan menyesali
kecuali pada dirinya sendiri." Said berkata: "Abu Idris itu apabila menceritakan
hadits ini, ia duduk di atas kedua lututnya." (Riwayat Muslim) Kami juga
meriwayatkannya dari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan ia berkata: "Tidak
sebuahpun hadits bagi ahli Syam yang lebih mulia dari hadits ini."
Keterangan:
Hadis yang
diriwayatkan oleh Nabi s.a.w. dan berasal dari Allah semacam hadits di atas ini
juga hadits no.11 dan no.95 disebut hadits Qudsi (suci). Bedanya dengan al-Quran
ialah kalau al-Quran merupakan mu'jizat sedang hadits Qudsi tidak. Lagi pula
hanya melulu membaca saja pada al-Quran itu sudah merupakan ibadah. Yang penting
kita perhatikan ialah:
-
Menganiaya itu adalah benar-benar besar dosanya dan doanya orang yang dianiaya itu tidak akan ditolak oleh Allah yakni pasti dikabulkan sebagaimana sabda Nabi s.a.w.: "Takutlah pada doanya orang yang dianiaya, sekalipun ia itu kaf'ir karena sesungguhnya saja tidak ada tabir yang menutup antara doa orang itu dengan Allah."
-
Semua dosa itu dapat diampuni oleh Allah asal kita mohon ampun serta bertaubat kecuali syirik (menyekutukan Allah), sebagaimana dalam al-Quran disebutkan: "Sesungguhnya Allah tidak suka mengampuni kalau Dia disekutukan dengan selainNya dan Dia suka mengampuni yang selain itu pada orang yang dikehendaki olehNya."
-
Kalau kita taat pada Allah, melakukan semua perintahNya, ini bukan berarti bahwa Allah butuh kita taati. Kita taat atau tidak bagi Allah tetap saja. Maka bukannya kalau kita taat, Allah tambah mulia atau kalau kita ingkar lalu Allah kurang kemuliaanNya. Itu sama sekali tidak. Hanya saja Allah menyediakan tempat kesenangan (syurga) bagi orang yang taat dan tempat siksa (neraka) bagi orang yang ingkar.
-
Orang yang amat taqwa yang dimaksudkan dalam hadits ini ialah Nabi Muhammad s.a.w. dan yang paling curang itu ialah syaitan (setan) sebab syaitan itu dahulunya bernama Izazil dan termasuk dalam golongan jin.
-
Begitu banyaknya air laut, kalau isinya hanya dikurangi oleh jarum yang melekat di situ, maka kekurangan itu tidak berarti sama sekali. Begitulah perumpamaannya andaikata Allah mengabulkan semua permohonan makhlukNya.
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar