Sabtu, 16 Mei 2015

Bab 41. Keharamannya Berani -Durhaka- Kepada Orangtua Dan Memutuskan Ikatan Kekeluargaan

Allah Ta'ala berfirman: "Apakah barangkali andaikata engkau semua berkuasa, maka engkau semua akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan ikatan kekeluargaanmu semua. Orang-orang yang sedemikian itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, lalu Allah memekakkan pendengaran mereka dan membutakan penglihatan mereka." (Muhammad: 22-23)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan orang-orang yang merusak janji Allah sesudah teguhnya dan pula memutuskan apa-apa yang diperintah oleh Allah untuk dihubungkannya serta membuat kerusakan di bumi, maka mereka itulah yang mendapatkan kelaknatan dan akan memperoleh tempat kediaman yang buruk." (ar-Ra'ad: 25)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan kalau salah seorang diantara keduanya ada di sisimu sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan "cis" -yakni ucapan merendahkan-, dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada keduanya itu ucapan yang mulia -penuh kehormatan-.

"Dan turunkanlah sayap kerendahan -rendahkanlah dirimu- terhadap kedua orangtuamu itu dengan kasih sayang dan katakanlah: "Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orangtuaku itu sebagaimana keduanya mengasihi aku di kala aku masih kecil." (al-Isra': 23-24)

336. Dari Abu Bakrah yaitu Nufai' bin al-Harits r.a'., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua suka saya beritahukan perihal sebesar-besarnya dosa besar?" Beliau menyabdakan ini sampai tiga kali. Kita -para sahabat- menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. bersabda: "Menyekutukan kepada Allah dan berani kepada kedua orangtua." Semula beliau s.a.w. bersandar lalu duduk kemudian bersabda lagi: "Ingatlah, juga mengucapkan kedustaan serta bersaksi secara palsu -maksudnya sebagai saksi palsu dan berkata dusta saat menjadi saksi-." Beliau s.a.w. senantiasa mengulang-ulanginya kata-kata yang akhir ini, sehingga kita mengucapkan: "Alangkah baiknya, jikalau beliau diam berhenti mengucapkannya." (Muttafaq 'alaih)

337. Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w, bersabda: "Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan kepada Allah, berani kepada kedua orangtua, membunuh seseorang -tidak sesuai dengan haknya- serta bersumpah secara palsu." (Riwayat Bukhari) Alyaminul ghamus ialah sesuatu yang disumpahkan oleh seorang dengan dusta dan disengaja, dinamakan ghamus, sebab sumpah sedemikian itu menerjunkan orang yang bersumpah itu ke dalam dosa.

338. Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Termasuk dalam golongan dosa-dosa besar ialah jikalau seorang itu memaki-maki kedua orang tuanya sendiri." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, adakah seseorang itu -yang- memaki-maki kedua orang tuanya sendiri." Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, yaitu apabila seseorang itu memaki-maki ayah seseorang, lalu orang yang dimaki-maki ayahnya itu lalu -membalas- memaki-maki ayahnya sendiri -yang memaki tersebut-. Atau seseorang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang yang dimaki-maki ibunya ini -membalas- memaki-maki ibunya sendiri -yang memaki tersebut-." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya termasuk sebesar-besarnya dosa besar ialah apabila seorang itu melaknat kepada kedua orang tuanya sendiri." Beliau s.a.w. ditanya: "Ya Rasulullah, bagaimanakah seorang itu melaknat kedua orang tuanya sendiri?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu orang tadi memaki-maki ayah orang lain, lalu orang ini -membalas- memaki-maki ayahnya sendiri -yang memaki tersebut- atau orang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang ini -membalas- memaki-maki ibunya sendiri -yang memaki tersebut-."

339. Dari Abu Muhammad, yaitu Jubair bin Muth'im r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak akan masuk syurga seorang yang memutuskan." Sufyan berkata dalam riwayatnya bahwa yang dimaksudkan ialah memutuskan ikatan kekeluargaan. (Muttafaq 'alaih)

340. Dari Abu Isa, yaitu al-Mughirah bin Syu'bah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadamu semua akan berani kepada para ibu, juga mencegah -tidak melaksanakan- apa-apa yang wajib atas dirinya, meminta yang bukan miliknya serta menanam anak-anak perempuan hidup-hidup. Allah membenci kepada kata-kata qil wa qal -yakni-: katanya dari si Anu, ujarnya dari si Anu, tetapi tidak ada kepastiannya, juga memperbanyak pertanyaan serta menyia-nyiakan harta dibelanjakan kepada sesuatu yang bukan semestinya." (Muttafaq 'alaih) Sabda Nabi s.a.w. man'an ialah mencegah atau tidak menunaikan apa-apa yang diwajibkan atau yang sudah menjadi kewajiban dirinya. Hati artinya meminta yang bukan milik atau haknya, Wa'dul banal, yaitu menanam anak-anak perempuan dengan hidup-hidup. Qil wa qal maknanya ialah segala sesuatu yang didengarnya -sekalipun belum pasti kebenarannya-. Orang yang suka qil wa qal itu suka mengatakan: "Dikatakan oleh si Fulan itu begini, atau si Fulan itu berkata demikian, semua kata-kata itu tidak dapat diketahui kebenarannya atau bahkan tidak disangka bahwa kata-kata itu benar. Cukuplah seseorang itu disebut berdusta, jikalau ia mempercakapkan segala apa yang didengarnya. Idha'atul mal, yaitu ditabzirkan, diobralkan atau dibelanjakan untuk jurusan-jurusan yang tidak diizinkan oleh syariat, yaitu baik yang berhubungan dengan tujuan-tujuan keakhiratan atau keduniaan, atau tidak suka menyimpannya, padahal mungkin sekali untuk disimpan -yakin ia kuasa menyimpan-. Katsratus sual, yakni banyak bertanya atau meminta sesuatu yang ia sendiri tidak memerlukan itu. Dalam bab ini masih banyak lagi Hadits-hadits yang sudah disebutkan dalam bab sebelumnya seperti Hadis -yang artinya-: "Dan Aku memutuskan orang yang memutuskan engkau -kekeluargaan-, juga hadits -yang artinya-: "Barangsiapa yang memutuskan aku -kekeluargaan-, maka Allah memutuskan ia -lihat Hadits-hadits no.315 dan 323-.

Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar Isi