Allah Ta'ala berfirman: "Dan dalam hal yang sedemikian ini -yakni hal-hal kebaikan- maka hendaknya berlomba-lombalah orang-orang yang ingin berlomba-lomba." (al-Muthaffifin: 26)
567. Dari Sahal bin Sa'ad r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. diberi minuman lalu beliau meminumnya dan di sebelah kanannya ada seorang anak, sedang di sebelah kirinya ada orang-orang tua. Lalu beliau bersabda -kepada anak itu-: "Adakah engkau izinkan kalau -minuman- ini saya berikan kepada orang-orang tua itu?" Anak itu menjawab: "Tidak, demi Allah, ya Rasulullah, saya tidak akan mengalahkan diriku dalam memperoleh bagianku daripada Tuan itu sehingga memberikannya kepada orang lain."
Keterangan:
Disebabkan anak itu ingin memperoleh keberkahan dari sisa minuman Rasulullah s.a.w., maka ia tetap memintanya dan tidak suka mengalah sekalipun kepada orang-orang tua dan anak itu memang yang berhak, sebab berada di sebelah kanannya. Selanjutnya Rasulullah s.a.w. meletakkan minuman itu di tangan anak tadi. Tallahu dengan ta' mutsannat di atas artinya meletakkannya. Anak yang tersebut di atas itu ialah Ibnu Abbas, radhiallahu 'anhuma.
568. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika Nabi Ayyub 'alaihis salam mandi dengan telanjang, lalu jatuhlah padanya seekor belalang dari emas, lalu beliau mengibas-ngibaskan pada bajunya. Kemudian Tuhannya Azzawajalla memanggilnya: "Hai Ayyub, bukankah Aku telah membuatmu menjadi kaya -dalam jiwanya- dari apa yang engkau lihat itu?" Ayyub menjawab: "Benar, demi keagunganMu, tetapi saya sama sekali tidak dapat merasa kaya -yakni masih amat membutuhkan- pada keberkahanMu." (Riwayat Bukhari)
Sumber:
http://www.4shared.com/file/50008156/49789fb9/Riyadhus_Salihin__buku_1____Imam_Nawawi.html
http://www.4shared.com/file/50008127/713e39e8/Riyadhus_Salihin__buku2____Imam_Nawawi.html
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
.:: HaditsWeb ::.
      

continue reading Bab 63. Berlomba-lomba Dalam Perkara Akhirat -Amal Kebaikan- Dan Mengambil Sebanyak-banyaknya Dari Apa-apa Yang Dapat Menyebabkan Keberkahan
Sabtu, 11 Juli 2015
Bab 62. Mengutamakan Orang Lain Dan Memberi Pertolongan Agar Menjadi Contoh -Ikutan atau Panutan-
Allah Ta'ala berfirman; "Mereka -orang-orang yang beriman- itu sama menggutamakan orang lain lebih dari dirinya sendiri, meskipun mereka itu sebenarnya adalah dalam kemiskinan." (al-Hasyr: 9)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Mereka -orang-orang yang baik- itu sama memberikan makanan dengan kasih-sayangnya kepada orang miskin, anak yatim serta orang yang tertawan," sampai akhirnya beberapa ayat. (al-Insan: 8)
562. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: "Sesungguhnya saya ini adalah seorang yang sedang dalam kesengsaraan." Beliau s.a.w. menyuruh ke tempat sebagian istri-istrinya -untuk meminta sesuatu yang hendak disedekahkan-, lalu istri-istrinya itu berkata: "Demi Zat yang mengutus Tuan dengan benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air." Kemudian beliau s.a.w. menyuruh lagi ke tempat istrinya yang lain, maka yang inipun mengatakan sebagaimana di atas itu. Jadi mereka itu semuanya mengatakan seperti itu pula, yaitu: "Tidak ada, demi Zat yang mengutus Tuan dengan benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air." Beliau s.a.w. lalu bersabda: -kepada sahabat-sahabatnya-: "Siapakah yang akan membawa orang ini sebagai tamunya pada malam ini?" Seorang lelaki dari golongan Anshar berkata: "Saya, ya Rasulullah." Orang itu berangkat dengan tamunya ke tempat kediamannya, lalu berkata kepada istrinya: "Muliakanlah tamu Rasulullah s.a.w. ini." Dalam riwayat lain disebutkan: "Orang itu berkata kepada istrinya: "Apakah engkau mempunyai sesuatu jamuan?" Istrinya menjawab: "Tidak ada, kecuali makanan untuk anak-anakku." Lelaki itu berkata pula: "Buatlah sesuatu hal kepada anak-anak itu dengan sesuatu -sehingga terlupa dari makan malamnya-. Jadi kalau sudah waktunya mereka makan malam, maka tidurkanlah mereka. Jikalau tamu kita telah masuk rumah, lalu padamkanlah lampunya dan perhatikanlah padanya bahwa kita juga makan. Demikianlah lalu mereka duduk-duduk -yakni tuan rumah dengan tamunya-, tamu itupun makan dan keduanya lelaki dan istrinya -semalam itu dalam keadaan perut kosong-. Ketika menjelang pagi harinya, orang itu -yang menjadi tuan rumah- pergi kepada Nabi s.a.w. -untuk menerangkan peristiwa malam harinya- lalu beliau s.a.w. bersabda: "Benar-benar Allah menjadi heran -kagum- dari kelakuanmu berdua -suami-istri- terhadap tamumu tadi malam itu." [53] (Muttafaq 'alaih)
563. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Makanan untuk dua orang itu cukup untuk tiga orang dan makanan tiga orang itu cukup untuk empat orang." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim dari Jabir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Makanan seorang itu cukup untuk dua orang dan makanan dua orang itu cukup untuk empat orang, sedang makanan empat orang itu cukup untuk delapan orang.
564. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Pada suatu ketika kita semua dalam berpergian bersama Nabi s.a.w., tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan menaiki kendaraannya, lalu mulailah ia menengokkan wajahnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian bersabdalah Rasulullah s.a.w.: "Barangsiapa yang mempunyai kelebihan kendaraan -yakni lebih dari apa yang diperlukannya sendiri-, hendaklah bersedekah dengan kelebihannya itu kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan -memboncengkan orang lain- dan barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal makanan, maka hendaklah bersedekah kepada orang yang tidak mempunyai bekal makanan apa-apa." Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan berbagai macam harta benda dengan segala apa saja yang dapat disebutkan, sehingga kita semua mengerti bahwa tidak seorangpun dari kita semua itu yang mempunyai hak dalam apa-apa yang kelebihan -sebab segala macam yang merupakan kelebihan diperintahkan untuk disedekahkan-." (Riwayat Muslim)
565. Dari Sahal bin Sa'ad r.a. bahwasanya ada seorang wanita datang kepada Nabi s.a.w. dengan membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu berkata: "Saya sendiri menenun pakaian ini dengan tanganku untuk saya berikan kepada Tuan agar Tuan gunakan sebagai pakaian." Nabi s.a.w. mengambilnya dan memang beliau membutuhkannya. Beliau keluar pada kita dan burdah tadi dikenakan sebagai sarungnya. Kemudian ada orang berkata: "Berikanlah burdah itu untuk saya pakai, alangkah baiknya." Beliau s.a.w. bersabda: "Baiklah." Selanjutnya Nabi s.a.w. duduklah dalam suatu majlis lalu burdah tadi dilipatnya kemudian dikirimkan kepada orang yang memintanya tadi. Kaum -para sahabat- berkata kepada yang meminta itu: "Alangkah baiknya perbuatanmu itu. Burdah itu dipakai oleh Nabi s.a.w., sedangkan beliau membutuhkan untuk dipakainya dan engkau juga tahu bahwa beliau itu tidak akan menolak permintaan siapapun yang memintanya." Orang tadi menjawab: "Sesungguhnya saya, demi Allah, tidaklah saya memintanya itu karena saya membutuhkannya, sesungguhnya saya memintanya tadi ialah untuk saya jadikan kafanku -yakni kalau meninggal dunia-." Sahal -yang meriwayatkan hadits ini- berkata: "Maka burdah tersebut sungguh-sungguh dijadikan kafannya." (Riwayat Bukhari)
566. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w, bersabda: "Sesungguhnya kaum Asy'ariyin itu apabila habis bekal-bekalnya dalam sesuatu peperangan atau tinggal sedikit makanan untuk para keluarganya di Madinah, maka mereka sama mengumpulkan apa-apa yang masih mereka punyai dalam selembar kain pakaian, lalu mereka bagi-bagikanlah itu antara sesama mereka dalam ukuran satu wadah dengan sama rata. Mereka itu adalah termasuk golonganku dan saya termasuk golongan mereka pula." (Muttafaq 'alaih) Armalu artinya sudah habis bekal mereka atau sudah mendekati kehabisannya.
Catatan Kaki:
[53] Menurut penafsiran al-Qadhi 'lyadh, yaitu bahwa yang dimaksudkan dengan "keheranan Allah Ta'ala" itu ialah keridhaanNya terhadap perbuatan suami-istri tersebut, atau akan diberi balasan pahala yang berlipat ganda, tetapi dapat pula berarti bahwa Allah amat mengagungkan perilaku mereka. Namun demikian dapat juga diartikan bahwa yang menjadi keheranan terhadap kelakuan kedua suami-istri itu ialah para malaikatnya Allah, tetapi disebutkannya bahwa "Allah yang menjadi heran" itu semata-mata sebagai tanda kemuliaan yang dilimpahkan kepada tuan rumah dan istrinya di atas.
Sumber:
http://www.4shared.com/file/50008156/49789fb9/Riyadhus_Salihin__buku_1____Imam_Nawawi.html
http://www.4shared.com/file/50008127/713e39e8/Riyadhus_Salihin__buku2____Imam_Nawawi.html
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
.:: HaditsWeb ::.
      

continue reading Bab 62. Mengutamakan Orang Lain Dan Memberi Pertolongan Agar Menjadi Contoh -Ikutan atau Panutan-
Sabtu, 23 Mei 2015
Bab 61. Melarang Sifat Bakhil Dan Kikir
Allah Ta'ala
berfirman: "Adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, juga mendustakan
dengan apa-apa yang baik -keterangan agama dan lain-lain-, maka Kami memudahkan
untuknya dalam menempuh jalan kesukaran -maksudnya ialah kejahatan, kesengsaraan
dan akhirnya menuju ke neraka-. Hartanya tidaklah akan berguna untuknya apabila
ia telah jatuh -binasa-." (al-Lail: 8-11)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Dan barangsiapa yang terpelihara dari kekikiran jiwanya, maka
mereka itulah orang-orang yang berbahagia." (at-Taghabun: 16)
Adapun
Hadits-haditsnya, maka sebagian besar daripadanya telah diuraikan dalam bab di
muka sebelum ini.
561. Dari Jabir
r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua -yakni
jauhkanlah dirimu semua- dari perbuatan penganiayaan -zhalim-, sebab
sesungguhnya menganiaya itu akan merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat.
Takutlah engkau semua dari perbuatan kikir, sebab sesungguhnya kikir itu telah
membinasakan orang-orang -yakni umat- yang sebelummu. Kikir itulah yang
menyebabkan mereka suka mengalirkan darah-darah sesama mereka dan menghalalkan
apa-apa yang diharamkan pada mereka." (Riwayat Muslim)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
Bab 60. Murah Hati Dan Dermawan Serta Membelanjakan Dalam Arah Kebaikan Dengan Percaya Penuh Kepada Allah Ta'ala
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya." (Saba': 39)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan barang-barang baik -dari rezeki- yang engkau semua nafkahkan itu
adalah untuk dirimu sendiri dan engkau semua tidak menafkahkannya melainkan
karena mengharapkan keridhaan Allah, juga barang-barang baik yang engkau semua
nafkahkan itu, niscaya akan dibalas kepadamu dan tidaklah engkau semua
dianiaya." (al-Baqarah: 272)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan barang-barang baik yang berupa apapun juga yang engkau
semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui." (al-Baqarah:
273)
542. Dari Ibnu
Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan yang dibolehkan
melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikarunia oleh Allah akan
harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak
-kebenaran- dan seorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan,
kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua orang atau dua
golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula." (Muttafaq 'alaih)
Artinya ialah bahwa
seorang itu tidak patut dihasudi atau iri kecuali dalam salah satu kedua perkara
di atas itu.
543. Dari Ibnu
Mas'ud r.a. pula katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah diantara engkau
semua yang harta orang yang mewarisinya itu dianggap lebih disukai daripada
hartanya sendiri?" Para sahabat menjawab: "Ya Rasulullah, tiada seorangpun dari
kita ini, melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya." Kemudian beliau
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hartanya sendiri ialah apa yang telah terdahulu
digunakannya, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa-apa yang
ditinggalkan olehnya -setelah matinya." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Maksudnya yang
telah terdahulu digunakannya, misalnya yang dipakai untuk makan minumnya,
pakaiannya, perumahannya atau yang diberikan untuk sedekah atau lain-lain yang
berupa pertolongan kesosialan. Selebihnya tentulah akan ditinggalkan, jika telah
meninggal dunia. Oleh sebab itu hadits di atas secara tidak langsung memberikan
sindiran kepada kita kaum Muslimin agar harta yang ada di tangan kita yang
sebenarnya hanya titipan dari Allah Ta'ala itu, supaya gemar kita nafkahkan
untuk jalan kebaikan, semasih kita hidup di dunia ini. Dengan demikian
kemanfaatannya akan dapat kita rasakan setelah kita ada di akhirat nanti.
544. Dari 'Adi bin
Hatim r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua dari
siksa api neraka, sekalipun dengan menyedekahkan potongan kurma." (Muttafaq
'alaih)
545. Dari Jabir
r.a., katanya: "Tiada pernah sama sekali Rasulullah s.a.w. itu dimintai sesuatu,
kemudian beliau berkata: "Jangan." (Muttafaq 'alaih)
546. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seharipun yang
sekalian hamba berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang
turun. Seorang diantara keduanya itu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang
yang menafkahkan itu akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah,
berikanlah kepada orang yang menahan -tidak suka menafkahkan hartanya- itu
kerusakan -yakni hartanya menjadi habis-." (Muttafaq 'alaih)
547. Dari Abu
Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala
berfirman -dalam hadits Qudsi-: "Belanjakanlah -hartamu-, pasti engkau diberi
nafkah -harta oleh Tuhan-." (Muttafaq 'alaih)
548. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang lelaki yang
bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah di dalam Islam itu amalan yang
terbaik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Engkau memberikan makanan serta mengucapkan
salam kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui."
(Muttafaq 'alaih)
549. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada empat
puluh macam amalan dan setinggi-tingginya adalah meminjamkan kambing -untuk
diambil susunya-. Tiada seorang yang mengamalkan dengan satu perkara daripada
empat puluh macam perkara itu, melainkan Allah Ta'ala akan memasukkannya dalam
syurga." (Riwayat Bukhari) Keterangan hadits ini sudah terdahulu dalam bab
Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan -lihat hadits no.138-.
550. Dari Abu
Umamah Shuday bin 'Ajlan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak
Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu,
sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak
engkau berikan kepada siapapun-, maka hal itu adalah menjadikan keburukan
untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut
syariat engkau tidak dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang
cukup dan tidak berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan
nafkah- kepada orang yang wajib engkau nafkahi. Tangan yang bagian atas adalah
lebih baik daripada tangan yang bagian bawah -yakni yang memberi itu lebih baik
daripada yang meminta-." (Riwayat Muslim)
551. Dari Anas
r.a., katanya: "Tiada pernah Rasulullah s.a.w. itu diminta untuk kepentingan
Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Sesungguhnya pernah
ada seorang lelaki datang kepada beliau s.a.w., kemudian beliau memberinya
sekelompok kambing yang ada diantara dua gunung -yakni karena banyaknya hingga
seolah-olah memenuhi dataran yang ada diantara dua gunung-. Orang itu lalu
kembali kepada kaumnya kemudian berkata: "Hai kaumku, masuklah engkau semua
dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan sesuatu pemberian
sebagai seorang yang tidak takut akan kemiskinan." Sekalipun lelaki itu masuk
Islam dan tiada yang dikehendaki olehnya melainkan harta dunia, tetapi tidak
lama kemudian Agama Islam itu baginya adalah lebih ia cintai daripada dunia dan
segala sesuatu yang ada di atasnya ini -yakni Islamnya amat baik dan
sebenar-benarnya-." (Riwayat Muslim)
552. Dari Umar
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membagikan suatu pembagian, lalu saya berkata:
"Ya Rasulullah, sebenarnya selain yang Tuan beri itulah yang lebih berhak
daripada mereka yang Tuan beri itu." Beliau lalu bersabda: "Sebenarnya mereka
itu -yakni yang diberi- memberikan pilihan kepadaku, apakah mereka itu meminta
padaku dengan jalan yang tidak baik -seolah memaksa-maksa-, kemudian saya
memberikan sesuatu pada mereka ataukah mereka menyuruh saya untuk berlaku kikir,
sedangkan saya ini bukanlah seorang yang kikir." (Riwayat Muslim)
553. Dari Jubair
bin Muth'im r.a. bahwasanya ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama
Nabi s.a.w. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa
orang A'rab -penduduk pedalaman- meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau
itu dipaksanya sampai kesebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar
selendangnya -yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya-. Selanjutnya
Nabi s.a.w. berdiri -sambil memegang kendali untanya- lalu bersabda: "Berikanlah
padaku selendangku. Andaikata saya mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri
pohon ini, sesungguhnya semuanya itu akan saya bagikan kepadamu, selanjutnya
engkau semua tidak akan menganggap saya sebagai seorang kikir, pendusta atau
pengecut." (Riwayat Bukhari)
554. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sesuatu pemberian
sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seorang
akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga
tidaklah seorang itu merendahkan diri karena mengharapkan keridhaan Allah,
melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (Riwayat
Muslim)
555. Dari Abu
Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya
memberitahukan kepadamu semua akan suatu Hadis, maka peliharalah itu: Tidaklah
harta seorang itu akan menjadi berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seorang
hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya,
melainkan Allah menambahkan kemuliaan padanya, juga tidaklah seorang hamba itu
membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan,"
atau sabda beliau s.a.w. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di
atas. "Saya akan memberitahukan lagi kepadamu semua suatu hadits maka
peliharalah itu: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu:
Seorang hamba yang dikarunia rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu
pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan
kekeluargaan serta mengetahui pula haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu,
maka ini adalah tingkat yang seutama-utamanya, juga seorang hamba yang
dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian orang itu
benar keniatannya, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta, niscaya
saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu -dalam hal
kebaikan-, maka orang tadi karena keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia
dengan orang yang akan dicontohnya. Ada pula seorang hamba yang dikarunia harta
tetapi tidak dikarunia ilmu pengetahuan, kemudian ia menubruk -mempergunakan-
hartanya dalam hal-hal yang tidak dimakluminya -secara awur-awuran atau
sembarangan dan boros- serta ia tidak pula bertaqwa kepada Tuhannya dan tidak
suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak pula mengetahui hak-hak
Allah dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah dalam tingkat yang
seburuk-buruknya, juga seorang hamba yang tidak dikarunia harta dan tidak pula
ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta sesungguhnya
saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh si Fulan -yang memboroskan
hartanya tersebut dalam hal keburukan-, maka orang itu karena keniatannya adalah
sama dosanya antara ia sendiri dengan orang yang akan dicontohnya itu."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
shahih.
556. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha bahwasanya para sahabat sama menyembelih kambing -lalu mereka
sedekahkan kecuali belikatnya-, kemudian Nabi s.a.w. bertanya: "Bagian apakah
yang tertinggal dari kambing itu?" Aisyah menjawab: "Tidak ada yang tertinggal
daripadanya, melainkan belikatnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya semua
anggotanya itu masih tertinggal, kecuali belikatnya yang tidak." Diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih. Maknanya
ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda beliau
s.a.w. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya
-sebab disedekahkan- kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya -karena dimakan
sendiri-.
557. Dari Asma'
binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda kepadaku: "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab
kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu -yakni engkau tidak
diberi rezeki lagi-." Dalam riwayat lain disebutkan: "Nafkahkanlah, atau
berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau
demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan
padamu. Jangan pula engkau mencegah -menahan untuk memberikan sesuatu-, sebab
kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu." (Muttafaq
'alaih)
558. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan
orang kikir dan orang yang suka menafkahkan itu adalah seperti dua orang lelaki
yang di tubuhnya ada dua buah baju kurung dari besi -masing-masing sebuah-,
antara dua susunya dengan tulang lehernya. Adapun orang yang suka menafkahkan,
maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau mencukupi
seluruh kulitnya sampai-sampai menutupi tulang-tulang jari-jarinya, bahkan
menutupi pula bekas-bekasnya -ketika berjalan-. Adapun orang kikir maka tidaklah
ia menginginkan hendak menafkahkan sesuatu, melainkan makin melekatlah setiap
kolongan -ruang kosong- itu pada tempatnya. Ia hendak meluaskan kolongan tadi,
tetapi tidak dapat melebar." (Muttafaq 'alaih) Aljubbah atau Addir'u artinya
baju kurung. Artinya ialah bahwa seorang yang suka membelanjakan itu setiap ia
menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah
pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi
kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya.
559. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
bersedekah dengan sesuatu senilai sebiji buah kurma yang diperolehnya dari hasil
kerja yang baik -bukan haram- dan memang Allah itu tidak akan menerima kecuali
yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan
kanannya -sebagai kiasan kekuasaanNya-, kemudian memperkembangkan pahala sedekah
tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seorang dari engkau semua
memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung -yakni memenuhi
lembah gunung karena banyaknya-." (Muttafaq 'alaih) Alfaluwwu dengan fathahnya
fa' dan dhammahnya lam serta syaddahnya wawu, ada juga yang mengucapkan dengan
kasrahnya fa', sukunnya lam serta diringankannya wawu yakni wawunya tidak
disyaddahkan -dan berbunyi Alfilwu-, artinya anak kuda.
Keterangan:
Hadis di atas
menurut uraian Imam al-Maziri diartikan sebagai perumpamaan yakni yang lazim
berlaku di kalangan bangsa Arab. Misalnya dalam percakapan mereka sehari-hari
untuk memudahkan pengertian. Jadi seperti sedekah yang benar-benar diterima oleh
Allah, lalu dikatakan "diterima dengan tangan kanannya," juga seperti perlipat
gandaan pahala, dikatakan dengan "perawatan atau pemeliharaan yang
sebaik-baiknya." Imam Tirmidzi berkata: "Para alim-ulama ahlus sunnah wal
jama'ah berkata: "Kita semua mengimankan apapun yang terkandung dalam hadits itu
dan tidak perlu kita fahamkan sebagai perumpamaan, namun demikian kitapun tidak
akan menanyakan dan tidak pula memperdalamkan: "Jadi bagaimana wujud
sebenarnya?" Misalnya mengenai tangan kanan Tuhan, perawatan dan pemeliharaan
yang dilakukan olehNya dan lain-lain sebagainya."
560. Dari Abu
Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika ada seorang
lelaki berjalan di suatu tanah lapang -yang tidak berair-, lalu ia mendengar
suatu suara dalam awan: "Siramlah kebun si Fulan itu!" Kemudian menyingkirlah
awan itu menuju ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas
tanah lapang berbatu hitam itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak
aliran airnya itu mengambil air hujan itu seluruhnya, kemudian orang tadi
mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seorang
lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat keruknya. Orang
itu bertanya kepada pemilik kebun: "Hai hamba Allah, siapakah nama Anda?" Ia
menjawab: "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya
di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa Anda tanya nama saya?" Orang itu
menjawab: "Sesungguhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah air
yang turun daripadanya. Suara itu berkata: "Siramlah kebun si Fulan itu! Nama
itu sesuai benar dengan nama Anda. Sebenarnya apakah yang Anda lakukan?" Pemilik
kebun menjawab: "Adapun Anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya
selalu melihat -memperhatikan benar-benar- jumlah hasil yang keluar dari kebun
ini. Kemudian saya bersedekah dengan sepertiganya, saya makan bersama keluarga
saya yang sepertiganya dan saya kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula
-untuk bibit-bibitnya-." (Riwayat Muslim)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
Bab 59. Anjuran Untuk Makan Dari Hasil Usaha Sendiri Dan Menahan Diri Dari Meminta Serta Menuntut Agar Diberi
Allah Ta'ala
berfirman: "Jikalau shalat telah diselesaikan, maka menyebarlah di bumi dan
carilah rezeki dari keutamaan Allah," hingga habisnya ayat. (al-Jumu'ah: 10)
537. Dari Abu
Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Sesungguhnya jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil
tali-talinya -untuk mengikat- lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang
kembali -di negerinya- dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas
punggungnya, lalu menjualnya, kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan
wajahnya -menjaga harga diri dari meminta-minta-, maka hal yang semacam itu
adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik
mereka itu suka memberinya atau menolaknya." (Riwayat Bukhari)
538. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya jikalau
seseorang dari engkau semua itu mencari sebongkokan kayu bakar dan diletakkan di
atas punggungnya, itu adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada seseorang,
kemudian orang yang dimintai itu memberinya atau menolak permintaannya."
(Muttafaq 'alaih)
539. Dari Abu
Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Adalah Nabi Dawud 'alaihis-salam
itu tidak suka makan sesuatu, kecuali dari hasil usaha tangannya sendiri -yakni
hasil kerjanya sendiri-." (Riwayat Bukhari)
540. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Nabi Zakariya
'alaihis-salam itu adalah seorang tukang kayu." (Riwayat Muslim)
541. Dari al-Miqdad
bin Ma'dikariba r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang itu makan
sesuatu makanan, sekalipun sedikit, yang lebih baik daripada apa yang dimakannya
dari hasil usaha tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud
'alaihis-salam itu juga makan dari hasil usaha tangannya sendiri." (Riwayat
Bukhari)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
Bab 58. Boleh Menerima Pemberian Tanpa Meminta Atau Mengintai -Mengharap-harapkan-
536. Dari Salim bin
Abdullah bin Umar dari ayahnya, yaitu Abdullah bin Umar dari Umar radhiallahu
'anhum, katanya: "Rasulullah s.a.w. memberikan sesuatu pemberian kepada saya,
lalu saya berkata: "Berikanlah itu kepada orang yang lebih membutuhkan padanya
daripada saya sendiri." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Ambil sajalah
pemberian ini, jikalau ada sesuatu yang datang dari harta ini, sedangkan engkau
tidak mengharap-harapkan dan tidak pula memintanya -padahal engkau diberi dengan
keikhlasan hati-, maka ambillah itu. Jadikanlah itu sebagai hartamu -yang sah-.
Jikalau engkau suka, makanlah ia dan jikalau engkau suka maka bersedekahlah
dengannya. Tetapi jikalau tidak demikian -artinya datangnya harta itu dengan
sebab diharap-harapkan untuk diberi atau karena diminta-, maka janganlah engkau
memperturutkan hawa nafsumu -yakni melakukan itu dan kalau diberi jangan pula
menerimanya-."' Salim berkata: "Maka Abdullah tidak pernah meminta sesuatu
apapun dari orang lain dan tidak pernah pula menolak sesuatu pemberian, jikalau
ia diberi. (Muttafaq 'alaih)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap Berusaha-, 'Afaf -Enggan Meminta-minta-, Berlaku Sederhana Dalam Kehidupan Dan Berbelanja, Serta Mencela Meminta Tanpa Darurat
Allah Ta'ala
berfirman: "Tiada sesuatupun binatang yang bergerak di bumi itu, kecuali atas
tanggungan Allah jualah keadaan rezekinya." (Hud: 6)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Berikanlah sedekah itu kepada kaum fakir yang terikat dalam
menjalankan jihad fisabilillah, mereka tidak dapat berjalan keliling negeri.
Orang-orang yang tidak mengetahui akan mengira bahwa mereka itu adalah
orang-orang yang kaya karena bersikap ta'affuf -enggan meminta-minta-. Engkau
dapat mengenal mereka itu dengan tanda-tandanya yakni bahwa mereka itu tidak mau
meminta kepada para manusia secara berulang kali -yakni menyangat-nyangatkan
permintaannya-." (al-Baqarah: 273)
Juga Allah Ta'ala
berfirman: "Dan mereka -hamba-hamba Allah yang berbakti- itu apabila menafkahkan
hartanya, maka mereka itu tidak melampaui batas -terlalu boros- dan tidak pula
bersikap kikir, tetapi pertengahan antara keduanya itu." (al-Furqan: 67)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia itu melainkan supaya
menyembah padaKu. Aku tidak hendak meminta rezeki kepada mereka dan Aku tidak
hendak meminta supaya mereka memberi makanan kepadaKu." (adz-Dzariyat:
56-57)
Adapun
Hadits-haditsnya, maka sebagian besar telah diuraikan dalam kedua bab yang ada
di muka. Di antaranya yang belum terdapat di muka ialah:
520. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Bukannya yang dinamakan kaya itu
karena banyaknya harta, tetapi yang dinamakan kaya -yang sebenarnya- ialah
kayanya jiwa." (Muttafaq 'alaih)
521. Dari Abdullah
bin 'Amr radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sungguh
berbahagialah orang yang masuk Agama Islam dan diberi rezeki cukup serta
dikaruniai sifat qana'ah oleh Allah dengan apa-apa yang direzekikan kepadanya
itu." (Riwayat Imam Muslim)
522. Dari Hakim bin
Hizam r.a., katanya: "Saya meminta kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau
memberikan sesuatu padaku, lalu saya meminta lagi pada beliau, kemudian
beliaupun memberikan pula sesuatu padaku, selanjutnya beliau bersabda: "Hai
Hakim, sesungguhnya harta ini adalah sebagai benda yang kehijau-hijauan -yakni
enak dirasakan dan nyaman dipandang juga manis-. Maka barangsiapa yang
mengambilnya itu dengan jiwa kedermawanan -dari orang yang memberikannya serta
memintanya itu dengan tidak memaksa-, tentulah harta itu memperoleh berkah
Tuhan, tetapi barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa kelobaan -atau
ketamakan-, maka tidak memperoleh berkah Tuhan dalam harta tadi. Ia adalah
sebagai seorang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang. Tangan yang bagian atas
-yang memberi- adalah lebih mulia daripada yang bagian bawah -yang diberi-."
Hakim lalu berkata: "Ya Rasulullah, demi Zat yang mengutus Tuan dengan membawa
kebenaran, saya tidak akan suka lagi menerima sesuatu dari seorangpun
sepeninggal Tuan nanti, sehingga saya akan berpisah dengan dunia -yakni sampai
mati-." Abu Bakar r.a. pernah mengundang Hakim karena hendak memberikan sesuatu
padanya, tetapi Hakim menolak untuk menerima sesuatupun dari pemberian itu.
Seterusnya Umar r.a. pernah pula memanggilnya untuk memberikan sesuatu pada
Hakim itu, tetapi ia juga enggan menerima pemberian tadi. Abu Bakar dan Umar
radhiallahu 'anhuma itu memanggil di kala keduanya menjabat sebagai khalifah
secara bergantian. Umar lalu berkata: "Hai sekalian kaum Muslimin, saya
mempersaksikan kepadamu semua atas diri Hakim ini, bahwasanya saya menawarkan
padanya akan haknya yang saya wajib membagikan untuknya dari harta rampasan,
tetapi ia enggan mengambil haknya itu. Hakim memang tidak pernah menerima
sesuatu pemberian dari seorangpun setelah wafatnya Nabi s.a.w., sehingga ia
meninggal dunia. (Muttafaq 'alaih)
523. Dari Abu
Burdah dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Kita semua keluar bersama
Rasulullah s.a.w. dalam melakukan sesuatu peperangan. Kita semua ada enam orang
banyaknya -yakni yang menyertai Nabi s.a.w. itu-, diantara kita ada seekor unta
yang kita gunakan untuk ganti berganti menaikinya. Maka berlobang-lobanglah
kaki-kaki kita, juga kakikupun berlobang-lobang pula dan jatuhlah kuku-kukuku.
Oleh sebab itu kita lalu membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita itu
dan dengan demikian peperangan itu dinamakan perang Dzatu riqa' -mempunyai
beberapa balutan kain-, karena kita membalutkan beberapa helai kain pada
kaki-kaki kita tadi." Abu Burdah berkata: "Abu Musa menceritakan hadits ini,
kemudian ia merasa tidak senang dalam menguraikannya itu dan ia mengatakan: "Apa
yang dapat saya lakukan dengan menyebut-nyebutkannya itu?" Abu Burdah
melanjutkan katanya: "Seolah-olah Abu Musa itu tidak senang kalau menyebutkan
sesuatu amalannya, lalu disiar-siarkannya." (Muttafaq 'alaih) Maksudnya: Oleh
sebab adanya bala' sampai kaki-kaki menjadi rusak dan kuku-kuku lepas itu adalah
semata-mata urusan antara manusia dengan Tuhan, maka menurut anggapan Abu Musa
r.a. tidak perlu diterang-terangkan, supaya tidak dianggap sebagai memamerkan
jasa atau amalan."
524. Dari 'Amr bin
Taghlib -dengan fathahnya ta' mutsannat di atas dan sukunnya ghain mu'jamah dan
kasrahnya fam- r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. didatangi -memperoleh- harta
atau rampasan, lalu beliau s.a.w. membagikan itu. Ada beberapa orang yang beliau
beri dan ada pula beberapa orang yang beliau tinggalkan -yakni tidak diberi
bagian-. Kemudian sampailah suatu berita kepada beliau bahwa orang-orang yang
tidak diberi itu sama mencela cara beliau membagikan tadi. Beliau s.a.w. lalu
bertahmid kepada Allah lalu memujiNya, kemudian bersabda: "Amma ba'du."
Sesungguhnya saya memberikan bagian kepada golongan -beberapa orang-, karena
saya mengetahui keluh kesah dalam hati mereka itu serta sesambatan mereka yang
amat sangat, sedang segolongan lain saya serahkan kepada Allah, karena Allah
telah memberikan kekayaan bathin dan kebaikan dalam hati mereka ini, diantara
mereka ini adalah 'Amr bin Taghlib." 'Amr bin Taghlib berkata: "Demi Allah, saya
amat gembira mendengar pujian beliau s.a.w. itu pada saya, sehingga karena
gembiranya, maka saya tidak suka andaikata kalimat Rasulullah s.a.w. yang
ditujukan kepada saya itu ditukar dengan ternak-ternak merah -sebagai kiasan
sebaik-baik harta bagi bangsa Arab-." (Riwayat Bukhari)
525. Dari Hakim bin
Hizam r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tangan yang bagian atas -yang
memberi- adalah lebih mulia daripada tangan yang bagian bawah -yang diberi-. Dan
dahulukanlah dalam pemberian itu kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu
-yakni yang wajib dinafkahi-. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar
kebutuhan -yakni keadaan diri sendiri dan keluarga sudah dicukupi-. Barangsiapa
yang enggan meminta, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan
barangsiapa tidak membutuhkan pemberian manusia, maka Allah akan memberikan
kekayaan padanya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari, sedang
lafaznya Imam Muslim adalah lebih ringkas lagi.
526. Dari Abu Abdir
Rahman, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb radhiallahu
'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua
mempersangatkan dalam meminta sesuatu, sebab demi Allah, tidaklah seorang dari
engkau semua itu meminta sesuatu, kemudian karena permintaannya itu lalu dapat
mengeluarkan sesuatu pemberian daripadaku untuknya, sedangkan saya tidak senang
dengan cara memintanya, selanjutnya lalu diberkahi untuk orang tadi dalam
apa-apa yang saya berikan." (Riwayat Muslim) Maksudnya bahwa rezeki yang berasal
dari meminta, apabila rezeki itu menjadi bertambah banyak dan kekal karena
dibuat berusaha umpamanya, maka yang diminta dengan baik yakni tidak seolah-olah
memaksa adalah lebih baik dan lebih banyak berkahnya dari yang diminta dengan
nada yang seolah-olah memaksa.
527. Dari Abu Abdir
Rahman, yaitu 'Auf bin Malik al-Asyja'i r.a., katanya: "Kita semua ada di sisi
Rasulullah s.a.w. dan kita ada sembilan, delapan atau tujuh orang, kemudian
beliau s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?"
Padahal kita semua baru beberapa hari saja melakukan pembai'atan pula pada
beliau itu, oleh sebab itu kita berkata: "Kita semua telah membai'at Tuan, ya
Rasulullah." Kemudian beliau s.a.w. bersabda lagi: "Tidakkah engkau semua
berbai'at kepada Rasulullah?" Kita lalu membeberkan tangan-tangan kita dan kita
berkata: "Kita semua dulu sudah berbai'at kepada Tuan, ya Rasulullah dan
sekarang kita berbai'at lagi dalam hal apakah?" Beliau s.a.w. lalu bersabda:
"Hendaklah engkau semua menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan jangan
menyekutukan sesuatu denganNya, tetapi tetaplah mengerjakan shalat lima waktu
dan sampai engkau semua mendengarkan serta melakukan ketaatan," lalu beliau
memperlahankan suaranya dan bersabda dengan berbisik: "Dan jangan meminta
sesuatu apapun dari orang-orang." Maka sungguh saya pernah melihat ada orang
yang termasuk golongan orang-orang di atas itu, ketika cemetinya jatuh, ia tidak
meminta seorang supaya diambilkan cemetinya tadi." (Riwayat Muslim)
528. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya
permintaan itu menghinggapi seorang diantara engkau semua -yakni orang yang
senantiasa mempunyai tabiat suka meminta-minta itu tidak akan berhenti-,
sehingga ia menemui Allah Ta'ala -yaitu pada hari kiamat nanti- sedang di
wajahnya itu tidak terdapat sepotong dagingpun -jadi dalam keadaan sangat hina
dina-." (Muttafaq 'alaih)
529. Dari Ibnu Umar
r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, sedang di kala itu beliau
berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri
dari meminta: "Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang
bagian bawah. Tangan yang bagian atas itu adalah yang menafkahkan -yakni yang
memberikan sedekah, sedang tangan yang bagian bawah adalah yang meminta-."
(Muttafaq 'alaih)
530. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya menjadi banyak apa yang
dimilikinya -jadi sudah cukup tetapi terus saja meminta-minta-, maka
sebenarnyalah orang itu meminta bara api. Maka dari itu baiklah ia memilih
hendak mempersedikitkan atau memperbanyakkan -siksanya-." (Riwayat Muslim)
Keterangan:
Hadis di atas dapat
diartikan bahwa orang sebagaimana yang tersebut itu yakni yang meminta-minta
lebih dari keperluannya atau untuk mencari yang sebanyak-banyaknya akan disiksa
dalam neraka dan oleh Rasulullah s.a.w. dikiaskan sebagai orang-orang yang
meminta bara api. Tetapi dapat pula diartikan dengan makna yang sebenarnya
menurut lahiriyah sabda beliau s.a.w., yaitu bahwa bara api akan dimasukkan
dalam seterika dan kepada orang sebagaimana di atas itu akan diseterikakan pada
punggung dan lambungnya, seperti juga keadaan orang yang sudah berkewajiban
zakat, namun enggan mengeluarkan atau menunaikan kewajiban zakatnya. Demikianlah
yang diuraikan oleh al-Qadhi'Iyadh dalam menafsiri hadits di atas.
531. Dari Samurah
bin Jundub r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya permintaan
adalah suatu cakaran yang seorang itu mencakarkan sendiri ke arah mukanya,
kecuali jikalau seorang itu meminta kepada sultan -penguasa negara- atau ia
meminta untuk sesuatu keperluan yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
shahih.
532. Dari Ibnu
Mas'ud r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang dihinggapi
oleh kemelaratan, lalu diturunkannya kepada manusia -yakni meminta tolong kepada
sesama manusia agar dihilangkan kemelaratannya itu-, maka tentu tidak akan
tertutuplah kemelaratannya tadi. Tetapi barangsiapa menurunkannya kepada Allah
-yakni mohon kepadaNya agar dihilangkan kemelaratannya-, maka bersegeralah Allah
akan memberinya rezeki yang kontan -cepat diberikannya- atau rezeki yang
dilambatkan memberikannya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Tirmidzi
dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Meminta kepada Sultan
itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut pautnya dengan
soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah kepadanya
atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena untuk
kepentingan umat dan masyarakat.
533. Dari Tsauban
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah yang memberikan jaminan
kepada saya bahwa ia tidak akan meminta apapun dari para manusia dan saya
memberikan jaminan padanya untuk memperoleh syurga?" Saya berkata: "Saya." Maka
Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada siapa saja.
Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad shahih.
534. Dari Abu Bisyr
yaitu Qabishah bin al-Mukhariq r.a., katanya: "Saya mempunyai beban sesuatu
tanggungan harta -hamalah-, lalu saya datang kepada Rasulullah s.a.w. untuk
meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau s.a.w. bersabda:
"Berdiamlah di sini dulu sampai ada harta sedekah -zakat- yang datang pada kita,
maka dengan harta itu kita akan menyuruh guna diberikan padamu," selanjutnya
beliau s.a.w. bersabda: "Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak boleh
dilakukan kecuali untuk salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: seorang
yang mempunyai beban sesuatu tanggungan harta -hamalah-, maka bolehlah ia
meminta sehingga memperoleh sejumlah harta yang diperlukan tadi, kemudian
menahan diri -jangan meminta-minta lagi-. Juga seorang yang mendapatkan sesuatu
bencana, sehingga menyebabkan kemusnahan hartanya -lalu menjadi miskin-, maka
bolehlah ia meminta, sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi
keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. Demikian pula seorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada
tiga orang dari golongan orang-orang yang berakal di kalangan kaumnya
mengatakan: "Benar-benar si Fulan itu telah dihinggapi oleh kemelaratan," maka
orang semacam itu bolehlah meminta sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk
menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya." Adapun selain tiga macam orang tersebut di atas, maka
permintaannya itu, hai Qabishah adalah merupakan suatu perbuatan dosa yang
dimakan oleh orang yang memintanya tadi dengan memperoleh dosa." (Riwayat
Muslim) Alhamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran
ataupun pertengkaran lain-lain antara dua golongan, kemudian ada orang yang
bermaksud hendak mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang
menjadi tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri.
Tanggungan harta semacam inilah yang dinamakan hamalah. Aljaihah ialah sesuatu
bencana yang mengenai harta seorang -sehingga ia menjadi miskin-. Alqiwam dengan
kasrahnya qaf atau dengan fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan
seorang dapat berdiri dengan baik, ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya.
Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan orang
yang mempunyai keperluan dan dapat pula mencukupinya. Alfaqah ialah kekafiran.
Alhija ialah akal.
535. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang miskin itu
orang yang berkeliling mendatangi orang banyak -keluar masuk dari rumah ke
rumah, dari pintu ke pintu- lalu ditolak ketika meminta sebiji atau dua biji
kurma atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin yang
sebenarnya ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi
kebutuhannya, tidak pula diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui
tentu ia akan diberi sedekah bahkan tidak pula ia suka berdiri lalu
meminta-minta sesuatu kepada orang-orang." (Muttafaq 'alaih)
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
Bab 56. Keutamaan Lapar, Hidup Sederhana, Cukup Dengan Sedikit Saja Dalam Hal Makan, Minum, Pakaian Dan Lain-lain Dari Ketentuan-ketentuan Badan Serta Meninggalkan Kesyahwatan-kesyahwatan (Keinginan-keinginan Jasmaniyah)
Allah Ta'ala
berfirman: "Kemudian mereka digantikan oleh sesuatu angkatan -kaum atau
golongan- yang meninggalkan shalat dan memperturutkan keinginan nafsu, maka oleh
sebab itu, mereka akan menemui kebinasaan. Kecuali orang yang bertaubat dan
beriman serta beramal shalih, maka mereka itu akan memasuki syurga dan tidak
dianiaya sedikitpun." (Maryam: 59-60)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Kemudian keluarlah ia -yakni Qarun- pada kaumnya dengan
perhiasannya -yang indah-indah. Orang yang menghendaki kehidupan dunia berkata:
"Wahai, kiranya kita mempunyai seperti apa yang diberikan kepada Qarun,
sesungguhnya ia mempunyai bagian keuntungan yang besar -yakni bernasib baik
sekali. Tetapi orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan berkata: "Celaka
engkau semua itu, pahala dari Allah adalah lebih baik untuk orang yang beriman
dan beramal shalih." (al-Qashash: 79-80)
Juga Allah Ta'ala
berfirman: "Kemudian pada hari itu -yakni hari kiamat, sesungguhnya engkau semua
akan ditanya tentang kesenangan -dunia." (at-Takatsur: 8)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Barangsiapa yang menginginkan kehidupan yang sekarang, maka
Kami segerakan -memberikan- kepadanya apa yang Kami kehendaki, untuk orang yang
Kami sukai, kemudian Kami jadikan untuknya neraka jahannam, ia masuk ke dalamnya
dalam keadaan tercela dan dihalaukan -terusir." (al-Isra': 18)
Ayat-ayat dalam bab
ini banyak sekali dan dapat dimaklumi.
489. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Tidak pernah kenyang keluarga Muhammad s.a.w. itu
dari roti gandum selama dua hari terus menerus, keadaan sedemikian ini sampai
beliau s.a.w. dicabut ruhnya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain
disebutkan: "Tidak pernah kenyang keluarga Muhammad s.a.w. itu sejak beliau
datang di Madinah dari makanan gandum selama tiga hari berturut-turut, sehingga
beliau dicabut ruhnya -wafat."
490. Dari Urwah
dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Aisyah pernah berkata: "Demi Allah,
hai anak saudaraku, sesungguhnya kita melihat ke bulan sabit, kemudian timbul
pula bulan sabit, kemudian timbul pula bulan sabit. Jadi tiga bulan sabit yang
berarti dalam dua bulan lamanya, sedang di rumah-rumah keluarga Rasulullah
s.a.w. tidak pernah ada nyala api." Saya -yakni Urwah- berkata: "Hai bibi, maka
apakah yang dapat menghidupkan Anda sekalian?" Aisyah radhiallahu 'anha
menjawab: "Dua benda hitam, yaitu kurma dan air belaka, hanya saja Rasulullah
s.a.w. mempunyai beberapa tetangga dari kaum Anshar, mereka itu mempunyai
beberapa ekor unta manihah,[49] lalu mereka kirimkanlah air susunya itu kepada
Rasulullah s.a.w. kemudian memberikan minuman itu kepada kita." (Muttafaq
'alaih)
491. Dari Said
al-Maqburi dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia berjalan melalui kaum yang di
hadapan mereka itu ada seekor kambing yang sedang dipanggang. Mereka
memanggilnya, tetapi ia enggan untuk ikut memakannya dan ia berkata: "Rasulullah
s.a.w. keluar dari dunia -yakni wafat- dan tidak pernah kenyang dari roti
gandum." (Riwayat Bukhari)
492. Dari Anas
r.a., katanya: "Nabi s.a.w. itu tidak pernah makan di atas meja sehingga beliau
wafat, juga tidak pernah makan roti yang diperhaluskan buatannya sehingga beliau
wafat." (Riwayat Bukhari)
Dalam riwayatnya
Imam Bukhari yang lain disebutkan: "Juga beliau s.a.w. tidak pernah melihat
kambing yang disamit dengan matanya sama sekali," disamit artinya dihilangkan
bulu-bulunya lalu dibakar dengan kulitnya sekali. [50]
493. Dari an-Nu'man
bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Sungguh-sungguh saya pernah melihat
Nabimu semua s.a.w. dan beliau tidak mendapatkan kurma bermutu rendahpun yang
dapat digunakan untuk mengisi perutnya." (Riwayat Muslim) Daqal adalah kurma
yang bermutu rendah.
494. Dari Sahal bin
Sa'ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. tidak pernah melihat roti putih sama
sekali sejak beliau di utus oleh Allah Ta'ala sehingga dicabut ruhnya oleh Allah
Ta'ala. Kepada Sahal ini ditanyakan: "Apakah di zaman Rasulullah s.a.w. itu
engkau semua tidak mempunyai alat pengayak?" Ia menjawab: "Rasulullah s.a.w.
tidak pernah melihat alat pengayak itu sejak beliau diutus oleh Allah Ta'ala
sehingga dicabut ruhnya oleh Allah Ta'ala." Kepadanya ditanyakan lagi:
"Bagaimana caranya engkau semua makan gandum kalau tidak diayak?" Ia menjawab:
"Kita semua menumbuknya dan meniupkannya, kemudian beterbanganlah benda-benda
yang dapat terbang daripadanya itu lalu mana yang tertinggal, maka itulah yang
kami basahi untuk dijadikan adukan tepung -untuk membuat roti." (Riwayat
Bukhari) Ucapannya Annaqi dengan fathahnya nun dan kasrahnya qaf serta
syaddahnya ya' yaitu roti yang berwarna putih dan itulah yang disebut darmak.
Tsarrainahu dengan tsa' mutsallatsah kemudian ra' musyaddadah lalu ya' mutsannat
di bawahnya, lalu nun, artinya kita basahi dan kita jadikan adukan tepung -guna
membuat roti.
495. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. pada suatu hari atau suatu malam
keluar, kemudian tiba-tiba bertemu dengan Abu Bakar dan Umar radhiallahu
'anhuma, lalu beliau bertanya: "Apakah yang menyebabkan engkau berdua keluar
ini?" Keduanya menjawab: "Karena lapar ya Rasulullah." Beliau lalu bersabda:
"Adapun saya, demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya,
sesungguhnya yang menyebabkan saya keluar ini adalah sesuatu yang juga
menyebabkan engkau berdua keluar itu -yakni sama-sama lapar-, Ayolah pergi."
Keduanya pergi bersama beliau s.a.w., lalu mendatangi seorang lelaki dari kaum
Anshar, tiba-tiba lelaki itu tidak sedang di rumahnya. Ketika istrinya melihat
Nabi s.a.w., lalu berkata: Marhaban wa ahlan. Selamat datang di rumah ini dan
harap mendapatkan keluarga yang baik. Rasulullah s.a.w. lalu bertanya: "Di mana
Fulan -suamimu?" Istrinya menjawab: "Ia pergi mencari air tawar untuk kita."
Tiba-tiba di saat itu orang Anshar -suaminya itu- datang. Ia melihat kepada
Rasulullah s.a.w. dan kedua orang sahabatnya, kemudian berkata: "Alhamdulillah.
Tiada seorangpun yang pada hari ini mempunyai tamu-tamu yang lebih mulia
daripada saya sendiri. Orang itu lalu pergi kemudian datang lagi menemui
tamu-tamunya itu dengan membawa sebuah batang kurma -berlobang- berisikan kurma
berwarna, kurma kering dan kurma basah. Iapun berkata: "Silahkanlah makan."
Selanjutnya ia mengambil pisau, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jangan
menyembelih yang mengandung air susu." Orang Anshar itu lalu menyembelih untuk
tamu-tamunya itu, kemudian mereka makan kambing itu, juga kurma dari batang
kurma tadi serta minum pulalah mereka. Setelah semuanya itu kenyang dan segar
-tidak kehausan- lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada di
dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya engkau semua akan ditanya dari
kenikmatan yang engkau semua rasakan ini pada hari kiamat. Engkau semua
dikeluarkan dari rumahmu oleh kelaparan. Kemudian engkau semua tidak kembali
sehingga engkau semua memperoleh kenikmatan ini." (Riwayat Muslim) Ucapannya
yasta'dzibu artinya mencari air tawar dan itulah air yang bagus. Al-'izdqu
dengan kasrahnya 'ain dan sukunnya dzal mu'jamah, yaitu batang atau dahan -kurma
dan lain-lain. Almudyatu dengan dhammahnya mim atau boleh pula dikasrahkan,
yaitu pisau. Alhalub ialah binatang yang berisikan susu dalam teteknya.
Pertanyaan mengenai kenikmatan ini adalah pertanyaan tentang banyak jumlahnya
kenikmatan, bukan pertanyaan sebagai olok-olok dan penyiksaan. Wallahu a'lam.
Adapun orang Anshar yang didatangi oleh Rasulullah s.a.w. serta kedua orang
sahabatnya itu ialah Abul Haitsam bin at-Taihan. Demikianlah dalam sebuah Hadis
yang dijelaskan menurut riwayat Tirmidzi dan lain-lain.
496. Dari Khalid
bin Umar al-Adawi, katanya: "Utbah bin Ghazwan berkhutbah kepada kita dan ia
adalah menjabat sebagai gubernur di Bashrah. Ia bertahmid kepada Allah serta
memujiNya, kemudian berkata: "Amma ba'du, sesungguhnya dunia ini sudah
memberitahukan akan kerusakannya dan akan menyingkir dengan cepatnya, maka
daripadanya itu tidak akan tertinggal melainkan sisanya yang sedikit sekali,
sebagaimana sisanya wadah yang dikumpulkan isinya itu oleh pemiliknya.
Sesungguhnya engkau semua pasti berpindah dari dunia ini, ke perumahan yang
tidak akan ada lenyapnya -yakni kekal. Maka dari itu berpindahlah dengan
sebaik-baik bekal yang ada padamu semua. Sesungguhnya saja telah disebutkan
kepada kita -oleh Nabi s.a.w.- bahwa sebuah batu yang dilemparkan dari tepi
Jahanam itu lalu jatuh ke dalamnya sampai selama tujuhpuluh tahun, tetapi belum
lagi mencapai dasarnya. Demi Allah, sesungguhnya Jahanam itu benar-benar akan
dipenuhi, adakah engkau semua heran tentang itu? Juga sesungguhnya telah
disebutkan kepada kita bahwasanya antara dua daun pintu dari beberapa daun pintu
syurga itu adalah berjarak sejauh perjalanan empat puluh tahun. Sesungguhnya
pula akan datang terhadap syurga itu suatu hari bahwa ia menjadi penuh padat
karena sesaknya - yakni berjejal-jejal orang hendak memasukinya. Saya sendiri
telah mengalami bahwa diri saya termasuk yang ketujuh dari tujuh orang yang
menyertai Rasulullah s.a.w., yang kita tidak memiliki makanan apapun, melainkan
daun-daunan pohon, sehingga banyaklah luka-luka yang timbul di rahang kita,
kemudian saya mendapatkan selembar kain, lalu saya sobeklah kain itu untuk
dibagikan antara saya sendiri dengan Sa'ad bin Malik, jadi saya bersarung dengan
separuh kain itu dan Sa'ad juga bersarung dengan separuhnya lagi. Selanjutnya
pada hari ini, seorang diantara kita berdua itu tidaklah menjabat melainkan
sebagai seorang gubernur dari sebuah daerah dari sekian banyak daerah yang ada.
Sesungguhnya saya mohon perlindungan kepada Allah kalau saya merasa dalam diri
sendiri itu sebagai orang yang agung, sedang di sisi Allah hanyalah kecil
belaka." (Riwayat Muslim) Ucapannya adzanat, dengan madnya alif, artinya
memberitahukan. Shurmun dengan dhammahnya dhad yaitu putus atau lenyap Wallat
hadzdzaa dengan ha' muhmalah yang difathahkan lalu dzal mu'jamah musyaddadah
lalu alif mamdudah, artinya cepat. Ashshubabah dengan dhammahnya shad muhmalah,
artinya sisa yang sedikit. Yatashabbuba dengan syaddahnya ba' sebelum ha'
artinya mengumpulkannya. Alkazhizh, artinya yang banyak serta penuh padat.
Qarihat dengan fathahnya qaf dan kasrahnya ra', artinya di tempat itu banyak
luka-lukanya.
497. Dari Abu
Musaal-Asy'ari r.a., katanya: "Aisyah radhiallahu 'anha mengeluarkan untuk kita
-maksudnya agar kita dapat melihatnya- sebuah baju dan sarung kasar, lalu ia
berkata: "Rasulullah s.a.w. dicabut ruhnya sewaktu mengenakan kedua pakaian
ini." (Muttafaq 'alaih)
498. Dari Sa'ad bin
Abu Waqqash r.a., katanya: "Sesungguhnya saya itu pertama-tama orang Arab yang
melempar dengan panahnya -untuk- fisabilillah. Kita semua waktu itu berperang
beserta Rasulullah s.a.w. dan kita tidak mempunyai makanan sedikitpun melainkan
daun pohon hublah dan daun pohon samurini, sehingga seorang dari kita itu
sesungguhnya mengeluarkan kotoran besar sebagaimana keadaan kambing kalau
mengeluarkan kotoran besarnya dan tidak dapat bercampur dengan lainnya -yakni
bulat-bulat serta kering, karena tidak ada yang dimakan." (Muttafaq 'alaih)
Alhublah dengan dhammahnya ha' dan sukunnya ba' muwah-hadah, juga samur adalah
dua macam pohon-pohonan yang terkenal di daerah badiah yakni tanah Arab bagian
pedalaman.
499. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ya Allah, jadikanlah
rezeki keluarga Muhammad ini makanan sekadar menutup kelaparan." (Muttafaq
'alaih) Ahli lughat dan gharib -yakni yang memperbincangkan mufradat dari
al-Quran dan al-Hadis- mengatakan, bahwa artinya qut ialah sesuatu yang dimakan
untuk menutup sisa hidup.
500. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Demi Zat yang tiada Tuhan melainkan Dia, sesungguhnya
bahwa saya menyandarkan hatiku ke bumi karena kelaparan dan sesungguhnya pula
bahwa saya mengikatkan batu pada perut saya karena kelaparan. Sebenarnya saya
pernah duduk-duduk pada suatu hari di jalanan orang-orang yang sama keluar
melalui jalanan itu -untuk mencari nafkahnya masing-masing. Kemudian Nabi s.a.w.
berjalan melalui tempat saya dan beliau tersenyum ketika melihat saya, karena
mengetahui keadaan dan hal ihwal yang ada dalam wajahku dan diriku, kemudian
beliau bersabda: "Abu Hir." Saya menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau
bersabda lagi: "Mari ikut," dan beliau terus berlalu dan saya mengikutinya.
Selanjutnya beliau masuklah di rumah keluarganya, saya mohon izin lalu beliau
mengizinkan masuk untukku. Sayapun masuklah, di situ beliau menemukan susu dalam
gelas. Beliau bertanya: "Dari manakah susu ini?" Keluarganya berkata: "Fulan
atau Fulanah itu menghadiahkan untuk Tuan." Beliau bersabda: "Abu Hir." Saya
menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda pula: "Susullah para ahlush
shuffah, lalu panggillah mereka untuk datang padaku." Abu Hurairah berkata:
"Ahlush shuffah itu adalah merupakan tamu-tamu Islam, karena tidak bertempat
pada sesuatu keluarga, tidak pula berharta dan tidak berkerabat pada seorangpun.
Jikalau ada sedekah -zakat- yang datang pada Nabi s.a.w. lalu sedekah -atau
zakat- itu dikirimkan semuanya oleh beliau kepada mereka itu dan beliau sendiri
tidak mengambil sedikitpun daripadanya, tetapi kalau beliau menerima hadiah,
maka dikirimkanlah kepada orang-orang itu dan beliau sendiri mengambil sebagian
daripadanya. Jadi beliau bersama-sama dengan para ahlush shuffah itu untuk
menggunakannya." Perintah Nabi s.a.w. memanggil ahlush shuffah itu tidak
mengenakkan hati saya dan oleh sebab itu saya berkata: "Apa hubungannya susu ini
untuk diberikan -kepada- ahlush shuffah. Saya adalah lebih berhak untuk
memperoleh susu ini dengan sekali minuman saja, agar saya dapat merasa kuat
tubuhku." Kemudian, jikalau orang-orang itu datang, Nabi s.a.w. tentu menyuruh
saya agar saya memberikan itu kepada mereka. Barangkali tidak akan dapat sampai
padaku -yakni bahwa saya tidak memperoleh bagian- susu itu, tetapi juga tidak
ada jalan lain kecuali mentaati Allah dan mentaati RasulNya s.a.w. Oleh karena
itu mereka saya datangi dan saya panggillah semuanya. Mereka menghadap dan
meminta izin, lalu Nabi s.a.w. mengizinkan mereka masuk, juga sama mengambil
tempat duduk sendiri-sendiri dalam rumah. Beliau lalu bersabda: "Abu Hir." Saya
menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Ambillah susu itu dan
berikanlah kepada mereka." Abu Hurairah berkata: "Saya lalu mengambil gelas,
kemudian saya berikan pada seorang dulu. Ia minum sampai kenyang minumnya lalu
gelas dikembalikan. Seterusnya saya berikan kepada yang lain, ia pun minumlah
sampai kenyang pula minumnya, lalu dikembalikanlah gelasnya, sehingga akhirnya
sampai giliran saya memberikan itu kepada Nabi s.a.w., sedang orang-orang ahlush
shuffah itu sudah puas minum semuanya. Beliau s.a.w. mengambil gelas lalu
diletakkan di tangannya, kemudian beliau melihat saya dan tersenyum, kemudian
bersabda: "Abu Hir." Saya menjawab: "Labbaik ya Rasulullah." Beliau bersabda
pula: "Sekarang tinggallah saya dan engkau -yang belum minum." Saya menjawab:
"Benar Tuan, ya Rasulullah." Beliau bersabda: "Duduklah dan minumlah." Saya pun
duduklah lalu saya minum. Beliau bersabda lagi: "Minumlah lagi." Sayapun
minumlah. Beliau tidak henti-hentinya bersabda: "Minumlah lagi," sehingga saya
berkata: "Tidak, demi Allah yang mengutus Tuan dengan benar, saya sudah tidak
mendapatkan jalan lagi untuk minum itu -artinya sudah amat kenyang minumnya itu.
Setelah itu beliau bersabda: "Kalau begitu, berikanlah saya gelas itu." Gelaspun
saya berikan, kemudian beliau memuji kepada Allah Ta'ala dan membaca bismillah
di permulaan minumnya lalu beliau minumlah sisanya itu." (Riwayat Bukhari)
501. Dari Muhammad
bin Sirin dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Sesungguhnya saya pernah mengalami
diriku bahwa saya jatuh tersungkur antara mimbarnya Rasulullah s.a.w. dengan
biliknya Aisyah radhiallahu 'anha sampai tidak sadarkan diri. Kemudian datanglah
padaku seorang yang datang, lalu ia meletakkan kakinya di atas leher saya dan ia
menyangka bahwa sesungguhnya saya adalah orang gila, padahal saya tidaklah
kejangkitan penyakit gila, tetapi jatuh saya tadi hanyalah karena kelaparan."
(Riwayat Bukhari)
502. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. wafat sedang baju besinya sedang
digadaikan pada seorang Yahudi dengan nilai tiga puluh sha' -gantang- dari
gandum." (Muttafaq 'alaih)
503. Dari Anas
r.a., katanya: "Nabi s.a.w. menggadaikan baju besinya dengan gandum dan saya
berjalan ke tempat Nabi s.a.w. dengan membawa roti gandum dan lemak cair yang
sudah berubah keadaannya. Sungguh-sungguh saya mendengar beliau s.a.w. bersabda:
"Tiada sesuatupun pada pagi-pagi ini melainkan hanya segantang untuk para
keluarga Muhammad dan tidak ada untuk sore harinya nanti kecuali segantang
pula." Padahal seluruh keluarganya itu adalah sembilan rumah." (Riwayat
Bukhari)
504. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Sungguh-sungguh saya telah melihat tujuh puluh orang
dari golongan ahlush shuffah -kaum fakir miskin di Madinah, tiada seorangpun
diantara mereka itu yang berselendang. Ada kalanya mengenakan sarung dan ada
kalanya pula baju. Mereka mengikatkan itu pada leher-lehernya. Di antaranya ada
yang sampai pada separuh kedua betisnya dan diantaranya ada yang sampai pada
kedua mata kakinya, lalu dikumpulkan -kedua belahannya itu- karena enggan kalau
sampai terlihat auratnya." (Riwayat Bukhari)
505. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Hamparan Rasulullah s.a.w. itu terbuat dari kulit
dan isinya adalah sabut." (Riwayat Bukhari)
506. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita semua duduk-duduk bersama Rasulullah s.a.w.,
tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kaum Anshar, lalu ia memberi salam pada
beliau itu. kemudian orang Anshar tadi menyingkir. Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Hai saudara kaum Anshar, bagaimanakah keadaan saudaraku Sa'ad[51] bin Ubadah?" Orang
itu menjawab: "Baik-baik saja." Beliau s.a.w, bersabda lagi: "Siapakah diantara
engkau semua yang meninjaunya?" Kemudian beliau s.a.w. berdiri dan kitapun
berdiri bersamanya dan kita berjumlah sepuluh orang lebih -tiga sampai sembilan.
Kita semua yang pergi itu tidak berterompah -sandal-, tidak pula bersepatu,
bersongkok ataupun bergamis, sedangkan kita berjalan di tempat yang tandus,
hampir tidak ada tanamannya, sehingga datanglah kita di tempatnya. Kaumnya Sa'ad
bin Ubadah lalu mundur dari sekelilingnya, sehingga mendekatlah Rasulullah serta
semua sahabat yang menyertainya." (Riwayat Muslim)
507. Dari Imran bin
al-Hushain radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sebaik-baik engkau
sekalian adalah orang-orang yang sekurun -semasa- denganku, kemudian yang
mengikutinya -yang datang sesudahnya- kemudian orang-orang yang mengikutnya."
Imran berkata: "Saya tidak tahu, adakah Nabi s.a.w. mengucapkannya itu dua atau
tiga kali." Nabi s.a.w. selanjutnya menyabdakan: "Kemudian akan datanglah
sesudah mereka itu sesuatu kaum yang menjadi saksi, tetapi tidak dapat dipercaya
kesaksiannya. Mereka juga berkhianat dan tidak dapat dipercaya amanatnya,
demikian pula mereka bernazar, tetapi tidak suka memenuhi nazarnya dan tampaklah
kegemukan dalam tubuh mereka. -yakni gemuk yang disebabkan karena terlampau
banyak makan, minum dan bersenang-senang dan bukan gemuk karena kejadiannya
memang gemuk." (Muttafaq 'alaih)
508. Dari Abu
Umamah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak Adam, sesungguhnya
jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu, sebenarnya hal itu
adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak engkau berikan kepada
siapapun, maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu. Engkau tidak akan
tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut syariat engkau tidak akan
dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak
berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan nafkah- kepada orang
yang wajib engkau nafkahi." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan
bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
509. Dari
Ubaidullah bin Mihshan al-Anshari al-Khathmi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Barangsiapa diantara engkau semua telah merasa aman -dari musuhnya-
dalam dirinya, sehat dalam tubuhnya, memiliki keperluan hidup -makan, minum,
obat dan apa-apa yang dibutuhkan dalam kehidupannya- pada hari itu, maka ia
telah dikaruniai dunia dengan keseluruhan isinya." Diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Sirbihi dengan
kasrahnya sin muhmalah artinya ialah dirinya, ada yang mengatakan bahwa artinya
itu ialah kaumnya.
510. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam serta diberi rezeki cukup
dan diberi sifat qana'ah -suka menerima- dengan apa-apa yang telah dikaruniakan
oleh Allah." (Riwayat Muslim)
511. Dari Abu
Muhammad yaitu Fadhalah bin Ubaid al-Anshari r.a. bahwasanya ia mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Untung besarlah kehidupan seorang yang telah
dikarunia petunjuk untuk memasuki Agama Islam, sedang hidupnya itu adalah dalam
keadaan cukup dan pula ia bersifat qana'ah -suka menerima." Diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
512. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. dalam beberapa malam yang
berturut-turut itu bermalam dalam keadaan terlipat -maksudnya terlipat perutnya
karena lapar, sedang para keluarganya tidak mendapatkan sesuatu untuk makan
malam, juga sebagian banyak roti yang dimakan itu adalah roti terbuat dari
gandum." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah
Hadis hasan shahih.
513. Dari Fadhalah
bin Ubaid r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu apabila bershalat dengan para
manusia, maka ada beberapa lelaki yang jatuh tersungkur dari berdiri mereka itu
ketika dalam shalatnya, disebabkan karena kefakiran yang sangat -yakni karena
sangatnya kelaparan sehingga tidak kuat berdiri-. Mereka itu adalah ahlush
shuffah, sehingga orang A'rab -orang-orang Arab dari pedalaman- mengatakan bahwa
mereka itu adalah orang-orang gila. Kemudian apabila Rasulullah s.a.w. telah
selesai bershalat, lalu menghadap ke arah mereka itu dan berkata: "Andaikata
engkau semua mengetahui apa yang disediakan untukmu semua di sisi Allah Ta'ala,
sesungguhnya engkau semua senang kalau engkau semua bertambah kefakiran dan
hajatnya -dari sekarang ini. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan
bahwa ini adalah hadits shahih. Alkhashashab ialah kekurangan dan kelaparan yang
sangat.
514. Dari Abu
Karimah, yaitu al-Miqdad bin Ma'dikariba r.a., katanya: "Saya mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah seorang memenuhi sesuatu wadah yang lebih
buruk daripada perutnya. Cukuplah sebenarnya seorang itu makan beberapa suapan
yang dapat mendirikan -menguatkan- tulang rusuknya. Maka jikalau makanan itu
harus diisikannya, maka sepertiga hendaklah untuk makanannya dan sepertiga untuk
minumannya dan sepertiga lagi untuk pernafasannya." Diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
515. Dari Abu
Umamah, yaitu Iyas bin Tsa'laba al-Anshari al-Harits r.a., katanya: "Para
sahabat Rasulullah s.a.w. pada suatu hari menyebut-nyebutkan di sisi beliau itu
tentang hal dunia -yakni perihal kesenangan, kekayaan dan lain-lain. Kemudian
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua mendengar, tidakkah engkau
semua mendengar bahwa badzadzah itu termasuk keimanan, bahwa badzadzah itu
termasuk keimanan." Yakni taqahhul. (Riwayat Abu Dawud) Albadzadzah dengan ba'
muwahhadah dan dua dzal yang mu'jamah artinya ialah keadaan yang serba kusut dan
meninggalkan pakaian yang indah-indah. Adapun taqahhul, dengan qaf dan ha' maka
para ahli Lughat mengatakan bahwa orang yang bertaqahhul ialah orang yang kering
kulitnya karena keadaan hidupnya yang serba kasar dan meninggalkan kemewahan
dalam segala hal.
516. Dari Abu
Abdillah bin Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita dikirimkan
oleh Rasulullah s.a.w. -ke medan peperangan- dan mengangkat Abu Ubaidah r.a.
sebagai amir -panglima- untuk memimpin kita, guna menemui kafilah orang-orang
Quraisy. Kita semua membawa bekal sebuah tempat berisi kurma dan kita tidak
menemukan selain itu. Abu Ubaidah memberikan kita sekurma demi sekurma. Kepada
kita ditanyakan -oleh orang lain: "Bagaimanakah engkau semua berbuat dengan
sebiji kurma itu." Jawabnya: "Kita mengisapnya sebagaimana seorang anak bayi
mengisap tetek. Kemudian kita minum air setelah itu. Keadaan sedemikian ini
mencukupi kita untuk sehari itu sampai malam. Kita juga memukul daun-daunan
dengan tongkat-tongkat kita, lalu kita basahi dengan air, kemudian kita makanlah
itu. Seterusnya kita berangkat ke pantai laut, lalu tampaklah di atas kita di
pantai laut tadi, seolah-olah seperti tumpukan pasir yang besar, lalu kitapun
mendatanginya. Tiba-tiba yang tampak itu adalah seekor binatang yang dinamakan
ikan lodan -hiu. Abu Ubaidah lalu berkata: "Bangkai," kemudian ia berkata lagi:
"Oh tidak -maksud-nya tidak haram diambil dagingnya untuk dimakan-. Bahkan kita
ini adalah utusan-utusan dari Rasulullah s.a.w. dan dalam berjuang fisabilillah.
Engkau semua adalah dalam keadaan terpaksa. Maka dari itu makanlah olehmu
semua." Kita semua berdiam -sambil makan ikan tersebut- dalam waktu sebulan
lamanya dan jumlah kita seluruhnya adalah tiga ratus orang, sehingga kita
semuapun menjadi gemuklah. Sesungguhnya saya melihat bahwa kita semua menciduk
dari lobang matanya itu dengan beberapa gayung akan minyaknya dan kita memotong
daripadanya itu beberapa potongan daging sebesar lembu atau kira-kira
selembu-selembu besarnya. Sungguh-sungguh Abu Ubaidah menyuruh seorang dari kita
sebanyak tiga belas orang, diperintah olehnya supaya duduk dalam lobang matanya
dan supaya mengambil tulang rusuknya, lalu ditegakkan dan dimuatkan pada unta
yang terbesar yang ada beserta kita. Ia berjalan di bawahnya. Kita juga
mengambil bekal dari dagingnya yang telah dikeringkan -dijadikan dendeng.
Setelah kita semua datang di Madinah, kita mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu
kita ceritakanlah hal itu kepada beliau, lalu beliau bersabda: "Itu adalah
rezeki yang dikeluarkan oleh Allah untukmu semua. Adakah engkau semua membawa
sedikit dagingnya, supaya dapat memberikan sedekahnya untuk makanan kita?" Kita
semua mengirimkan kepada Rasulullah s.a.w. sebagian dagingnya itu, kemudian
beliau s.a.w. memakannya." (Riwayat Muslim) Aljirab ialah wadah dari kulit yang
sudah dapat dimaklumi. Lafaz ini dibaca dengan kasrahnya jim atau boleh pula
dengan fathahnya, tetapi dengan kasrah adalah lebih fashih. Namashshuha dengan
fathahnya mim. Alkhabath ialah daun-daunan dari pohon yang dikenal dan dimakan
oleh unta. Alkatsib ialah timbunan dari pasir. Alwaqbu dengan fathahnya wawu dan
saknahnya qaf dan sesudahnya itu ialah ba' muwahhadah, ialah lobang mata.
Alqilal ialah gayung. Aifidar dengan kasrahnya fa' dan fathahnya dal yaitu
beberapa potong. Rahala ba'ira yaitu memberikan beban pada unta. Alwasyaiq
dengan syin mu'jamah dan qaf ialah daging yang dipotong-potong untuk
dikeringkan. Wallahu a'lam.
517. Dari Asma'
binti Yazid radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ujung lengan baju gamisnya Rasulullah
s.a.w. itu adalah sampai di pergelangan tangan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Arush-ghu dengan
menggunakan shad dan Arrus-ghu dengan menggunakan sin, juga boleh, artinya ialah
pergelangan antara tapak tangan dengan lengan tangan bagian bawah. [Baca Status Hadits Disini]
518. Dari Jabir
r.a., katanya: "Sesungguhnya kita semua pada hari khandak -menggali tanah untuk
perlindungan diri sebelum timbulnya peperangan dan peperangan di waktu itu
disebut perang khandak, artinya parit-, kita semua menggali. Kemudian pada
penggalian itu terhalang oleh adanya gumpaian tanah yang keras. Para sahabat
sama-sama mendatangi Nabi s.a.w., lalu berkata: "Tanah keras ini
menghalang-halangi untuk kelanjutan penggalian parit." Beliau s.a.w. lalu
bersabda: "Saya akan turun." Selanjutnya beliau s.a.w. terus berdiri, sedang
perut beliau itu diikat di situ dengan sebuah batu -karena kelaparan. Kita semua
memang sudah selama tiga hari itu tidak merasakan rasa makanan apapun. Nabi
s.a.w. lalu mengambil cangkul, terus memukulnya, maka kembalilah tanah keras itu
bagaikan tumpukan pasir yang hancur lebur. Kemudian saya berkata: "Ya
Rasulullah, berilah saya izin untuk pulang ke rumah." Seterusnya saya lalu
berkata kepada istriku: "Saya telah melihat sesuatu dalam diri Nabi s.a.w.
-yakni pengganjalan perut dengan batu itu- yang tidak dapat disabarkan lagi.
Maka adakah engkau mempunyai sesuatu -yang dapat dimakan?" Istrinya menjawab:
"Saya mempunyai gandum dan kambing perempuan. Kambing itu lalu saya sembelih,
sedang istriku menumbuk gandum, sehingga dagingnya itu kita letakkan dalam
periuk. Kemudian saya mendatangi Nabi s.a.w., sedangkan adukan makanan itu telah
pecah -yakni sudah lumat dan halus- dan kuali yang ada diantara batu-batu itu
telah hampir masak isinya. Saya berkata kepada beliau s.a.w.: "Saya mempunyai
sedikit makanan ya Rasulullah, maka dari itu silakan Tuan berdiri -yakni pergi
ke tempat saya- bersama seorang atau dua orang saja. Beliau bertanya: "Berapa
banyaknya itu?" Saya menyebutkan sebagaimana adanya -yakni kambing dengan gandum
yang cukup untuk beberapa orang saja. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Banyak itu
dan enak sekali, katakanlah kepada istrimu, janganlah diangkat dulu periuknya,
juga jangan pula diambil roti itu dari dapur, sehingga saya datang nanti."
Seterusnya beliau s.a.w. bersabda: "Berdirilah engkau semua," maka berdirilah
semua kaum Muhajirin dan Anshar -yang ikut membuat parit-. Saya masuk kepada
istriku lalu saya berkata: "Celaka ini. Nabi s.a.w. datang dengan semua kaum
Muhajirin dan Anshar, jadi semua yang menyertainya." Istrinya berkata: "Adakah
beliau menanyakan banyaknya makanan?" Saya berkata: "Ya." [52] Seterusnya
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Masuklah engkau sekalian dan jangan
berjejal-jejalan." Beliau s.a.w. mulai memotong roti dan diberikanlah pula di
situ dagingnya dan selalu menutupi periuk dan dapur itu apabila beliau mengambil
daripadanya dan mendekatkan kepada sahabat-sahabatnya itu, kemudian ditariklah
kualinya itu -sesudah diambilkan isinya. Tidak henti-hentinya beliau s.a.w.
memotong roti itu dan menciduk kuah sehingga sekalian sahabatnya itu kenyang
semua dan masih ada pula sisanya dalam kuali. Kemudian beliau s.a.w. bersabda:
"Makanlah ini dan berikanlah hadiah -kepada orang-orang lain seperti tetangga,
sebab sesungguhnya para manusia itu terkena bencana kelaparan-. (Muttafaq
'alaih)
Dalam riwayat lain
disebutkan: Jabir berkata: "Ketika parit digali, maka saya melihat adalah
kelaparan yang sangat dalam diri Nabi s.a.w. Lalu saya kembali ke tempat istriku
dan saya berkata: "Adakah engkau mempunyai sesuatu yang dapat dimakan? Karena
sesungguhnya saya melihat adanya kelaparan yang sangat dalam diri Rasulullah
s.a.w." Istriku lalu mengeluarkan sebuah wadah yang di dalamnya ada segantang
gandum, sedang kita juga mempunyai seekor binatang kambing kecil yang telah
lulut. Binatang itu lalu saya sembelih dan istriku menumbuk gandum. Istriku
telah selesai pekerjaannya sebagaimana sayapun selesai pula, lalu saya potonglah
dalam kualinya, kemudian saya kembali menuju ke tempat Rasulullah s.a.w. Istriku
berkata: "Jangan engkau membuat aku tampak celaka, -sebab hanya mempunyai
makanan sedikit dan ini menunjukkan kemiskinannya- kepada Rasulullah s.a.w. dan
orang-orang yang menyertainya nanti." Selanjutnya saya lalu mendatangi Nabi
s.a.w. dan saya membisikinya. Saya berkata: "Ya Rasulullah, kita menyembelih
seekor kambing kecil untuk makanan kita dan saya juga telah menumbuk segantang
gandum. Maka dari itu, silakan Tuan datang di tempat saya bersama beberapa orang
saja yang akan menyertai Tuan." Tiba-tiba Nabi s.a.w. berteriak dan bersabda:
"Hai sekalian penggali parit, sesungguhnya Jabir telah membuat sesuatu hidangan
yang akan disuguhkan kepada kita. Maka marilah kita semua ke rumahnya." Kemudian
Nabi s.a.w. bersabda -kepada Jabir-: "Janganlah sekali-kali engkau turunkan
kualimu dan jangan pula dijadikan roti dulu adukan gandummu itu, sehingga saya
datang." Saya datang ke rumah dan Nabi s.a.w. juga datang sambil menyuruh
orang-orang banyak datang pula ke situ. Begitulah saya akhirnya datang di tempat
istriku. Istriku berkata: "Bagaimana engkau ini, bagaimana engkau ini,"
maksudnya istrinya itu menyalahkan suaminya, mengapa membawa orang-orang
sebanyak itu. Saya berkata: "Saya telah mengerjakan semua yang engkau katakan."
Istriku lalu mengeluarkan adukan gandum kita, lalu Nabi s.a.w. berludah di
dalamnya dan mendoakan keberkahannya, kemudian menuju ke tempat kuah kita, lalu
berludah pula di situ dan juga mendoakan keberkahannya, kemudian bersabda:
"Panggillah seorang tukang membuat roti, supaya ia dapat menolong membuat roti
bersamamu -dan yang disuruh ini adalah istri Jabir- dan pula ciduklah dari
kualimu, tetapi janganlah kuali itu diturunkan." Orang-orang yang datang di saat
itu adalah sebanyak seribu orang. Saya bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya
orang-orang itu semuanya dapat makan, sehingga mereka meninggalkannya dan pergi
dari rumah saya itu, sedang sesungguhnya kuali kita masih tetap berbunyi karena
isinya yang mendidih sebagaimana tadinya- sebelum diambil isinya oleh
orang-orang banyak, juga sesungguhnya adukan roti kita masih tetap menjadi roti
-sebanyak asalnya."
Keterangan:
Ucapannya: Aradhat
kud-yatun, dengan dhammahnya kaf dan sukunnya dal dan dengan ya' yang mutsannat
di bawahnya, artinya ialah segumpal tanah yang keras dan tebal yang tidak dapat
dicairkan oleh kapak. Atkatsib asalnya ialah tumpukan pasir dan yang dimaksudkan
di sini ialah telah menjadi tanah yang halus, itulah artinya lafaz ah-yala.
At-atsafiyyu ialah batu-batu yang di atasnya itu diletakkan kuali untuk memasak.
Tadhaghatbu artinya berjejal-jejalan. Almaja'ah ialah kelaparan, dengan
fathahnya mim. Al-khamash dengan fathahnya kha' mu'jamah dan mim, artinya ialah
lapar. Inkafa'tu artinya saya balik dan kembali. Albuhaimah dengan dhammahnya
ba' adalah tash-ghirnya lafaz bahmah, yaitu kambing betina, yakni al'anaq dengan
fathahnya 'ain. Addajin yaitu binatang yang sudah lulut di rumah. Assur ialah
makanan yang diundanglah untuk memakannya itu beberapa orang dan kata ini adalah
dari bahasa Persi - Iran. Hayyahalan artinya marilah. Ucapannya bika wa bika
artinya bahwa istrinya itu membantah suaminya serta memakinya karena ia
meyakinkan bahwa makanan yang dimilikinya itu tentu tidak cukup untuk
orang-orang sebanyak itu. Jadi wanita itu merasa malu dan agaknya tersamarlah
untuknya apa yang dijadikan kemuliaan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada
Nabi-Nya s.a.w. dari mu'jizat yang nyata dan pertanda yang jelas itu. Basaqa
sama dengan basbaqa atau bazaqa yakni meludah dan ini ada tiga lughatnya, amada
dengan fathahnya mim yakni sengaja atau bermaksud Iqdabl artinya ciduklah,
sedang atmiqdahab artinya ciduk atau gayung, tagbitbtbu artinya bahwa karena
mendidihnya itu keluarlah suaranya. Wallahu a'lam.
519. Dari Anas
r.a., katanya: "Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim: "Saya mendengar suara
Rasulullah s.a.w. itu lemah sekali dan saya mengetahui bahwa beliau adalah dalam
keadaan lapar. Maka dari itu, apakah engkau tidak mempunyai sesuatu untuk
dimakan?" Ummu Sulaim lalu mengeluarkan beberapa bulatan dari gandum, kemudian
ia mengambil kerudungnya, kemudian ia melipatkan roti dengan sebagian kerudung
tadi, lalu memasukkannya di bawah bajuku dan mengembalikannya padaku dengan
sebagian lagi -maksudnya bahwa Ummu Sulaim itu melipat roti dengan sebagian
kerudung dan dengan sebagiannya lagi dilipatkan untuk Anas-. Seterusnya Ummu
Sulaim menyuruh saya -Anas- untuk menemui Rasulullah s.a.w., lalu saya pergi dan
saya menemui Rasulullah s.a.w. sedang duduk di dalam masjid disertai oleh
orang-orang banyak. Seterusnya lalu saya berdiri di muka orang-orang itu,
kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau diutus oleh Abu Thalhah."
Saya menjawab: "Ya." Beliau bersabda lagi: "Apakah untuk sesuatu makanan?" Saya
menjawab: "Ya." Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda kepada sahabat-sahabatnya
yang ada di masjid: "Berdirilah engkau semua dan berangkatlah." Saya juga
berangkat mengikuti mereka itu, sehingga datanglah saya kepada Abu Thalhah, lalu
saya memberitahukan padanya -bahwa Nabi s.a.w. mengajak orang banyak. Abu
Thalhah berkata: "Hai Ummu Sulaim. Rasulullah s.a.w. telah datang dengan
orang-orang banyak, sedangkan kita tidak mempunyai sesuatu untuk memberi makanan
kepada mereka semuanya itu." Istrinya berkata: "Allah dan RasulNya adalah lebih
mengetahui itu." Abu Thalhah lalu berangkat sehingga bertemu dengan Rasulullah
s.a.w., kemudian berhadapanlah Rasulullah s.a.w. dengannya sehingga keduanya itu
masuk rumah. Selanjutnya Rasulullah bersabda: "Bawa saya kemari apa yang engkau
punyai, hai Ummu Sulaim." Wanita itu datang dengan roti tersebut di atas, lalu
Rasulullah s.a.w. menyuruh supaya dipotong-potongkan dan Ummu Sulaim memeraskan
di atas roti itu suatu tempat berisi samin, maka itulah yang merupakan lauknya.
Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda sekehendak yang beliau sabdakan, selanjutnya
lalu bersabda pula: "Izinkanlah masuk sepuluh orang." Orang sepuluh itu
diizinkan masuk lalu mereka semuanya makan sehingga kenyang, lalu keluarlah
setelah itu. Seterusnya beliau bersabda lagi: "Izinkanlah masuk sepuluh orang
lagi." Orang sepuluh itu diizinkan lalu mereka makan sehingga kenyang kemudian
keluarlah mereka itu pula. Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Izinkanlah masuk
sepuluh orang lagi." Demikianlah sehingga seluruh kaum -yakni yang menyertai
Nabi s.a.w. dari masjid- dapat makan sehingga kenyang semuanya, sedangkan jumlah
kaum itu ada tujuh puluh atau delapan puluh orang." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain
disebutkan: "Maka tidak henti-hentinya beliau s.a.w. memasukkan sepuluh orang
dan mengeluarkan sepuluh orang, sehingga tidak seorangpun yang tertinggal,
melainkan ia tentu telah makan sehingga kenyang, kemudian dikumpulkanlah
kelebihan makanan itu, tetapi tiba-tiba banyaknya makanan tersebut adalah sama
seperti keadaan ketika orang-orang banyak belum makan daripadanya itu."
Dalam riwayat lain
disebutkan pula: "Maka makanlah orang-orang itu sepuluh orang demi sepuluh
orang, sehingga yang sedemikian itu dilaksanakan untuk sebanyak delapan puluh
orang. Kemudian Nabi s.a.w. makanlah setelah orang-orang itu semuanya, juga
semua keluarga rumah dan mereka masih meninggalkan sisa pula." Dalam riwayat
lain lagi dikatakan: "Kemudian mereka masih meninggalkan sisa yang cukup untuk
disampaikan kepada tetangganya."
Dalam riwayat
lainnya lagi dikatakan: Dari Anas r.a., katanya: "Saya datang kepada Rasulullah
s.a.w. pada suatu hari, kemudian saya menemui beliau s.a.w. itu sedang duduk
dengan sahabat-sahabatnya dan di perutnya diikatkanlah dengan suatu ikatan
-seperti batu dan lain-lain untuk menahan lapar-. Lalu saya bertanya kepada
salah seorang sahabatnya: "Mengapa Rasulullah s.a.w. mengikat perutnya."
Orang-orang sama berkata: "Karena lapar." Oleh sebab itu saya lalu pergi kepada
Abu Thalhah, yaitu suaminya Ummu Sulaim binti Milhan, kemudian saya berkata:
"Aduh bapak, saya sungguh-sungguh telah melihat Rasulullah s.a.w. mengikat
perutnya dengan suatu ikatan, lalu saya bertanya kepada sebagian
sahabat-sahabatnya dan mereka mengatakan bahwa hal itu karena beliau lapar." Abu
Thalhah lalu masuk menemui ibuku -yakni Ummu Sulaim, kemudian bertanya: "Adakah
sesuatu yang dapat dimakan?" Ummu Sulaim menjawab: "Ya, ada. Saya mempunyai
beberapa potong roti dan beberapa buah kurma. Jika Rasulullah s.a.w. datang ke
tempat kita sendirian, tentu dapatlah kita mengenyangkan beliau itu, tetapi
jikalau beliau datang dengan disertai orang lain, maka makanan kita terlampau
sedikit untuk dimakan orang-orang itu." Seterusnya Anas menyebutkan kelengkapan
hadits ini.
Catatan
Kaki:
[49] Mengenai pengertian apa yang
disebul unta "manihah", harap dilihat dalam hadits no.138
[50] Ini adalah yang biasa
dimakan oleh golongan kaum hartawan yang gemar berfoya-foya.
[51] Sahabat Sa'ad bin Mu'az
al-Anshari, yakni dari golongan kaum Anshar r.a. ini adalah pemimpin atau kepala
suku atau kabilah Aus. Nama kun-yahnya ialah Abu 'Amr. Dialah yang tercantumkan
dalam sebuah hadits shahih yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w., yaitu:
"Arasynya Allah yang Maha Pengasih telah bergoncang dengan sebab kematian Sa'ad
bin Mu'az." Dalam hal ini ada beberapa ahli syair yang menggubahnya, diantaranya
ialah yang berbunyi: Tiada bergoncanglah arasy Allah sebab kematian seorang yang
meninggal dunia. Yang pernah kita dengar perihal itu, melainkan sebab kematian
Sa'ad yaitu Abu 'Amr. Demikianlah yang dapat dikutip dari hamisy alau pinggir
sebagian naskah asli, diturun dari tulisan yang mulia Imam Nawawi sendiri,
penyusun kitab ini rahimahul Laahu Ta'ala (Semoga Allah Ta'ala mengaruniakan
kerahmatan kepadanya).
[52] Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa setelah Jabir r.a. berkata: "Ya," yang maksudnya Nabi s.a.w.
telah diberitahu bahwa makanan yang dapat disediakan itu hanya cukup untuk
seorang dua orang saja. Tetapi tiba-tiba yang diajak beliau s.a.w., adalah semua
sahabat Muhajirin dan Anshar yang semuanya dalam keadaan lapar. Istrinya lalu
berkata: "Kalau begitu, Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui. Kita telah
memberitahukan apa yang dapat kita sediakan." Dengan kata-kata istrinya,
kesedihan Jabir r.a. yang sangat itu menjadi lapang.
Sumber:
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
-
Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)
Daftar Isi
-
▼
2015
(63)
-
►
Mei
(61)
- Bab 56. Keutamaan Lapar, Hidup Sederhana, Cukup De...
- Bab 57. Qana'ah -Puas Dengan Apa Adanya Dan Tetap ...
- Bab 58. Boleh Menerima Pemberian Tanpa Meminta Ata...
- Bab 59. Anjuran Untuk Makan Dari Hasil Usaha Sendi...
- Bab 60. Murah Hati Dan Dermawan Serta Membelanjaka...
- Bab 61. Melarang Sifat Bakhil Dan Kikir
-
►
Mei
(61)