Allah Ta'ala berfirman: "Tidaklah Kami turunkan al-Quran itu padamu -hai
Muhammad- agar engkau mendapat celaka." (Thaha: 1-2)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Allah menghendaki kemudahan
padamu semua dan tidak menghendaki kesukaran untukmu semua." (al-Baqarah: 185)
142. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w.
memasuki rumahnya dan di sisi Aisyah itu ada seorang wanita. Beliau s.a.w.
bertanya: "Siapakah ini?" Aisyah menjawab: "Ini adalah si Anu." Aisyah
menyebutkan perihal shalatnya wanita tadi -yang sangat luar biasa tekunnya.
Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan demikian, hendaklah engkau semua berbuat sesuai
dengan kekuatanmu semua saja. Sebab demi Allah, Allah itu tidak bosan -memberi
pahala- sehingga engkau semua bosan -melaksanakan amalan itu. Adalah cara
melakukan agama yang paling dicintai oleh Allah itu ialah apa-apa yang
dikekalkan melakukannya oleh orangnya itu -yakni tidak perlu banyak-banyak
asalkan langsung terus -kontinyu-." (Muttafaq 'alaih) Mah adalah kata
untuk melarang dan mencegah. Maknanya La yamallullahu, ialah Allah tidak bosan,
maksudnya bahwa Allah tidak akan memutuskan pahalanya padamu semua atau balasan
pada amalan-amalanmu itu ataupun memperlakukan engkau semua sebagai perlakuan
orang yang sudah bosan. Hatta tamallu artinya sehingga engkau semua yang bosan
lebih dulu, lalu amalan itu ditinggalkan. Oleh sebab itu seyogyanya engkau semua
mengambil amalan itu sekuat tenagamu saja yang sekiranya akan tetap langsung dan
kekal melakukannya agar pahalanya serta keutamaannya tetap atas dirimu
semua.
143. Dari Anas r.a., katanya: Ada tiga macam orang datang ke
rumah istri-istri Nabi s.a.w. menanyakan tentang hal bagaimana ibadahnya Nabi
s.a.w. Kemudian setelah mereka diberitahu lalu seolah-olah mereka menganggap
amat sedikit saja ibadah beliau. s.a.w. itu. Mereka lalu berkata: "Ah, di
manakah kita ini -maksudnya: Kita ini jauh perbedaannya kalau dibandingkan- dari
Nabi s.a.w. sedangkan beliau itu telah diampuni segala dosanya yang lampau dan
yang kemudian." Seorang dari mereka itu berkata: "Adapun saya ini, maka saya
bershalat semalam suntuk selama-lamanya." Yang lainnya berkata: "Adapun saya,
maka saya berpuasa sepanjang tahun dan tidak pernah saya berbuka." Yang seorang
lagi berkata: "Adapun saya, maka saya menjauhi para wanita, maka sayapun tidak
akan kawin selama-lamanya." Rasulullah s.a.w. kemudian mendatangi mereka lalu
bersabda: "Engkau semuakah yang mengatakan demikian, demikian? Wahai, demi
Allah, sesungguhnya saya ini adalah orang yang tertaqwa -paling bertaqwa-
diantara engkau semua kepada Allah dan tertakut -paling takut- kepadaNya, tetapi
saya juga berpuasa dan juga berbuka, sayapun bershalat tetapi juga tidur, juga
saya suka kawin dengan para wanita. Maka barangsiapa yang enggan pada cara
perjalananku -sunnahku-, maka ia bukanlah termasuk dalam golonganku." (Muttafaq
'alaih)
144. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Binasalah orang-orang yang memperdalam-dalamkan -berlebih-lebihan-." Beliau
s.a.w. menyabdakan ini sampai tiga kali banyaknya." (Riwayat Muslim)
Almutanathtbi'un yaitu orang-orang yang memperdalam-dalamkan serta
memperkeraskan sesuatu yang bukan pada tempatnya.
145. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Agama
itu mudah, tidaklah agama itu diperkeraskan oleh seorang melainkan agama itu
akan mengalahkannya -yakni orang yang memperkeras-keraskan itu sendiri yang
nantinya akan merasa tidak kuat meneruskannya. Maka dari itu, bersikap luruslah
engkau semua, lakukanlah yang sederhana saja -jikalau tidak kuasa melakukan yang
sesempurna-sempurnanya, bergembiralah -untuk memperoleh pahala, sekalipun
sedikit, juga mohonlah pertolongan dalam melakukan sesuatu amalan itu, baik di
waktu pergi pagi-pagi, sore-sore ataupun sebagian waktu malam." (Riwayat
Bukhari)
Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya disebutkan: "Berlaku
luruslah, lakukanlah yang sederhana, pergilah di waktu pagi, juga di waktu sore
serta sebagian di waktu malam. Berbuatlah sederhana, tentu engkau semua akan
sampai pula -pada tujuannya." Addin itu dirafa'kan karena merupakan
maf'ulnya fi'il yang tidak disebutkan fa'ilnya. Ada pula yang mengatakan bahwa
itu harus dinashabkan. Ada yang meriwayatkan dengan lafaz Lan yusyaddad dina
ahadun, artinya tidak seorangpun yang hendak memperkeraskan agama
tersebut.
Sabda Rasulullah s.a.w. Illa ghalalabahu, artinya
melainkan agama itu mengalahkannya, yakni bahwa agama tadi mengalahkan orang itu
dan dengan sendirinya orang yang memperkeras-keraskan sendiri itu akhirnya akan
lemah untuk menghadapi agama tersebut, sebab banyak jalan yang perlu
ditempuhnya.
Ghadwah ialah berpergian pada pagi hari dan
Rawhah pada sore hari, sedang Adduljah ialah pada akhir malam. Ini
semua adalah sebagai kata kiasan atau perumpamaan. Maksudnya ialah: Hendaklah
engkau semua memohonkan pertolongan untuk melakukan ketaatan kepada Allah
'Azzawajalla itu dengan melakukan berbagai amalan di waktu engkau semua
dalam keadaan bersemangat, serta hati dalam keadaan lapang, sehingga dengan
demikian engkau semua akan merasa lezat melakukan ibadah tadi dan tidak akan
merasa bosan, juga dengan itu apa yang dimaksudkan sudah pula tercapai. Ini
adalah sebagaimana seorang yang pandai berpergian, ia tentu berangkat dalam
keadaan semacam di atas itu dan ia beristirahat, baik dirinya maupun
kendaraannya dalam waktu sudah lelah ataupun hati kurang enak. Dengan demikian
dapat pula ia mencapai tujuannya tanpa kelelahan sama sekali. Wallahu a'lam.
146. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. masuk ke dalam
masjid, tiba-tiba tampak di situ ada seutas tali yang memanjang antara dua
tiang.[12]
Beliau s.a.w. bertanya: "Tali apakah ini?" Orang-orang menjawab:
"Ini adalah kepunyaan Zainab, jikalau ia sudah malas -lelah bershalat, ia
menggantung di situ." Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Lepaskan sajalah. Baiklah
seorang itu melakukan shalat di waktu ia sedang bersemangat, maka jikalau ia
telah merasa malas, baiklah ia tidur saja." (Muttafaq 'alaih)
147. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Jikalau seorang dari engkau semua mengantuk dan ia sedang bershalat,
maka baiklah ia tidur dulu, sehingga hilanglah kantuk tidurnya. Sebab
sesungguhnya seorang dari engkau semua itu jikalau bershalat sedang ia
mengantuk, maka ia tidak tahu, barangkali ia memulai memohonkan pengampunan
-kepada Allah, tetapi ia lalu mencaci maki dirinya sendiri." (Muttafaq
'alaih)
148. Dari Abu Abdillah, yaitu Jabir bin Samurah radhiallahu
'anhuma, katanya: "Saya pernah bershalat dengan Nabi s.a.w. beberapa shalatan,
maka keadaan shalat beliau s.a.w. itu adalah sedang dan khutbahnyapun sedang
pula." (Riwayat Muslim) Ucapan qashdan maksudnya antara panjang dan
pendek, yakni sederhana.
149. Dari Abu Juhaifah yaitu Wahab bin Abdullah r.a., katanya:
"Nabi s.a.w. mempersaudarakan antara Salman dan Abuddarda' -maksudnya keduanya
disuruh berjanji untuk berlaku sebagai saudara." Salman pada suatu ketika
berziarah ke Abuddarda', ia melihat Ummud Darda' -istri Abuddarda'- mengenakan
pakaian yang serba kusut -yakni tidak berhias sama sekali, Salman bertanya
padanya: "Mengapa saudari berkeadaan sedemikian ini?" Wanita itu menjawab:
"Saudaramu yaitu Abuddarda' itu sudah tidak ada hajatnya lagi pada keduniaan
-maksudnya: Sudah meninggalkan keduniaan, baik terhadap wanita atau lain-lain."
Dalam riwayat Addaraquthni lafaz Fiddunyaa, diganti dengan lafaz Fi
nisaid dunyaa, artinya tidak ada hajatnya lagi pada kaum wanita di dunia
ini. Sementara itu dalam riwayat Ibnu Khuzaimah ditambah pula dengan kata-kata
Yashuumun nahaar wa yaquumullail, artinya: Ia berpuasa pada siang harinya
dan terus shalat pada malam harinya." Abuddarda' lalu datang, kemudian ia
membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abuddarda' berkata kepada
Salman: "Makanlah, karena saya berpuasa." Salman menjawab: "Saya tidak akan suka
makan, sehingga engkaupun suka pula makan." Abuddarda' lalu makan. Setelah malam
tiba, Abuddarda' mulai bangun. Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ia tidur
lagi. Tidak lama kemudian bangun lagi dan Salman berkata pula: "Tidurlah!"
Kemudian setelah tiba akhir malam, Salman lalu berkata pada Abuddarda':
"Bangunlah sekarang!" Keduanya terus bershalat. Selanjutnya Salman lalu berkata:
"Sesungguhnya untuk Tuhanmu itu ada hak atas dirimu, untuk dirimu sendiri juga
ada hak atasmu, untuk keluargamupun ada hak atasmu. Maka berikanlah kepada
setiap yang berhak itu akan haknya masing-masing." Abuddarda' -paginya-
mendatangi Nabi s.a.w. kemudian menyebutkan peristiwa semalam itu, lalu Nabi
s.a.w. bersabda: "Salman benar ucapannya." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:Dengan berdasarkan hadits di atas, maka
syariat Agama Islam memerintahkan kepada kaum Musiimin agar antara seorang
dengan yang lainnya bersikap sebagaimana orang-orang yang bersaudara dan
semata-mata bukan karena ini atau itu, tetapi hanya untuk mengharapkan keridhaan
Tuhan, juga memerintahkan agar saling kunjung-mengunjungi karena Allah, demikian
pula bermalam di rumah saudara seagamanya karena Allah pula. Di samping itu
syariat membolehkan seorang lelaki bercakap-cakap dengan wanita lain yang bukan
mahramnya yakni ajnabiyah, bilamana betul-betul ada keperluan yang penting untuk
berbuat sedemikian itu. Selain itu dalam hadits itu pula terdapat anjuran yang
sungguh-sungguh agar antara seorang muslim dengan muslim lainnya, hendaknya
gemar nasihat-menasihati dengan cara yang baik, mengingatkan siapa yang lupa dan
lalai melaksanakan perintah Allah dan ada pula anjuran untuk gemar mengerjakan
shalat malam (shalatullail) dan lain-lain lagi.
150. Dari Abu Muhammad, yaitu Abdullah bin al-'Ash radhiallahu
'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. diberitahu bahwasanya saya berkata: Demi Allah,
sesungguhnya saya akan berpuasa pada pagi hari dan berdiri bershalat di waktu
malam -maksudnya setiap hari, siangnya berpuasa dan malamnya bershalat sunnah,
selama hidupku." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Apakah engkau yang berkata
sedemikian itu?" Saya menjawab kepadanya: "Sungguh saya berkata demikian itu,
bi-abi anta wa ummi -demi ayah dan ibuku-, ya Rasulullah."
Beliau.bersabda: "Sesungguhnya engkau tidak kuat melaksanakan itu, maka dari itu
berpuasalah, berbukalah, tidurlah dan juga berdirilah -bershalat malam. Dalam
sebulan itu berpuasalah tiga hari, sebab sesungguhnya kebaikan itu dibalas
dengan sepuluh kali lipatnya. Jadi tiga hari sebulan itu sama dengan berpuasa
setahun penuh." Saya berkata: "Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari
itu." Beliau s.a.w, bersabda: "Kalau begitu berpuasalah sehari dan berbukalah
dua hari." Saya berkata lagi: "Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari
itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu berpuasalah sehari dan berbukalah
sehari pula. Yang sedemikian itu adalah puasanya Nabi Dawud a.s. dan inilah
sesedang-sedangnya berpuasa." Dalam riwayat lain disebutkan: "Yang sedemikian
itu adalah seutama-utamanya berpuasa." Saya berkata pula: "Saya masih kuat
beramal yang lebih utama dari itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Tidak ada
yang lebih utama daripada puasa -seperti Nabi Dawud a.s. itu." Sebenamya
andaikata saya menerima saja tiga hari yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.
-pertama kali- itu adalah lebih kucintai daripada seluruh keluarga dan hartaku."
Dalam riwayat lain disebutkan demikian:
Nabi s.a.w. bersabda: "Bukankah saya telah diberitahu
bahwasanya engkau berpuasa pada siang hari dan bershalat sunnah setiap
malamnya?" Saya menjawab: "Benar, ya Rasulullah." Beliau lalu bersabda: "Jangan
mengerjakan seperti itu. Berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan bangunlah,
karena sesungguhnya untuk tubuhmu itu ada hak atas dirimu, kedua matamu pun ada
haknya atas dirimu, istrimu juga ada hak atasmu, untuk tamumu pun ada hak
atasmu. Sebenarnya sudah cukuplah jikalau untuk setiap bulan itu engkau berpuasa
sebanyak tiga hari saja, sebab sesungguhnya setiap kebaikan itu diberi pahala
dengan sepuluh kali lipatnya. Jadi berpuasa tiga hari setiap bulan itu sama
halnya dengan berpuasa setahun penuh." Saya -maksudnya Abdullah bin 'Amr bin
al-'Ash- mengeras-ngeraskan sendiri lalu diperkeraskanlah atas diriku. Saya
berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya masih mempunyai kekuatan untuk lebih
dari itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Kalau begitu berpuasalah seperti
puasanya Nabiyullah Dawud dan jangan engkau tambahkan lagi dari itu -yakni
sehari berpuasa dan sehari berbuka." Saya bertanya: "Bagaimanakah berpuasanya
Dawud a.s.?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ia berpuasa setengah tahun." Abdullah,
setelah tuanya berkata: "Alangkah baiknya jikalau dahulu saya terima saja
keringanan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w." Dalam riwayat lain lagi
disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Bukankah saya telah diberitahu bahwasanya
engkau berpuasa setahun penuh dan mengkhatamkan bacaan al-Quran sekali setiap
malam?" Saya menjawab: "Benar demikian ya Rasulullah dan saya tidak menghendaki
dengan amalan yang sedemikian itu melainkan mengharapkan kebaikan belaka."
Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Berpuasalah seperti puasanya Nabiyullah Dawud
a.s., sebab sesungguhnya ia adalah setaattaat manusia perihal ibadahnya. Selain
itu khatamkanlah bacaan al-Quran itu sekali dalam setiap bulan." Saya berkata:
"Ya Nabiyullah, saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu." Beliau
s.a.w. bersabda: "Kalau begitu khatamkanlah itu sekali setiap dua puluh hari."
Saya berkata: "Ya Nabiyullah, sebenarnya saya masih kuat yang lebih utama dari
itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu khatamkanlah itu sekali dalam setiap
sepuluh hari." Saya berkata: "Ya Nabiyullah, saya masih kuat beramal yang lebih
utama dari itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu, khatamkan sajalah
al-Quran itu sekali dalam seminggu dan jangan ditambah lagi -beratnya amalan
tadi- lebih dari itu." jadi saya memperberatkan diri sendiri lalu
diperberatkanlah amalan itu atas diriku. Nabi pada saat itu bersabda:
"Sesungguhnya engkau tidak tahu, barangkali engkau akan diberi usia yang
panjang." Maka jadilah saya sampai pada usia tua sebagaimana yang disabdakan
oleh Nabi s.a.w. Setelah saya berusia tua, saya ingin sekali kalau dahulunya
saya menerima saja keringanan yang diberikan oleh Nabiyullah s.a.w.
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya untuk anakmu pun
ada hak atas dirimu."
Juga dalam riwayat lain disebutkan: "Tidak dibenarkanlah
seorang yang berpuasa terus sepanjang tahun." Ini disabdakan oleh beliau s.a.w.
sampai tiga kali.
Selain itu dalam riwayat lain disebutkan demikian: "Puasa yang
amat tercinta di sisi Allah adalah puasanya Nabi Dawud, sedang shalat yang amat
tercinta di sisi Allah juga shalatnya Nabi Dawud. Ia tidur separuh malam, lalu
bangun -untuk bershalat malam- sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam
malam. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Ia tidak akan lari jikalau menemui
-berhadapan dengan- musuhnya.
Ada pula riwayat lain yang menyebutkan demikian: "Ia berkata:
Ayahku mengawinkan saya dengan seorang wanita yang memiliki keturunan baik. Ayah
membuat janji dengan menantunya -wanita itu- yakni istri anaknya, untuk
menanyakan pada wanita perihal keadaan suaminya. Setelah ditanya, istrinya itu
berkata: Sebaik-baik lelaki ialah suamiku itu, ia tidak pernah menginjak
hamparan kita dan tidak pernah memeriksa tabir kita -maksudnya tidak pernah
berkumpul untuk menyetubuhi istrinya- sejak kita datang padanya." Setelah
peristiwa itu berjalan lama, maka ayahnya memberitahukan hal tersebut kepada
Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda kepada ayahnya: "Pertemukanlah saya dengan
lelaki itu." Saya menemui Nabi s.a.w. sesudah diadukan oleh ayahku itu, beliau
s.a.w. bertanya: "Bagaimanakah caranya engkau berpuasa?" Saya menjawab: "Saya
berpuasa tiap hari." Beliau s.a.w. bertanya: "Bagaimanakah caranya engkau
mengkhatamkan al-Quran?" Saya menjawab: "Setiap malam saya khatamkan sekali."
Seterusnya orang itu menyebutkan sebagaimana cerita yang sebelumnya. Ia
menghabiskan sebagian bacaan al-Quran itu atas istrinya sebanyak sepertujuh
bagian, yang dibacanya itu dirampungkannya di waktu siang agar lebih ringan
untuk apa yang akan dibacanya di waktu malamnya. Jikalau ia hendak memperkuatkan
dirinya, ia berbuka selama beberapa hari dan dihitunglah jumlah hari berbukanya
itu kemudian berpuasa sebanyak hari di atas itu pula. Sebabnya ia melakukan
demikian, karena ia tidak senang kalau meninggalkan sesuatu sejak ia berpisah
dengan Nabi s.a.w.
Semua riwayat di atas adalah shahih, sebagian besar dari shahih
Bukhari dan shahih Muslim dan hanya sedikit saja yang tertera dalam salah satu
kedua kitab shahih itu -yakni Bukhari dan Muslim saja.
151. Dari Abu Rib'i yaitu Hanzhalah bin Arrabi' al-Usayyidi
al-Katib, salah seorang diantara juru tulisnya Rasulullah s.a.w..katanya: "Abu
Bakar bertemu denganku, lalu ia berkata: Bagaimanakah keadaanmu hai Hanzhalah."
Saya menjawab: "Hanzhalah takut pada dirinya sendiri kalau sampai menjadi
seorang munafik." Abu Bakar berkata lagi: "Subhanallah -sebagai tanda keheranan,
apakah yang kau ucapkan itu?" Saya menjawab: "Semula kita berada di sisi
Rasulullah s.a.w. Beliau mengingat-ingatkan kepada kita perihal syurga dan
neraka, seolah-olah keduanya itu benar-benar dapat dilihat -tampak di mata.
Tetapi setelah kita keluar dari sisi Rasulullah s.a.w., kita masih juga
bermain-main dengan istri-istri, anak-anak dan mengurus berbagai harta -untuk
kehidupan kita di dunia ini, sehingga dengan demikian, banyak yang kita lupakan
-tentang hal syurga dan neraka tadi." Abu Bakar lalu berkata: "Demi Allah,
sesungguhnya kami sendiripun pernah mengalami seperti yang kau alami itu."
Selanjutnya saya dan Abu Bakar berangkat bersama sampai masuk ke tempat
Rasulullah s.a.w. lalu saya berkata: "Hanzhalah takut pada dirinya sendiri kalau
sampai menjadi seorang munafik, ya Rasulullah." Rasulullah s.a.w. lalu bertanya:
"Mengapa demikian?" Saya menjawab: "Ya Rasulullah kita semula ada di sisi Tuan
dan Tuan mengingat-ingatkan kepada kita perihal neraka dan syurga seolah-olah
keduanya itu dapat dilihat oleh mata. Tetapi setelah kita keluar dari sisi Tuan,
kitapun masih juga bermain-main dengan istri-istri, anak-anak serta mengurus
pula berbagai harta, sehingga karena itu, banyak yang kita lupakan tentang
keduanya tadi." Setelah itu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku
ada didalam genggaman kekuasaanNya, jikalau engkau semua tetap sebagaimana hal
keadaanmu di sisiku dan juga senantiasa berdzikir -ingat kepada Allah,
sesungguhnya malaikat-malaikat itu menjabat tanganmu semua, baik ketika engkau
ada di hamparanmu -sedang tidur, juga ketika ada di jalananmu -sedang
berjalan-jalan. Tetapi, hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat -maksudnya sesaat untuk
melakukan peribadahan kepada Allah dan sesaat lagi untuk mengurus segala sesuatu
yang diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya, mencari sandang pangan dan
lain-lain." Ini disabdakan beliau s.a.w. tiga kali. (Riwayat Muslim)
152. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Pada suatu
ketika Nabi s.a.w. berkhutbah, tiba-tiba ada seorang lelaki yang berdiri lalu
beliau bertanya kepadanya -tentang nama dan perlunya berdiri. "Orang-orang -para
sahabat- sama berkata: "Dia adalah Abu Israil bernazar hendak berdiri di terik
matahari, tidak akan duduk-duduk, tidak akan bernaung, tidak akan berbicara dan
tetap akan berpuasa." Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Perintahkan padanya, supaya
ia suka berbicara, bernaung, duduk-duduk dan juga supaya ia meneruskan
puasanya." (Riwayat Bukhari)
Catatan
Kaki:
[12] Dua tiang yang dimaksudkan di sini ialah dari beberapa tiang yang ada di
masjid. Tujuan utama dalam hadits ini ialah anjuran yang penting sekali untuk
diperhatikan, yakni hendaknya kita melaksanakan agama Islam ini jangan melampaui
batas, khususnya dalam peribadahan, seperti shalat, puasa dan lain-lain yang
termasuk sunnah hukumnya. Jadi kita dilarang mempersangatkan diri sendiri
-mempersulit diri sendiri atau berlebih-lebihan-, sehingga membuat kita lelah
dan akhirnya malas. Juga terdapat suatu anjuran lain, yakni hendaklah dalam
mengerjakannya itu dengan penuh semangat dan bukan seenaknya saja.
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar